Title : Alyssa & Ashilla
Author : Nurzaita
Lenght : Twoshoot
Genre : Romance (?)
Rating : General
Cast : Mario Stevano Aditya Haling a.k.a Rio, Alyssa Saufika Umari
a.k.a Ify, Ashilla Zahrantiara a.k.a Shilla, Cakka Kawekas Nuraga a.k.a
Cakka, Gabriel Stevent Damanik a.k.a Gabriel or Iyel.
—
Sabtu, 20 oktober 2012
“Ya ampun, Ify, makan es krim aja belepotan gini…”
Mario, atau lebih akrab disapa Rio itu gregetan melihat pacarnya yang
makan Es Krim belepotan. Rio merasa risih ketika ia memandang wajah
cantik pacarnya itu, kemudian tanpa permisi ia langsung mengelap mulut
Ify dengan tangannya.
“Eh?” Ify salting dan ia langsung megang tangan Rio yang masih ngelapin mulutnya.
“Gue cuma mau ngelapin mulut loe aja, loe makan belepotan gitu sih.
Risih gue ngeliatnya, yaudah gue langsung aja ngelapin mulut loe. Eh,
tapi gue bener deh nggak ada maksud lain. Suer…” kata Rio sambil menarik
tangannya lagi (?).
Ify masih salting. “Oh, Ee, ya nggak apa-apa sih…” jawab Ify agak ragu.
“Makanya makan Es Krim jangan belepotan! Kayak anak kecil aja…” ujar Rio gemas.
Ify hanya bisa diam, ia masih salting karena mulutnya barusan habis
dilapin sama Rio gara-gara ia makan Es Krim belepotan, sedangkan Rio
cuma cengar-cengir nggak jelas ngeliat Ify yang salting gara-gara
tingkahnya, kemudian Rio mengelus-ngelus ambut Ify lembut. Membuat Ify
semakin salting.
Rio dan Ify, mereka sudah bepacaran selama tiga tahun lebih alias
sudah hampir empat tahun (?) dan seminggu yang akan datang adalah hari
jadian mereka (?) yang ke empat tepat pada tanggal 24 Oktober 2012.
Selama mereka berdua berpacaran, hubungan mereka biasa-biasa aja, nggak
ada masalah sama sekali makanya mereka awet berpacaran sampe sekarang
(?) meskipun selama mereka berdua pacaran nggak ada romantis-romantisnya
alias biasa aja dan Seminggu yang akan datang tepat pada tanggal 24
Oktober 2012, Rio sudah merencanakan sesuatu yang belum diketahui Ify
dan teman-temannya, Rio ingin membuat hari itu menjadi hari yang lebih
special buat dirinya dan Ify. Sesuatu yang mungkin orang-orang bilang
agak cukup nekat.
—
Malam harinya, Ify dan Rio sedang duduk diatas bukit, tempat Rio
mengenali Ify pertama kali, begitupun sebaliknya, tempat bertemunya
mereka berdua yang sekarang menjadi sepasang kekasih. Mereka duduk
sambil menikmati indahnya malam sambil merasakan hembusan angin malam
dan melihat bintang-bintang yang bertaburan di atas langit.
“Ify…”
“Ya?” Ify menoleh menatap Rio yang sedang duduk disampingnya.
“Loe inget sesuatu nggak?” tanya Rio sambil menolehkan kepalanya kearah Ify.
Ify nampak seperti memikirkan sesuatu. “Hmm… Apaan yah? Kayaknya
nggak ada yang gue inget deh. Emang apaan sih? Sesuatu apa? Penting ya?”
tanya Ify penasaran.
Wajah Rio berubah kecewa. “Beneran loe nggak inget apapun?” tanya Rio memastikan.
Ify menggelengkan kepalanya.
Rio diam, kemudian tangannya mulai memegang tangan Ify dan
menggenggam tangan pacarnya itu dengan erat. “Masak sih loe lupa sama
hari yang special banget bagi kita berdua?” tanya Rio kecewa.
“Hari special?” Ify berpikir sebentar. “Ah? Iya, seminggu lagi itu
kita pacaran tepat yang ke empat tahun kan? Iya kan? Hari jadian kita.
Itu kan yang loe maksud tadi?” tanya Ify yang tiba-tiba saja mendadak
jadi heboh sendiri. “Dan bertepatan juga dengan hari ulang tahun elo…”
lanjut Ify sambil tersenyum manis.
Wajah Rio yang tadi terlihat kecewa sekarang menjadi berseri-seri.
“Akhirnya loe inget juga sama hari jadian kita dan ulang tahun gue! Gue
kira loe lupa sama hari itu…” kata Rio sambil mengacak-ngacak rambut
Ify.
Ify tersenyum. “Mana mungkin dengan mudahnya gue lupa hari special itu… Nggak akan semudah itu…” jawab Ify.
“Ya, baguslah kalau begitu…” gumam Rio. “Loe siap-siap aja yah…” lanjut Rio sok misterius.
“Hah? Siap-siap? Untuk apa?” tanya Ify bingung.
“Liat aja nanti…” jawab Rio masih dengan gaya sok misteriusnya.
Ify nggak menjawab.
Kemudian, untuk beberapa saat kedua diam, hanya terdengar suara
hembusan angin yang semakin lama semakin kencang, Ify menyilangkan
tangannya pada tubuhnya agar ia merasa tidak kedinginan, melihat itu,
Rio langsung melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Ify.
Pipi Ify memerah ketika Rio memakaikan jaket ketubuhnya. “Eh?”
“udah, pake aja, biar loe nggak kedinginan…” jawab Rio.
Ify hanya bisa menganggukkan kepalanya.
—
Minggu, 21 Oktober 2011
“Mario… Bangun nak, udah siang!” seorang wanita sepatuh baya kini
sedang mengetuk-ngetuk pintu kamar tidur anak laki-lakinya yang masih
belum bangun.
Dari dalam kamar, Rio yang merasa tidurnya terganggu langsung menarik
selimutnya dan mengambil bantalnya yang langsung ia gunakan untuk
menutupi telinganya (?)
“Rio, ayo nak bangun! Udah siang ini, kamu di tunggu tuh sama Ify di
ruang tamu. Nggak kasian apa kamu sama Ify? Dia udah nunggu kamu disini
setengah jam lho…” kata wanita patuh baya itu, sebut saja namanya Bu
Amanda.
Mendengar nama Ify disebut-sebut, Rio langsung bangun dan membuka
matanya lebar-lebar. “Hah? Ify kesini? Nungguin gue? Setengah jam? Oh My
God…” Kata Rio lebay, ia langsung turun dari ranjang tidurnya. Tanpa
membasuh muka, ia langsung membuka pintu dan menuruni tangga menuju
ruang tamu. Bu Amanda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Rio.
Di ruang tamu, Ify terlihat sedang asyik melototi majalah milik Bu
Amanda sambil sesekali membuka halaman berikutnya yang akan ia baca. Rio
hanya cengengesan nggak jelas, kemudian ia berjalan mendekati Ify.
“Ngapain pagi gini kerumah gue? Kangen yah sama gue?” sapa Rio pede.
Ify menoleh kearah Rio sambil mengerutkan keningnya, saat Ify mau
menjawab untuk membalas sapaan Rio barusan, tapi Rio mendahuluinya.
“Hahaha, ternyata emang bener yah? Seorang Mario Stevano Aditya Haling
yang super cakep nggak ada tandingannya ini orangnya ngangenin banget,
sampe-sampe loe aja pagi-pagi gini udah dateng kerumah gue gara-gara loe
udah kangen berat sama gue… Iya kan? Padahal baru aja kemarin malem
kit…”
“Ishh, loe jadi orang kok Pede banget sih? Siapa juga yang kangen sama loe? Nggak kali…” kata Ify.
“Bener nih? Yakin loe nggak kangen sama gue?” goda Rio.
“Rio, apaan sih loe… Nggak! Gue nggak kangen, lagian gue kesini cuman
mau nemenin nyokap loe aja kok…” jawab Ify jutek. “Nemenin Nyokap loe
shopping…” lanjut Ify.
“Kyahahaha… Nemenin calon mertua shopping nih? Kalo calon suami loe
ikut boleh nggak?” tanya Rio sambil ngedip-ngedipin matanya dan deketin
mukanya ke muka Ify.
Ify langsung dorong muka Rio dengan tangannya. “Apaan sih loe… Lulus
aja belom udah ngomongin mertua sama calon suami segala…” kata Ify sok
ngambek. Padahal hatinya udah ketar-ketir nggak jelas, malu banget pas
Rio bilang kayak gitu sama dia.
“Halah, tapi loe seneng kan?” tanya Rio sambil ngedip-ngedipin matanya lagi.
Ify geli melihat tingkah Rio. “Ishh, loe apaan sih… Udah, sana. Loe
mandi gih, belum mandi kan? Bau tauk…” ledek Ify mengalihkan
pembicaraan.
Rio berhenti ketawa. “Eh, iya… Bener juga yah? Hehehe… Yaudah gue mandi dulu yah…” kata Rio.
“Hmm…” respon Ify cuek.
“Ishh, cuek amet. Ntar cantiknya ilang tau rasa loe…” kata Rio sambil nowel pipi Ify.
“RIOOO…” Ify setengah berteriak, jengkel karena Rio nowel pipinya, hal yang paling nggak Ify sukai.
Rio ngakak sambil terus berjalan ke kamar mandi.
—
Mobil sedan milik Rio berhenti dan sudah diparkirkan (?) ketika
mereka sudah sampai di mall. Bu Amanda yang duduk disebelah Rio langsung
duduk keluar dari mobil sedangkan Rio melirik kearah Ify yang lagi
duduk di jok belakang mobil.
“Udah sampe nih, loe nggak turun, Fy?” tanya Rio pada Ify.
Ify menatap Rio sekilas. “Ya turun lah…” jawab Ify.
Rio dan Ify keluar barengan dari mobil. Bu Amanda sudah turun duluan
sebelum Rio dan Ify turun, sudah menunggu Rio dan Ify. Setelah itu
ketiganya langsung berjalan masuk ke dalam mall.
Dan mereka pun menghabiskan waktu mereka untuk berbelanja di mall hingga sore.
—
Malam harinya…
Rio mengantarkan Ify pulang kerumahnya setelah mereka —Rio, Ify dan
Bu Amanda— setelah mereka selesai berbelanja dan mengantarkan Mama Rio
atau Bu Amanda pulang terlebih dahulu. Mobil Sedan milik Rio menepi di
pinggir jalan tepat di depan gerbang rumah Ify.
“Makasih ya, Yo…” kata Ify kemudian ia keluar dari mobil.
Rio membuka cendela kaca mobilnya agar ia bisa melihat Ify, begitupun
sebaliknya. “Ya, sama-sama. Langsung tidur yah, jangan begadang, biar
besok pagi nggak telat bangun…” Rio menasehati Ify.
“Iya, iya, loe nggak mampir dulu?” kata Ify menawarkan.
Rio menimbang-nimbang sambil melirik jam tangannya. “Ah, nggak deh… Udah jam sembilan.” Kata Rio menolak.
“Ouh, yaudah, besok jemput ya…” kata Ify sambil nyengir.
“Iyaa… Yaudah, gue pulang dulu ya…” pamit Rio.
Ify menganggukkan kepalanya. “Iya, hati-hati ya, Yo, di jalan. Jangan ngebut…” kata Ify.
“Iya…” jawab Rio singkat. Kemudian melajukan mobil sedannya
meninggalkan rumah Ify. Ify menatap mobil Rio hingga mobil itu tak
terlihat lagi, barulah Ify masuk ke dalam rumahnya sambil membawa
barang-barengnya.
—
Rio menghempaskan tubuhnya di ranjang tidurnya, perasaannya hari ini
begitu sangat menggembicarakan hatinya. Senyumnya dari tadi yang lepas
dari wajahnya, bibirnya masih tersenyum ketika ia mengantarkan pacarnya
itu pulang dan sampai sekarang senyum itu masih belum bisa berhenti.
“Hari yang cukup menyenangkan…” kata Rio bergumam.
Rio bangun dari tidurnya dan menatap jam dinding di kamarnya. “Baru
jam setengah sepuluh… Enaknya ngapain ya?” tanya Rio, niatnya setelah
pulang mengantarkan Ify ia akan segera tidur, tapi setelah sampai di
rumah ia merasa masih malas untuk tidur, menurutnya jam setengah sepuluh
itu masih terlalu sore.
Tiba-tiba mata Rio tertuju pada sebuah kotak perhiasan kecil berwarna
merah. Senyum Rio mendadak berhenti (?) tangannya mulai meraih benda
kecil itu yang diletakkannya diatas meja belajarnya. Dan dengan gerakan
lambat, Rio membuka kotak perhiasan itu sambil tersenyum samar.
“Cincin ini… Cincin yang akan gue berikan ke Ify saat gue mau ngelamar dia…” gumam Rio tersenyum kecil.
“Apa gue berikan ini cincin tepat pada saat hari jadian gue dan Ify?” gumam Rio agak ragu.
“Tapi menurut gue terlalu cepat…” kata Rio mendesah pelan.
“Lulus aja belum masak udah main ngelamar… Tunggu satu tahun lagi,
Rio, kalau loe udah selesai SMA loe langsung aja ngelamar Ify…” kata Rio
lagi mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri.
“Ah, bodo! Gue akan berikan cincin ini ke Ify tepat pada saat gue dan
Ify ngerayakan hari jadian gue dan Ify sekaligus ulang tahun gue…”
tekad Rio.
Tiba-tiba Rio jadi ingat kata-katanya yang kemaren saat ia dan Ify sedang jalan barengan berduaan.
“Loe inget sesuatu nggak?”
“Hmm… Apaan yah? Kayaknya nggak ada yang gue inget deh. Emang apaan sih? Sesuatu apa? Penting ya?”
“Beneran loe nggak inget apapun?”
“Masak sih loe lupa sama hari yang special banget bagi kita berdua?”
“Hari special?”
“Ah? Iya, seminggu lagi itu kita pacaran tepat yang ke empat
tahun kan? Iya kan? Hari jadian kita. Itu kan yang loe maksud tadi?”
“Dan bertepatan juga dengan hari ulang tahun elo…” lanjut Ify sambil tersenyum manis.
“Akhirnya loe inget juga sama hari jadian kita dan ulang tahun gue! Gue kira loe lupa sama hari itu…”
“Mana mungkin dengan mudahnya gue lupa hari special itu… Nggak akan semudah itu…”
“Ya, baguslah kalau begitu…”
“Loe siap-siap aja yah…”
“Hah? Siap-siap? Untuk apa?”
“Liat aja nanti…”
Rio tertawa kecil ketika mengingat kejadian kemarin malam, saat ia
bertanya tentang seuatu hal yang ternyata adalah hari special mereka
berdua sampai menyuruh Ify bersiap-siap. Sebenarnya, Rio menyuruh Ify
untuk bersiap-siap karena saat itu ia yakin banget sama niatnya yang
akan melamar Ify tepat pada tanggal 24 Oktober 2012 nanti.
“Apa gue yakin…” ucapan Rio terputus. “Bisa memiliki Ify?”
—
Senin 22 Oktober 2012
Rio melajukan Motornya menuju rumah Ify, sesuai janjinya seperti yang
kemarin malam, Rio menjemput Ify di rumahnya dan begitu ia sudah sampai
di depan rumah Ify, ia melihat Ify sedang duduk di teras depan rumahnya
sambil memainkan HP-nya. Ify yang melihat Rio sudah menjemputnya
langsung memasukkan HP-nya ke saku seragam sekolahnya kemudian
berlari-lari kecil menghampiri Rio sambil memasang senyum termanisnya.
“Pagi, Rio…” sapa Ify ceria banget.
“Syukur deh loe udah siap pas gue dateng. Untung nggak kayak yang biasanya…” kata Rio tanpa membalas sapaan Ify.
Ify menaikkan alisnya heran. “Maksud loe apaan?” tanya Ify sedikit sewot.
“Loe kan Kebo. Untung aja pagi ini loe bagun pagi nggak kayak
biasanya jadi pas gue jemput loe udah siap, hehehe…” jelas Rio sambil
nyengir tanpa dosa.
PLETAK!!
Ify menjitak kepala Rio yang terlindungi helm (?). “Kebanyakan
ngomong loe, buruan… Berangkat! Hari ini gue piket kelas…” kata Ify
sambil menaiki motor Rio.
“Hahaha… Nggak sakit…” kata Rio meledek karena kepalanya nggak kerasa saat saat Ify menjitaknya. *Yaiyalah, secara yang Ify kitak kan helmnya bukan kepala Rio :p* Kemudian Rio kembali berbicara. “Udah siap?” tanya Rio.
“Hmm…” respon Ify singkat.
Brmm…
Motor Rio langsung membawa Rio dan Ify menuju kesekolah mereka.
—
Siang harinya…
Setelah selesai mengantarkan Ify pulang kerumahnya, Rio langsung
melajukan motornya ke tempat Toko Persiahan. Ia mengendarai motor dengan
kecepatan tinggi, hingga tak sampai lima belas menit Rio sudah sampai
di depan Toko Perhiasan itu.
Rio memasuki toko tersebut yang lumayan besar setelah ia selesai
memarkirkan motornya di tempat parkir. Ia mengamati perhiasan emas yang
ada di toko tersebut, semuanya terlihat sangat cantik dan menarik. Bibir
Rio pun langsung membentuk seulas senyuman pada saat itu juga.
“Ah, tapi kan di rumah sudah ada cincin untuk persiapan ngelamar
Ify…” gumam Rio saat mengamati cincin yang telah membuat pandangannya
tersita untuk terus mengamati benda kecil tersebut.
Rio menggelengkan kepalanya. “Gue kasih Ify kalung aja deh…” gumam
Rio lagi, kini pandangannya tertuju pada etalase bagian kalung yang ada
di sebelah etalase khusus bagian cincin yang Rio amati tadi itu berada. *Hadeh,
mudeng ga? Kalo nggak mudeng ya… tau ah, aku sendiri bingung jelasinnya
kayak gimana -__-“ #plaaak!! #authormacamapaini? -__-“*
Dan pada saat itu pandangan Rio dengan cepat langsung tersita pada
sebuah kalung emas putih yang dimatanya tampak begitu indah. Senyum Rio
semakin melebar ketika melihat kalung tersebut. “Kalung kayak gini nih
yang Ify suka…” gumam Rio tersenyum puas.
Setelah yakin Rio akan membeli kalung tersebut, Rio langsung
membayarnya kemudian langsung keluar dari toko perhiasan itu dan menuju
ke Toko tempat penjualan boneka. Rio tau banget, pacarnya yang satu itu
sangat menyukai boneka makanya Rio sengaja ingin memberikan pacarnya itu
boneka ketika mereka merayakan hari jadian mereka yang ke empat
sekaligus merayakan acara ulang tahunnya Rio.
Sampai di toko boneka, Rio agak bingung memilih boneka yang ada
disana. Hatinya berkata, Boneka yang ada disana semuanya terlihat
menarik semua sehingga Rio susah memilih Boneka yang cocok untuk
diberikan kepada pacarnya itu.
Kemudian pandangan Rio kembali tersita kepada boneka cantik yang
ukurannya begitu besar, Rio tau betul, Ify sangat suka dengan boneka
yang ukurannya gede apalagi kalau boneka itu terlihat begitu lucu, Rio
mengambil boneka tersebut dan membawanya ke meja kasir dan membayarnya.
Kemudian, setelah membayar Rio berjalan dengan langkah yang sengaja
di perlambat, berusaha membayangkan bagaimana reaksi Ify ketika dia
menerima hadiah yang dibelinya saat ini.
Dari arah samping kanan Rio, terlihat seorang gadis setengah
tergesa-gesa dan nampaknya seperti sedang keberatan membawa barang
belanjaannya, mungkin karena nggak konsentrasi dengan jalan di depannya
dan lebih berkonsentrasi dengan belanjaannya, Gadis itu tanpa sengaja
langsung menabrak Rio.
BRAAAK!!
Semua barang belanjaan gadis yang menabrak Rio berhamburan, Rio kaget
karena tiba-tiba aja dia di tabrak untung saja ia dan barang-barang
yang baru aja dibelinya itu tidak jatuh, karena memang barang yang Rio
beli nggak banyak, hanya ada bungkusan yang lumayan besar berisi boneka
sedangkan kalung yang ia beli tadi di toko perhiasan ia masukkan kedalam
saku celananya dan ketika ia menolehkan kepalanya untuk melihat seorang
gadis yang menabraknya tadi hampir saja mau terjatuh, Rio refleks
langsung melepaskan bungkusan berisi boneka yang baru saja dibelinya dan
menarik tangan gadis itu sehingga gadis itu tak terjatuh. Tangan kanan
Rio memegang tangan kanan gadis itu sedangkan tangan kiri Rio melingkar
di pinggang gadis itu, menahannya agar tidak terjatuh.
Satu menit…
Dua menit…
Lima menit…
Sepuluh menit…
Hingga berpuluh-puluh menit mereka —Rio dan gadis itu— lewati, mereka
masih belum sadar dan keadaan mereka masih sama dengan posisi saat Rio
menahan gadis yang hampir saja terjatuh itu. Saat itu, posisi mereka
sangat-sangatlah dekat, wajah mereka juga dekat sekali mungkin jaraknya
sekitar sepuluh centi meteran saja.
Hati Rio berdegup kencang ketika memandang gadis di depannya ini.
Tanpa sadar ia mengucapkan satu patah kata yang pernah ia janjikan pada
dirinya sendiri dan tak pernah di inginkannya untuk di ucapkan kepada
orang lain kecuali kepada dua orang yang sangat berarti dalam
kehidupannya, Mamanya dan…Ify. Sedangkan Rio, sudah mengingkari
perjanjiannya kepada dirinya sendiri, dia mengucapkan kata singkat itu
sekarang. Cantik…itu yang ia katakan tadi dalam hatinya.
Sedangkan gadis yang dibilang ‘cantik’ oleh Rio itu, hanya diam. Ia
juga berpikir hal yang sama dengan Rio, bedanya kalau Rio mengatakan
gadis ini dengan sebutan Cantik, tapi gadis ini mengatakan dengan sebutan Ganteng… Mata gadis ini juga tak berkedip ketika matanya dengan mata pria di depannya ini bertemu.
Tiba-tiba seorang penjaga toko yang bekerja di toko boneka itu
berdehem keras, membuat Rio serta gadis di depannya itu langsung
tersadar dan Rio pun langsung melepaskan tangannya, gadis itu langsung
berdiri dan pura-pura merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan untuk
menutupi rasa malunya.
“Eh, em… Maaf, nggak bermaksud…” ucapan Rio langsung dipotong oleh gadis itu.
“Nggak apa-apa, aku juga nggak lihat-lihat tadi, maaf yah…” potong
gadis itu sambil berjongkok, memunguti barang-barang belanjaannya yang
berserakan di mana-mana. Cara bahasa yang di pakai gadis itu “Aku-Kamu”
adalah sudah menjadi ciri khas kedidupannya (?) jika ia sedang berbicara
kepada orang yang baru dikenalnya. Agar gadis itu terlihat sopan.
Rio yang bingung nggak tau mau ngapain lagi disana, ikutan jongkok,
mengambil barangnya dan membantu gadis itu mengambil barang-barang
belanjaannya. “Biar aku bantu…” tawar Rio membantu gadis itu mengambil
barang-barang belanjaan milik gadis itu.
Gadis itu menganggukkan kepalanya. “Ya, terima kasih…” ucapnya pelan.
Rio menganggukkan kepalanya. “Sama-sama…” jawab Rio.
Setelah selesai, kedua berdiri. Rio menyerahkan beberapa barang milik
gadis itu yang ia ambil untuk membantu gadis itu mengambil
barang-barangnya yang berserakan. Gadis itu menerimanya sambil memasang
senyumnya yang menurut Rio lumayan manis.
“Sekali lagi, terima kasih ya…” kata Gadis itu.
Rio tersenyum. “Iya, sama-sama. Lain kali hati-hati yah…” jawab Rio.
Gadis itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengalihkan
pandangannya menuju jalanan dan raut wajahnya berubah menjadi orang
seperti sedang kebingungan sekali.
Rio yang melihat tingkah gadis itu, dengan ragu bertanya. “Kenapa?
Kok sepertinya kamu keliatan bingung gitu…” tanya Rio, nyoba SKSD sama
gadis di depannya ini.
Gadis itu menoleh sekilas ke arah Rio. “Ah, nggak kok! Aku cuman lagi
nungguin temanku aja yang dari tadi nggak dateng-dateng…” jawabnya
tanpa menoleh ke arah Rio. Gadis ini tahu Rio mau membalas perkataannya,
tapi karena ia sudah melihat mobil temanya datang, ia mendahuluinya
sehingga ia tak mengasih kesempatan untuk Rio membalas perkataannya.
“Ah, itu temanku sudah datang. Kalau begitu, aku pamit dulu yah… Sampai
berjumpa lagi…” pamit gadis itu sambil menunjuk sebuah mobil yang menepi
di pinggir jalan tepat di depan pintu masuk toko boneka itu.
Orang yang berada di dalam mobil yang di tunjuk oleh gadis itu kepada
Rio, keluar dari mobilnya ada empat orang gadis yang keluar dari mobil
itu dan kalau dilihat-lihat mereka semua sepertinya sebayaan dengan
gadis yang menabrak Rio tadi. Keempat gadis itu pun menghampiri gadis
yang menabrak Rio tadi.
“Eh, sorry yah… Gue lupa tadi, kanya agak telat kesini…” kata salah
seorang gadis yang Rio yakini orang yang paling dekat dengan gadis yang
menabrak Rio itu, karena dari ke empat gadis itu hanya gadis itu saja
yang yang menyapa gadis yang menabrak Rio, sedangkan ketiga gadis
lainnya hanya bisa diam seperti orang bego.
“Iya, nggak apa-apa… Yaudah, sekarang pulang, Yuk…” ajak gadis yang menabrak Rio itu.*Hadeh, ribet amet sih?? -__-*
“Eh, tapi udah penuh tuh isi mobilnya, mungkin cuman muat di isi
barang-barang loe aja… Kalo loe ikut kayaknya nggak bakalan muat deh,
soalnya gue sama temen-temen gue itu habis shopping dari mall… Gimana
dong?” kata si gadis yang diajak pulang bareng sama gadis yang menabrak
Rio itu.
“Lah, terus gimana?” si gadis yang menabrak Rio tampaknya ingin
sekali protes karena sikap gadis yang Rio yakini orang yang dekat dengan
gadis yang menabrak Rio tadi.
Gadis yang ditanya oleh gadis yang menabrak Rio itu berpikir
sebentar, kemudian matanya langsung tertuju pada Rio yang berdiri
dibelakang gadis yang menabrak Rio tadi. “Dia, temen loe?” tanya gadis
itu kepada gadis yang menabrak Rio sambil menunjuk Rio dengan jari
telunjuknya.
Gadis yang menabrak Rio menoleh ke arah yang di tunjuk oleh temannya
itu. “Ee, dia…” gadis itu nampaknya bingung mau berkata apa.
Teman gadis itu langsung memetikkan jarinya sambil tersenyum puas.
“Emm, gue lihat di depan nggak ada mobil cuman ada motor Ninja warna
Merah aja, pasti itu punya loe, iya kan?” teman gadis yang menabrak Rio
itu itu bertanya pada Rio.
Rio cuman mengangguk saja, membenarkan apa yang dikatakan oleh teman gadis yang menabraknya itu.
“Kalo gitu, loe ikut dia aja… Barang-barang loe titipin ke gue,
tenang aja… Bakalan aman kok…” kata teman gadis itu, membuat gadis yang
menabrak Rio itu membelalakkan matanya dengan lebar.
“Ngaco! Nggak, gue nggak mau…” tolak gadis yang menabrak Rio itu mentah-mentah.
“Dari pada loe nggak ada tumpangan? Lagian gue yakin kok, uang loe
pasti udah abis gara-gara udah loe belanjain, iya kan? Udah deh, lagian
dia nggak keberatan kok, bener kan?” tanya teman gadis itu kepada Rio,
berharap Rio membenarkan perkataannya sekali lagi.
Rio dengan ragu-ragu menganggukkan kepalanya, membuat teman gadis itu tersenyum lebar.
“Tuh kan, dia aja nggak keberatan kok. Yaudah, sini barang-barang
loe…” kata teman gadis itu sambil merebut barang-barang yang dibawa oleh
gadis yang menabrak Rio itu.
Gadis yang menabrak Rio itu pasrah aja, menuruti kemauan temannya itu
dan menatap Rio dengan pandangan merasa nggak enak akibat ulah temannya
itu. Rio yang tau arti tatapan gadis yang menabraknya itu langsung
mendekatinya.
“Ee, nggak apa-apa kok… Lagian aku nggak keberatan juga…” kata Rio pelan terdengar nyaris seperi suara bisikan.
Gadis itu menoleh menatap Rio, tatapan masih sama seperti tadi, ia
merasa nggak enak sama Rio, masak sih dia baru saja membuat kesalahan
sama orang itu sekarang malah orang itu tanpa keberatan ingin
mengantarkannya pulang, kalau boleh jujur sebenarnya gadis itu merasa
sangat malu sekali. “Ee, tapi…” ucapan gadis itu tiba-tiba terhenti
ketika mendengar temannya berseru.
“Hey, gue sama temen-temen duluan deh… Kalo loe sama dia mau jalan
dulu juga nggak apa-apa…” seru teman gadis itu yang memotong omongan
gadis yang menabrak Rio sambil berjalan keluar dari toko menuju mobilnya
yang terparkir di luar sana.
Gadis itu mendesah pelan dan menatap Rio dengan ragu-ragu.
Rio belas menatap gadis itu dan untuk kedua kalinya mata mereka
bertemu, tapi Rio buru-buru sadar dan langsung berbicara. “Ee, mau
pulang atau…” ucapan Rio terhenti ketika mendengar sesuatu pelan banget
namun terdengar cukup aneh, ia memandang gadis di depannya yang sedang
memegangi perutnya, Rio mengerti dan kembali menlanjutkan kata-katanya.
“Kamu lapar? Emm, bagaimana kalau kita makan dulu di café depan sana…”
tawar Rio sambil menunjuk café yang ada disebrang jalan, tepat didepan
toko boneka ini.
“Ee, mungkin lebih baik langsung pulang aja…” jawab gadis itu.
Rio menggelengkan kepalanya. “Nggak, Aku lihat kamu sepertinya sedang lapar… Sudahlah, ayo kita makan aja dulu…” kata Rio.
“Oke, oke…” gadis itu menyerah.
Rio dan gadis itu keluar dari toko boneka dan menuju café yang ada di
sebrang jalan. Kemudian duduk dimeja sebelah jendela besar dan setelah
kedua memesan makanan, mereka cuman bisa diam-diaman sambil merilik
kendaraan yang berlalu lalang yang bisa dilihat melalui jendela besar
disampingnya.
“Emm, sepertinya kita belum berkenalan tadi…” Rio membuka pembicaraan
agar tak berdiam-diaman terus. “Perkenalkan, namaku Mario Stevano tapi
kamu bisa memanggilku Rio aja… Kamu sendiri?” Rio mengulurkan tangannya
kearah gadis itu.
Gadis itu tersenyum manis ke arah Rio dan membalas uluran tangan Rio.
“Namaku Ashilla Zahrantiara, panggil aja Shilla…” kata gadis itu sambil
menyebutkan namanya.
Mereka berdua melepaskan tangan mereka.
“Emm, itu tadi Sivia, temanku… Dan ketiga perempuan lain tadi itu
temannya Sivia waktu SMP dan aku sendiri nggak kenal dengan mereka…”
kata gadis bernama Shilla itu.
Rio mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. “Ohh, begitu… Dia agak cerewet sedikit yah?” celetuk Rio sambil tertawa.
“Ya, orangnya emang gitu… Cerewet banget…” kata Shilla ikutan tertawa
juga, tapi tiba-tiba pandangannya langsung tertuju pada sebuah
bungkusan besar milik Rio yang Shilla yakini kalau bungkusan itu adalah
boneka yang Rio beli tadi. “Itu boneka… Untuk pacarmu?” tanya Shilla
lagi sambil menunjuk bungkusan itu.
Rio menatap bungkusan yang di tunjuk Shilla. “Ah, bukan… Aku belum
punya pacar…” tanpa sadar Rio mengatakan hal itu kepada Shilla.
Entahlah, kenapa dia bisa bicara seperti itu padahal jelas-jelas dia
sendiri berpacaran dengan Ify dan hampir empat tahun mereka berpacaran
tapi Rio malah bilang dia nggak punya pacar. Rio merasa aneh, ketika ia
ingin meralat kata-katanya lidahnya susah untuk berbicara. Rio merasakan
semuanya ini aneh! Ya, aneh. Sangat aneh…
“Beneran nih? Tapi aku ngerasa nggak yakin tuh kalau kamu belum punya
pacar, tampangmu oke gitu masak belum punya pacar sih, hahaha…” tawa
Shilla.
Rio ingin membalas perkataan Shilla, tapi rasanya susah lseperti yang
sebelumnya. Dan untuk membalas perkataan Shilla, Rio hanya bisa
tersenyum tipis.
Tepat pada saat itu juga, pelayan datang membawakan pesanan mereka
berdua. Kemudian keduanya memakan makanan pesanan mereka, makan dalam
diam, tak ada satu diantara mereka yang memulai pembicaraan sehingga tak
terasa keduanya sudah selesai makan.
“Emm, sudah selesai?” tanya Rio.
Shilla menganggukkan kepalanya dan berdiri dari tempatnya. “Ya…” jawabnya.
Rio ikutan berdiri. “Kamu tunggu saja disini, biar kubayarkan semuanya…” suruh Rio.
“Tapi…” Shilla ngerasa nggak enak. Jelaslah, dari tadi aja ia
merepotkan Rio terus, bagaimana tidak ngerasa enak? Pastilah rasanya
nggak enak. Apalagi dengan orang yang baru saja dikenalnya.
“Sudah, nurut aja…” kata Rio.
Shilla akhirnya mengangguk, sambil menunggu Rio membayar, Shilla
kembali menatap kearah luar jendela dan matanya langsung tertuju pada
salah satu pria yang masih berpakaian seragam SMA yang sedang berjalan
masuk kedalam toko buku yang ada disebrang jalan, tepat disebelah toko
boneka yang tadi ia kunjungi. Pria itu tidak sedang sendiri, tetapi
bersama wanita lain yang berpakaian SMA yang sama dengannya.
“Itu… Alvin dan… Sivia? Mereka, keliatannya makin lama makin lengket
aja ya?” Shilla tersenyum pahit melihat orang yang sangat dikenalinya
itu.
“Shilla, jangan mikirin Alvin terus kenapa sih! Ingat, sekarang Alvin
sudah menjadi milik Sivia, saudara sepupumu sendiri… Kamu harus
ngerelain Alvin demi Sivia, jangan egois…” kata Shilla sambil memukul
kepalanya sendiri dengan tangannya.
Tiba-tiba Shilla merasakan ada seseorang yang menepuk bahunya dari
belakang, spontan Shilla langsung membalikkan badannya dan mendapati Rio
sudah berdiri dibelakangnya sambil membawa bungkusan boneka miliknya.
“Ohh, sudah selesai?” kata Shilla berbasa-basi.
Rio menganggukkan kepalanya. “Ya, kalau begitu ayok kita langsung pulang aja…”
Shilla nurut aja, ia berjalan dibelakang Rio yang udah berjalan
duluan menuju tempat motornya di parkir. Kemudian Rio mengantarkan
Shilla pulang kerumahnya dengan petunjuk yang diberitahukan Shilla.
*mudeng ga? -__-* Setelah sampai di depan rumah Shilla, Shilla langsung
turun dari motor Rio.
“Terima kasih banget ya, Yo, maaf udah ngerepotin…” kata Shilla sambil tersenyum.
“Ya, sama-sama… Ah, nggak kok, nggak ngerepotin sama sekali…” jawab Rio balas tersenyum kearah Shilla.
“Kalo gitu, aku masuk dulu yah…” kata Shilla dan membalikkan badannya.
“Eh, tunggu…” Rio menahannya.
Shilla kembali membalikkan badannya dan menatap Rio bingung. “Kenapa?” tanyanya.
Rio terlihat ragu dan bicara. “Ee, boleh nggak aku minta nomor hape
kamu? Ya, kali aja kita bisa temenan lebih akrab gitu…” kata Rio sambil
menganggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Shilla tersenyum dan mengulurkan tangannya, Rio langsung menyerahkan
HP-nya. Setelah beberapa saat Shilla langsung mengembalikannya pada Rio.
“Sudah tuh, namanya Ashilla, hehehe…” kata Shilla.
Rio manggut-manggut. “Ohh…” gumamnya pelan. “Ee, kalo gitu, aku pulang dulu yah?” kata Rio berpamitan.
“Okey, kapan-kapan main kesini yah?” kata Shilla bercanda.
Rio mengacungkan jempolnya, kemudian motornya melaju membawanya
pulang ke rumahnya. Setelah Rio sudah tak terlihat, Shilla langsung
masuk ke dalam rumahnya sambil senyum-senyum nggak jelas.
“Aduh, cakep banget sih tuh cowok… Manis banget, hihihi… Ah, kayaknya
dia deh yang bakalan jadi pengganti Alvin di hati gue…” kata Shilla
nggak jelas yang merubah bahasanya menjadi ber ”Loe-gue”
Tiba-tiba Shilla memukul kepalanya pelan. “Loe mikir apaan sih,
Shilla, mana mungkin loe jatuh cinta sama orang lain cepet banget, kenal
aja belum ada satu jam masak udah jatuh cinta…” kata Shilla.
—
Malam harinya…
Rio duduk bersandar di kursi meja belajarnya. Tangannya sebelahnya
sedang memegang benda kecil berwarna merah yang tak lain adalah kotak
perhiasan sedangkan tangan sebelahnya lagi memegang sebuah ponsel
miliknya.
“Arghh… Gue ini kenapa sih? Kenapa tadi gue bilang gue belum punya
pacar di depan Shilla? Kenapa pas omongan gue mau gue ralat gue jadi
susah ngomong gitu? Arghh…” ucap Rio yang lagi galau di kamarnya.
Tiba-tiba matanya tertuju pada ponsel yang baru saja menyimpan nomor
Shilla disana. Tanpa sadar bibirnya membentuk seulas senyuman. “Shilla,
gadis cantik yang aku lihat keliatan sangat baik…” gumam Rio
mengucapkannya tanpa sadar.
“Ah, gue ini apa-apaan sih…” kata Rio begitu sadar sambil melemparkan HP-nya ke ranjang tidurnya.
“Arghh… Nggak mungkin! Nggak mungkin! Nggak mungkin gue suka sama
Shilla, gue cuman suka dan cinta sama Ify, bukan sama gadis itu…” kata
Rio yakin.
Rio diam beberapa saat…
“Tapi, apa salahnya kalo gue pacarin dua-duanya? Kayaknya, Shilla juga mulai suka sama gue kok…” gumam Rio dengan ide gilanya.
Tiba-tiba Rio memukul kepalanya dengan tangannya keras banget.
“Apa-apaan nih, nggak! Gue nggak mau nyakitin perasaan Ify, lagian bukan
gue banget kalo gue macarin dua cewek sekaligus… Gue bukan playboy!
Bukan!” kata Rio lagi.
“Arghhh… Kenapa jadi kayak gini sih?” kata Rio setengah berteriak.
—
Selasa, 23 Oktober 2012
Ify bosan menunggu Rio yang nggak dateng-dateng menjemputnya sekolah.
Sudah hampir setengah jam Ify menunggu dirumahnya. Untuk kesekian
kalinya, Ify melirik jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul 06.45.
Karena merasa Ify sudah bosan menunggu, terpaksa ia memanggil sopirnya
dan memintanya untuk mengantarkan ke sekolah.
Sesampainya di Sekolah, Ify mendapati Rio sudah duduk di kursi
panjang yang ada didepan ruang kelasnya. Dengan kesal ia menghampiri
Rio.
“Eh, Rio, loe udah gue tungguin dari tadi kagak nongol-nongol kemana
aja sih?” kata Ify jengkel sambil berkacak pinggang di depan Rio.
Rio mengangkat wajahnya yang sedikit kusut.
Ify heran yang melihat wajah Rio langsung bertanya. “Eh, Yo, loe kenapa?” tanya Ify. Kekesalannya mendadak hilang.
“Nggak apa-apa…” jawab Rio cuek. Kemudian Rio masuk kedalam kelasnya.
Ify menaikkan bahunya, bingung melihat tingkah pacarnya itu. “Ada
yang salah sama gue?” tanyanya heran dan mengikuti Rio masuk ke dalam
kelasnya.
—
Pulang sekolah…
Rio menarik tangan Ify dan mengajak gadis itu menuju ke bukit tempat
pertama kalinya Rio dan Ify bertemu. Ify menurut dan mengikuti kemauan
Rio.
“Loe kenapa sih, Yo? Kok hari ini loe keliatan aneh gitu?” tanya Ify
pada Rio ketika mereka berdua sudah duduk di bangku kecil yang ada di
bukit itu.
Rio menundukkan kepalanya, tangannya mulai menggenggam tangan Ify dengan erat. “Maafin gue…” gumam Rio lirih.
“Iya, iya, gue maafin loe nggak jemput gue tadi pagi meskipun loe
udah bikin gue kesel banget gara-gara kelamaan nunggu…” celetuk Ify
asal.
Rio nggak menggubris perkataan Ify, ia malah semakin menggenggam
tangan Ify dengan erat. “Jangan tinggalin gue, Fy, gue minta… Loe akan
selalu ada disisi gue dalam keadaan suka ataupun duka… Gue mohon…” kata
Rio lirih.
Ify menolehkan kepalanya menatap Rio yang duduk di sampingnya. Heran
melihat sikap Rio yang sepertinya agak sedikit berubah. “Loe kenapa sih,
Yo? Aneh banget sikap loe hari ini? Cerita sama gue, loe kenapa? Ada
masalah?” tanya Ify heran karena nggak biasanya Rio kayak gitu.
Rio juga menolehkan kepalanya kearah Ify, sehingga mata mereka kini bertemu.
CUPP…
Rio mengecup kening Ify membuat Ify sedikit tersentak kaget.
“Eh?” Ify salting.
“Gue nggak apa-apa kok… Sekarang? Gimana? Mau pulang atau jalan-jalan
dulu?” tanya Rio yang sikapnya kembali seperti biasanya. Sebenarnya,
Rio masih merasa agak galau gara-gara perasaannya yang kemarin. Bingung
banget sama perasaan. Ia merasa menyukai Ify dan juga…Shilla. Tapi
disisi lain, Rio nggak mau menyakiti perasaan gadis yang sudah menjadi
pacarnya selama empat tahun ini.
“Ah, gue mau Es Krim…” kata Ify, sifat kekanak-kanakannya mulai keluar.
“Mau?” goda Rio.
“MAU BANGET…” kata Ify setengah berteriak.
Rio menunjuk pipinya. “Cium dulu…” kata Rio.
Ify manyun. “Nggak jadi deh…”
Rio ngakak. “Hahaha… Bercanda, bercanda… Yuk, kita beli Es Krim…” ajak Rio.
“Di tempat biasa ya, Yo?” pinta Ify.
Rio menganggukkan kepalanya. Ify bersorak-sorak senang, tingkah
kekanak-kanakannya kumat, hal yang membuat Rio gemas pengen nyubit pipi
Ify setiap saat. Tapi sayangnya, Ify paling tak suka pipinya di cubit.
—
Kelar makan Es Krim, Rio mengantarkan Ify pulang kerumahnya dan Rio
sendiri juga mampir ke rumah Ify karena Ify memaksanya. Tak ada pilihan
lain, Rio menuruti permintaan pacarnya itu.
“Ify pulang…” salam Ify kepada semua orang yang ada dirumahnya. Tapi
sayang, Di rumah Ify yang gede itu hanya di huni oleh Ify, Adiknya,
Pembantunya, Tukang kebun rumahnya dan Satpam saja.
Ify masuk kedalam rumahnya diikuti oleh Rio yang berjalan di belakang Ify.
“Rio, loe laper nggak? Gue bikin nasi goreng gimana? Loe suka nasi goreng?” tanya Ify menawarkan.
“Waah, boleh, Fy, boleh… Kebetulan gue juga lagi laper, hehehehe…” kata Rio sambil nyengir.
Ify berjalan menuju dapur. Rio naik keatas tangga rumah Ify, nyariin Ray —Adiknya Ify— dikamarnya, Ngajak tuh anak main pees.
“Ray…” kata Rio nyari Ray dengan suara yang nadanya setengah berteriak.
“Apa? Aku ada di kamar…” Ray balas berteriak.
Rio langsung membuka pintu kamar Ray dan asal nyelonong masuk. “Eh, Ray, peesan yuk…” ajak Rio.
Ray menoleh. “Oh, Kak Rio… Ngajak main pees lu? Oke, kalo loe siap kalah ngelawan gue…” kata Ray sok jago.
Rio noyor kepala Ray. “Oke, emang gue takut…” balas Rio.
Ray nyengir. Kemudian mereka berdua main pees di kamar Ray, hingga
beberapa saat akhirnya Ify datang memasuki kamar Ray dengan membawa
nampan berisi dua piring berisi nasi goreng buatan Ify.
“Kyaa… Kak Ify, loe kok tau sih kalo gue laper…” kata Ray langsung
nyamber satu piring nasi goreng yang ada diatas nampan yang baru saja
Ify letakkan di meja kecil yang ada di kamar Ray.
“Aishh, Ray, loe rakus amet sih jadi anak…” kata Ify.
“Lha, Fy, buat gue mana?” protes Rio ketika melihat hanya ada satu piring berisi nasi goreng disana yang Rio yakini punya Ify.
“Ya itu… Tuh tinggal satu buat loe…” kata Ify sambil tersenyum.
“Lha, loe nggak makan?” tanya Rio heran.
Ify menggelengkan kepalanya.
Rio langsung mengambil piring berisi nasi goreng itu kemudian
berjalan kearah Ray mengambil sendok yang Ray pakai buat makan secara
paksa. “Eh, Ray, loe kan sendirian makannya jadi dapet jatah paling
banyak dan loe harus sedikit ngalah sama apa yang gue minta. Nah,
mendingan loe makannya pake tangan aja, siniin tuh sendok… Ntar biar gue
pake makan, buruan…” kata Rio.
“Yee… Itu kan udah ada sendoknya. Emang mulut loe ada berapa? Cuman
satu aja kok sendoknya banyak… Nggak mau! Satu mulut satu sendok…” tolak
Ray.
“Elah, cerewet amet sih loe… Buruan kek. Atau mau loe gue tabok lagi
kaya yang waktu itu?” ancam Rio dengan mengancam Ray menabok kepalanya
dengan kamus yang ngebuat kepala Ray sakit banget sampe harus masuk
rumah sakit.
Akhirnya Ray ngalah dan ngasihkan sendoknya ke Rio.
Rio menerimanya kemudian ia berjalan kearah Ify dan duduk disebelah
Ify. “Kita makan berdua yah? Gue nggak mau loe sakit gara-gara telat
makan…” kata Rio santai sambil memberikan sendok bersih kearah Ify
sedangkan dirinya sendiri memakai sendok bekas mulutnya si Ray.
“Iya deh… Tapi itu sendok…” kata Ify memandang sendok yang dipegang Rio dengan jijik.
“Halah, nggak apa-apa… Bekas sendok calon adik ipar aja kok, nggak
ada masalah. Yuk, makan…” kata Rio asal nggak peduli sendok yang dibuat
makan itu bekasnya Ray atau bukan.
Ray mendadak keselek mendengar perkataan Rio. “Uhuk… Uhuk… Avuah?
Lhoh vilhangh avhah tahdih? Adih ihpal? Ih, ihtuh mah lhoh ajah yhang
khe vhahakhan ngahrep…” kata Ray berbicara dengan mulut yang penuh
berisi makanan. Terjemahan : Uhuk, Uhuk, loe bilang apa tadi? Adik ipar?
Ish, itu mah loe aja yang kebanyakan ngarep… *emang bisa gitu keselek mulutnya masih penuh makanan? Ih, aneh-aneh aja -__-*
“Diem deh loe…” kata Rio sewot.
Ray hanya cekikian nggak jelas, pipi Ify udah memerah banget kayak tomat.
Kemudian, diantara mereka saling diam-diaman hingga setelah mereka
selesai makan. Rio dan Ray melanjutkan main pees sedangkan Ify
menemaninya di kamar Ray sambil mainin HP-nya Rio. Rio berada dirumah
Ify hingga sore jam tujuh baru pulang kembali kerumahnya.
“Hati-hati ya, Yo, dijalan… Jangan ngebut ya…” kata Ify.
“Sip deh, cantik… Gue pulang dulu yah? Jangan begadang…” kata Rio sambil mencubit pipi Ify.
“RIOO…” Ify setengah berteriak ketika pipinya di cubit, hal yang tak Ify sukai.
“Hehehe… Yaudah, gue duluan yah… Bye…” pamit Rio kemudian menjalankan
motornya, membawanya pergi menuju kerumahnya. Rio dan motornya yang
keren itu sudah tak terlihat, Ify baru memasuki rumahnya kembali.
—
Kamar Ify…
Ify menatap pigura yang didalamnya terdapat photo dirinya dengan Rio
yang sedang rangkulan di taman kota. Ify memandang pigura tersebut
sambil senyum-senyum nggak jelas, tapi tiba-tiba ia merasa ada sesuatu
yang menjanggal di hatinya. Cukup aneh memang. Tapi Ify tidak terlalu
mempermasalahkannya dan memilih untuk tidur sesuai dengan kata-kata Rio
sebelum ia pulang dari rumahnya itu. “jangan begadang”
Ify berjalan ke ranjang tidurnya, merapikan bantal tidurnya, kemudian tidur dan menarik selimutnya.
Hingga beberapa saat, Ify sudah tertidur pulas.
—
0 komentar:
Posting Komentar