Selasa, 22 Januari 2013

Not Too Late : Chapter 2

NTL_Cover



Normal POV

Sinar matahari yang sangat menyilaukan memasuki celah-celah jendela kamar Ify. Perlahan Ify membuka matanya, sinar matahari yang menyilaukan mata itu membuat matanya tidak sepenuhnya terbuka. Ia duduk diatas ranjang tidurnya dan diam. Seolah menunggu nyawanya yang terbang bersama alam mimpinya itu terkumpul kembali. Yakin sudah merasa lebih baik, Ify beranjak dari ranjangnya dan menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama, hanya dalam lima belas menit Ify sudah selesai mandi dan berpakaian.
Sekarang, ia sudah duduk manis didepan meja rias di kamarnya. Menatap bayangan dirinya didepan cermin, mengamati setiap wajah, tubuh dan penampilannya sambil menyisir rambutnya dengan santai. Matanya melirik sekilas kearah jam dinding. 06.00. Setelah selesai, ia langsung memakai sepatu dan meraih tas sekolahnya. Kemudian ia turun kelantai dasar menuju ke ruang makan.

“Pagi Tante, pagi Om…” sapa Ify. Ia melihat Ira sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi sedangkan Saiful duduk diruang tengah yang sedang membaca koran ditemani oleh kopi kesukaan Saiful.

“Oh, Ify, ayo sini sarapan. Cakka sama Rio masih siap-siap tuh…” kata Ira.

Ify menanggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia menghampiri Ira. “Ify bantu ya, Tante…” tawar Ify. Melihat Ira menganggukkan kepalanya, Ify langsung membantu Ira menyiapkan sarapan pagi. “Hmm, Ify suka deh aroma nasi goreng buatan tante. Pasti rasanya enak banget…” kata Ify.

“Iya dong, masakan tante sih selalu enak…” kata Ira sambil tertawa renyah. Melihatnya, Ify ikut tertawa.

Kemudian terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Ify mengalihkan pandangannya kearah sumber suara, ia melihat Rio turun dan berpakaian sangat rapi seperti biasanya. Rio juga menoleh kearah Ify dan tepat pada saat itu mata mereka bertemu. Sekitar satu menit mereka bertatapan seperti itu, kemudian Rio sadar dan ia hanya tersenyum kecil kearah Ify tanpa mengatakan sesuatu. Rio berjalan mendekati arah meja makan dan duduk disalah satu kursinya. Rio duduk sambil mengeluarkan salah satu buku, sepertinya lelaki itu akan membaca buku-bukunya. Ify tahu, buku itu adalah buku Fisika. Mata pelajaran yang sama sekali tidak Ify sukai.

Ify tersadar, buru-buru ia mengalihkan pandangannya dari Rio. Ia sama sekali tidak sadar kalau sejak tadi ia terus mengamati Rio. Ya, lelaki itu pasti tahu kalo Ify memperhatikannya dari tadi. Pipinya memerah, ia benar-benar sangat malu. Untung saja Rio tidak melihatnya.

“Hayoo…” tiba-tiba Cakka menepuk pundak Ify, spontan hal itu membuat Ify kaget bukan main. Cakka tertawa melihat kekagetan Ify sedangkan Ify langsung menatap jengkel kearah Cakka. Wajahnya semakin memerah karena sedang menahan malu. “Wajah loe kenapa merah gitu?! Hahaha…” tanya Cakka menggoda.

Ify langsung membalikkan badannya ia tidak mau menatap Cakka karena hal itu akan membuatnya semakin salah tingkah. Sekarang posisinya berdiri dihadapan Rio, tidak sengaja Ify menatap Rio yang ternyata juga sedang menatapnya kemudian lelaki itu hanya tersenyum pada Ify sambil menggelengkan kepalanya lalu kembali dengan kesibukannya, membaca buku. Ify menyesali posisinya saat ini. Pasti Rio melihat wajahnya yang memerah itu. Ya Tuhan, memalukan!

“Hahaha…” terdengar kembali suara Cakka yang sedang tertawa, Ify yakin Cakka pasti menertawakannya. “Ify, Ify, loe kenapa salting gitu? Suka ya sama gue?!” goda Cakka lagi.

Ify membalikkan badannya menatap Cakka. “PD banget loe ngomong kayak gitu,” balas Ify mendengus. “Lagian dunia kagak sempit kok.” lanjut Ify.

“Sarapan dulu, jangan banyak ngobrol. Nanti telat lho…” kata Ira.

“Iya, Mah…” jawab Cakka.

“Iya, Tante…” jawab Ify.

Cakka langsung menarik kursi disebalah Rio sedangkan Ify didepan Rio. Ira kembali kedapur, membiarkan anak-anaknya itu sarapan lebih dulu. Selama sarapan pagi, ketiganya saling diam. Suasana hening tercipta diantara mereka. Hanya terdengar bunyi akibat gesekan-gesekan antara garpu dan sendok pada piring mereka yang mengisi keheningan itu. Cukup lama. Sampai akhirnya Ify yang memecahkan keheningan tersebut.

“Emm, hari ini gue berangkatnya sama siapa?! Sama Cakka atau sama Kak Rio?” tanya Ify kepada dua lelaki itu.

“Gue sama Shilla.” jawab Rio singkat. Sorot matanya menatap Ify dengan tatapan : Sorry, Fy.

“Oh, jadi gue sama Cakka lagi?” kata Ify yang menanyakan pertanyaan bodoh. Kalau bukan dengan Rio dengan siapa lagi kalau bukan Cakka?!

Sebagai jawaban, Rio hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian beranjak meninggalkan Cakka dan Ify disana. Ya, karena ia harus menjemput Shilla terlebih dahulu yang jarak dari rumahnya ke rumah Shilla lumayan jauh.

***

Dalam perjalanan menuju sekolah, Ify dan Cakka saling diam. Tidak. Bukan saling diam. Hanya saja saat ini Ify sedang malas berbicara. Cakka yang sejak tadi dicuekin oleh Ify berusaha menahan kesal dan penasarannya. Dalam benaknya, ia berpikir apa yang membuat gadis itu mendadak menjadi pendiam. Padahal beberapa hari ini gadis itu mulai ceria dan kenapa untuk hari ini gadis itu kembali diam?! Apakah ada yang salah dari dirinya sehingga gadis itu mendiaminya?!

“Fy, ngomong kek, perasaan dari tadi loe diem aja.” kata Cakka yang sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Ya, Cakka memang sedikit kesal bila ada orang yang bersikap cuek padanya. Seperti Rio.

Ify diam. Ia tak menyahut sama sekali. Sepertinya gadis itu sedang melamun dan tidak mendengarkan perkataan Cakka barusan.

“Ify!” seru Cakka.

Mendengar seruan Cakka, Ify kaget dan langsung menoleh kearah Cakka. “Eh, apa Kka?!” tanya Ify sambil tersenyum.

Cakka menoleh menatap Ify danmelihat Ify tersenyum. Ia tahu, senyum Ify bukan senyum seperti biasanya, senyum Ify kali ini terkesan dipaksa. “Loe kenapa dari tadi diem?! Sariawan?! Badmood?! Atau apa?!” tanya Cakka.

Ify tertawa kecil. “Sorry deh, gue sama sekali nggak ada maksud untuk nyuekin elo. Nggak tau deh kenapa tiba-tiba gue mendadak jadi diem gini…” balas Ify.

“Loe mikirin sesuatu, Fy?!” tanya Cakka.

Ify menaikkan bahunya. “Nggak tau deh, tapi kayaknya sih gitu. Cuma gue bingung apa yang gue pikirin tadi…” jawab Ify.

“Mikirin gue ya?! Hahaha…” kata Cakka menggoda Ify sambil tertawa.

Ify mencubit lengan Cakka. “Yaelah, Kka, elo mah orangnya PD banget sih?!” balas Ify sambil menatap Cakka yang sedang tertawa dan berkonsentrasi menyetir mobil. “Mending gue mikirin makanan aja lebih enak dari pada elo, hahaha…”

***

Shilla POV

Berjalan bersama menuju kelas bersama Rio membuatku cukup senang. Yap, Mario Stevano Aditya Haling. Kakak kelas yang selama ini aku sukai sejak aku menginjak bangku SMP. Orangnya sedikit cuek tetapi lelaki itu mempunyai otak yang sangat cemerlang. Sejak SMP, lelakiitu selalu mendapatkan juara satu umum. Hebat sekali bukan?! Hal itu membuatku sangat bangga dan tidak akan pernah menyesali perasaanku yang suka padanya. Aku memang tidak salah pilih.

Tiba-tiba Rio berhenti melangkah. Aku pun mengikutinya untuk menghentikan langkahku. Kutolehkan kepalaku untuk menatap wajahnya. Kulihat ia tersenyum sambil menunjuk suatu arah dengan dagunya. Aku pun mengikuti arah pandangku. Hei, ternyata sudah sampai didepan kelasku. Ah, dia memang sungguh perhatian padaku sampai-sampai dia mengantarkanku sampai kekelas. Mungkinkah dia juga menyukaiku? Kuharap seperti itu. Sikapnya berbeda jika dia sedang bersamaku. Dia lebih memberikan perhatiannya untukku. Tunggu, kalau begitu bolehkah aku mengharapkannya? Mengharapkannya menjadi milikku.

“Thanks, Kak, udah nganter gue sampe kelas.” kataku sambil menyunggingkan sebuah senyum manis khusus untuknya.

Kulihat dia membalas senyumku kemudian mengusap puncak kepalaku. Perlahan, Kak Rio mulai mendekatkan wajahnya kearahku. Astaga! Apa yang akan dia lakukan?! Apa dia akan menciumku?! Hei, kita bisa menskipnya dilain waktu aku sangat malu kalau harus melakukannya disini.

“Komedo loe cepet dibersihin tuh, udah numpuk…” bisiknya pelan.

Aku langsung membuka mataku. Yeah, tadi aku memejamkan mataku karena tadi aku mengira Kak Rio akan menciumku. Aish, menyebalkan! Ternyata dia sedang mengerjaiku. Kulihat Kak Rio menjauhkan wajahnya dariku sambil tersenyum kecil. Oh, senyumnya itu sungguh kusukai sejak pertama kali kubertemu dengannya. Senyumnya yang membuat siapa saja yang melihat senyum itu seakan merasa terhinoptis karena membuat yang melihat ikutan menjadi tersenyum juga.

Eh, apa katanya tadi?! Komedo?! Aish, memalukan! Kenapa aku tidak memperhatikannya sejak tadi. Sial.

***

Normal POV

Selama dalam proses pembelajaran, Ify sama sekali tidak berkonsentrasi. Pikirannya melayang kemana-mana, bahkan ia sendiri tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Aren —Sahabat Ify sekaligus teman sebangku Ify— bingung melihat Ify yang tumben-tumbennya seperti itu. Berkali-kali Aren bertanya pada Ify apa yang terjadi pada gadis itu tapi Ify selalu menjawab kalau dirinya tidak kenapa-kenapa. Sewaktu Ify disuruh oleh seorang guru mengerjakan soal dipapan tulis, Ify sama sekali tidak bisa menjawabnya. Alhasil, Ify mendapat hukuman untuk belajar diluar. Saat itu juga, Ify baru menyadari sesuatu.

“Loe kenapa, Fy?! Kok tumben-tumbennya loe jadi kagak semangat itu?! Ada masalah?!” tanya Ray. Muhammad Raynald Prasetya. Lelaki imut yang satu ini juga sahabat Ify.

Ify menyuruput es teh yang ia pesan. Yap, Ify bersama Aren dan Ray sedang berada dikantin sekolahnya. “Gue nggak kenapa-kenapa kok, Ray, nggak usah ngekawatirin gue, loe bisa lihat sendiri kan gue baik-baik aja.” kata Ify menjawab pertanyaan Ray.

Aren menaikkan alis sebelahnya. “Gue nggak yakin sama yang loe omongin. Loe bohong kan?! Cerita sama kita kek, Fy, kalo loe lagi ada masalah. Siapa tau kita bisa bantu loa untuk nyelesein masalah loe.” tawar Ray.

“Ify, bener apa yang Ray bilang tadi. Terus kalo loe emang baik-baik aja loe pasti nggak bakalan dikeluarin kayak tadi dan elo nggak mungkin dong mendadak jadi pendiem gitu.” kata Aren menimpali.

Ify mendengus. “Huh, ya terserah kalian deh mau percaya apa nggak. Toh gue udah bilang yang sebenernya sama kalian…” balas Ify.

Aren memajukan bibirnya beberapa centi kedepan. “Loe ngambek nih ceritanya,?! Yah, yah… Jangan dong, Fy.” kata Aren. Ray mengangguk-angukkan kepalanya tanda setuju.

Tepat pada saat itu pesanan makanan mereka bertiga datang. Bakso. Salah satu makanan kesukaan Ray dan Aren. Sambil memakan baksonya, mereka kembali melanjutkan obrolan mereka yang sempat berhenti.

Ray memutuskan untuk memulainya lebih dulu. “Yaudah deh kalo emang nggak mau cerita juga nggak apa-apa kok, Fy, kita juga nggak maksa. Ya nggak, Ren?!” Ray menyenggol lengan Aren dengan sikutnya. Saat itu Aren sedang sibuk makan bakso dan gara-gara Ray menyenggol lengannya, Aren sedikit tersedak dan hal itu membuat Ray tertawa. “Makan serius amet loe, Ren! Hahahaha…”

“Sialan loe, keselek nih gue!” kata Aren menoyor kepala Ray dan buru-buru menyuruput es tehnya.

Ify menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya itu. “Hmm, kalopun gue cerita sama kalian gue juga nggak tau apa yang mau gue ceritain sama loe berdua, gue aja bingung.” kata Ify menjawab pertanyaan Ray yang belum sempat Ify jawab tadi. Kemudian ia menatap kedua sahabatnya yang sedang menatapnya bingung.

“Aneh loe, Fy!” kata Ray dan Aren dengan kompak.

***

Siang harinya, Ify memilih untuk tidur siang dikasurnya yang empuk itu tetapi Ira menyuruhnya untuk berkumpul diruang tengah. Disana sudah ada Cakka, Rio, Ira dan Saiful. Mereka sudah duduk manis disana menunggu Ify. Begitu sampai disana, Ify membungkukkan badannya dan berkata mohon maaf atas keterlambatannya. Setelah itu Ify memilih duduk disebelah Rio tepat dihadapan Ira dan Saiful.

“Jadi begini, besok pagi Papa sama Mama berangkat ke Singapura, ada urusan kerja disana. Papa harap kalian bisa menjaga rumah dengan baik. Jaga Ify, jangan sampai kalian macam-macam sama Ify, pokoknya jangan sampai bikin Ify kenapa-kenapa. Papa sama Mama disana cukup lama. Sekitar tiga bulanan. Rio, Papa percaya sama kamu. Jagain adik-adik kamu ya?!” kata Saiful memulai pembicaraan.

“Tiga bulan?! Lama banget sih, Pah?!” kata Cakka yang terlihat cukup kaget.

Saiful tersenyum. “Namanya juga kerja, Nak, kalau ingin sukses kenapa tidak?!” jawab Saiful santai.

“Oh iya, nanti biar Mama carikan pembantu untuk sementara.” sahut Ira.

Ify menoleh kearah Ira. “Buat apa, tante? Beres-beresin rumah? Masak? Nggak usah deh, tante, biar Ify aja yang ngerjain itu semua. Ify bisa kok…” kata Ify menawarkan.

Ira menggelengkan kepalanya dengan cepat dan mengibaskan tangannya kekanan dan kekiri. “Jangan, Fy, biar tante cariin aja deh.” kata Ira.

“Nggak apa-apa, tante, kalo nyari pembantu sama aja pemborosan. Mending uangnya ditabung, lagian Ify sama Cakka dan Kak Rio pasti bisa kok ngurusin rumah.” kata Ify.

“Setuju sama Ify.” sahut Cakka sambil mengacungkan jempolnya.

“Yaudah, Mah, bener apa kata anak-anak. Lagian mereka kayaknya nggak keberatan gitu kok. Ya, sekalian mereka bisa belajar jadi anak mandiri…” kata Saiful.

Ira mengangguk bertanda kalau ia menyetujuinya. Selesai memberitahu hal itu pada Cakka, Rio dan Ify, Saiful dan Ira langsung meninggalkan ruang tengah dan menuju kamar untuk berkemas-kemas. Sedangkan Cakka memilih menuju kamarnya untuk menghabiskan waktu tidur siangnya. Ia merasa sudah benar-benar sangat ngantuk.

“Gue kekamar dulu, ya?! Ngantuk banget nih.” kata Cakka pada Rio dan Ify.

Rio dan Ify menatap Cakka sambil menganggukkan kepalanya. Melihat persetujuan dari Rio dan Ify, Cakka langsung berlari-lari kecil menuju kamarnya dilantai dua. Setelah Cakka sudah tidak terlihat lagi, Rio beranjak dari tempatnya dan memilih untuk keluar. Ify memperhatikan Rio yang keluar rumah. Iseng, Ify mengikuti Rio dari belakang. Penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh lelaki hitam manis itu.

Ify melihat Rio memasuki Mobil Toyota Yaris miliik lelaki itu. Ify mendekati Rio dan mengetuk jendela mobil. “Mau kemana, Kak?” tanya Ify.

Rio menurunkan jendela mobil dan menatap Ify. “Kerumah temen. Mau ikut?! Ayo masuk…” ajak Rio pada Ify.

“Boleh nih gue ikut?!” tanya Ify. Nada bicaranya terdengar sangat senang.

***

Ify POV

Aku memperhatikan Kak Rio yang memasuki Mobil Toyota Yaris. Kak Rio mau pergi? Pergi kemana? Apakah Kak Rio akan pergi kerumah Shilla? Tidak tahu apa yang merasuki saat itu, tiba-tiba aku berjalan mendekati arah Mobil milik Kak Rio dan mengetuk jendela mobilnya. Aku menyadari tingkahku yang seperti seorang gadis genit yang ingin tahu saja urusan orang lain. Tanpa sadar tiba-tiba aku menyuarakan suara. “Mau kemana, Kak?” tanyaku pada Kak Rio.

Beberapa saat, aku melihat Kak Rio menurunkan jendela mobilnya. Aku melihat ia sedang menatapku sambil tersenyum manis. Sangat manis. Oh, aku sangat menyukai caranya ketika sedang tersenyum. “Kerumah temen. Mau ikut?! Ayo masuk…” kata Kak Rio mengajakku.

“Boleh nih gue ikut?!” kataku. Senang sekali rasanya mendengar Kak Rio mengajakku keluar. Ya, daripada dirumah. Bosan.

“Masuk.” katanya sambil menunjuk kursi disebelahnya dengan dagu. Kak Rio menyuruhku masuk kedalam mobil. Tak perlu berpikir panjang, aku langsung masuk kedalam mobilnya. Kulihat ia sedang tersenyum kearahku. Hei, kau tahu? Aku selalu terpesona melihat lelaki hitam manis itu tersenyum. Menurutku senyumnya berbeda dari orang-orang yang selama ini kutemui. Senyumnya selalu membuat setiap orang yang melihat seakan merasakan sebuah kehangatan didalamnya. Tunggu, apa aku ini terlalu berlebihan? Ah, tidak! Aku hanya mengatakan yang sebenarnya tentang Kak Rio.

Kak Rio mulai menjalankan mobilnya kesuatu tempat yang tidak aku kenali. Sudah lama sekali aku meninggalkan Bandung dan aku sudah benar-benar lupa bagaimana pemandangan kota ini sewaktu aku masih berada disini. Mungkin sudah banyak perubahan. Ya, sepertinya begitu. Selama perjalanan, aku dan Kak Rio saling diam. Entah siapa yang memulai untuk memilih berdiam-diaman seperti ini, aku menjadi merasa kurang nyaman dengan suasana seperti ini. Kak Rio benar-benar sangat dinggin. Seperti sekarang, aku dicuekin oleh Kak Rio. Huh. Tiba-tiba, aku teringat Cakka saat aku dengan lelaki itu berangkat sekolah bersama. Pantas saja lelaku itu kesal karena ternyata dicuekin itu adalah hal yang paling menyebalkan.

“Kenapa diam?!” aku mendengar sebuah suara lembut telah menajakku berbicara. Aku tahu, peimilik suara itu adalah Kak Rio. Ya, siapa lagi kalau bukan dia? Jelas-jelas didalam mobilnya sekarang hanya ada aku dan dia saja. Aku senang karena Kak Rio mengajakku berbicara sampai-sampai aku lupa untuk merespon perkataannya tadi.

“Kenapa diam?!” kudengar ia mengulangi perkataannya yang tadi. Aku baru menyadari kalau aku belum sempat menjawab pertanyaannya.

Aku melirik kearah Kak Rio sekilas. Aku dapat melihat matanya yang sedang menatap kearahku. “Nggak apa-apa. Loe diem sih, Kak, ya gue kan jadi ikut-ikutan diem.” jawabku sambil tersenyum padanya.

Ia membalas senyumku kemudian kembali fokus pada jalan didepannya. Ia harus berkonsentrasi menyetir mobil, karena kalau tidak pasti akan kena tilang oleh polisi karena tidak mengemudi mobil dengan benar.

Beberapa saat, keheningan itu kembali tercipta antara aku dengan Kak Rio. Sungguh, aku sangat membenci hal seperti ini. Aku berharap dalam hati agar cepat sampai kerumah temen Kak Rio itu. Temen? Tunggu, kira-kira teman Kak Rio yang mana? Apa aku pernah bertemu dengan teman Kak Rio itu? Atau mungkin Kak Rio sedang menuju rumah Shilla?!

Shilla…

Nama itu. Nama pemilik seorang gadis cantik yang sepertinya sangat dekat dengan Rio. Aku memperhatikan mereka sejak kemarin yang terlihat sangat dekat. Apa mereka pacaran?! Tapi kalau mereka pacaran kenapa kemarin saat Kak Rio memperkenalkanku dengan Shilla, Kak Rio mengatakan bahwa Shilla adalah temannya. Atau mereka masih malu untuk mengakui statusnya yang sedang berpacaran? Mungkin saja. Tapi…

“Sudah sampe, turun yuk!” suara Kak Rio menyadarkanku dari lamunanku yang sudah kemana-kemana.

Aku menoleh kearah Kak Rio kemudian menatap kearah sekelilingku. Dimana ini? Kenapa Kak Rio mengajakku kemari? Tempat ini sangat berbeda jauh dengan yang kupikirkan tadi. Awalnya aku berpikir Kak Rio akan mengajakku kerumah temannya yang dapat kupastikan temannya itu tak beda jauh darinya yang termasuk dalam golongan orang-orang kaya. Tapi ternyata Kak Rio mengajakku kesebuah sungai yang sangat kumuh dimana pada pinggiran sungai itu terdapat beberapa rumah kecil yang terbuat dari kayu. Aku melihat beberapa anak kecil berlari kesana kemari sambil membawa sebuah kaleng yang berisi uang. Aku yakin mereka pasti anak-anak yang bekerja sebagai pengamen. Otakku berpikir, memangnya Kak Rio punya teman didaerah sini? Sepertinya aku sama sekali tidak melihat ada bangunan besar dan mewah didaerah sini. Apa Kak Rio berteman dengan para pengamen itu? Kagum sekali aku padanya. Ternyata Kak Rio berteman tidak memilih-milih.

“Mereka temen gue.” kata Kak Rio sambil menunjuk beberapa orang yang sedang didepan sebuah rumah kayu kecil sambil bergurau.

Aku menaikkan alis sebelahku. Benar kan apa yang kupikirkan barusan?! Kak Rio membuatku semakin kagum. “Gue kira loe temenan sama orang bakalan milih-milih. Ternyata gue salah. Bangga deh gue punya temen kayak loe, Kak.” kataku berkomentar tentang dirinya.

Ia tersenyum padaku. Kemudian ia mengusap puncuk kepalaku lembut. Ia sama sekali tidak merespon perkataan barusan. Ah, tapi aku senang dengan perlakuannya padaku barusan.

“Siang semua…” sapa Kak Rio kepada orang-orang yang tadi ditunjukkan oleh Rio.

Aku menoleh kearah mereka dan melihat wajah mereka satu-persatu. Wajah mereka masih terlihat  muda. Mungkin usianya sama denganku dan Kak Rio.

“Kak Rio…” seru beberapa orang itu sambil menghampiri Kak Rio kemudian memeluk Rio. Tapi hanya ada satu orang yang tidak melakukan itu, orang itu hanya tersenyum pada Kak Rio. Aku memperhatikannya sambil menyipitkan mata. Tunggu, sepertinya orang itu tidak asing lagi dimataku. Tapi dia siapa?! Kulihat dia menoleh kearahku kemudian ia memasang wajah terkejut. Hei, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Aku berpikir keras, berusaha untuk mengingat siapa orang itu.

“Mbak Ify?” sapa orang itu padaku. Wajahnya terlihat ragu.

Aku terkejut. Darimana dia tahu namaku?! Sepertinya kami memang pernah bertemu. Tidak mungkin dia tahu namaku kalau aku dan dia memang tidak pernah bertemu. AKu kembali berpikir untuk mengingat orang ini, tapi semakin aku memikirkannya semakin membuat kepalaku menjadi pusing. Aish…

“Kalian saling kenal?!” Kak Rio bertanya padaku dan orang itu. Aku menatap orang itu, meminta penjelasan.

“Kita pernah bertemu di Surabaya waktu orangtua Mbak kecelakaan. Saya yang menghubungi Mbak saat itu.” jelas orang itu.

Pernah bertemu di Subaya?! Mama dan Papa kecelakaan?! Dia yang menghubungiku?! Tunggu. Mungkinkah dia… A, Ag, Agni! Yeah, Agni! “Agni. Apa kabar?!” sapaku padanya sambil tersenyum. “Nggak nyangka deh kita bakalan ketemu lagi. Kok loe bisa di Bandung?!” lanjutku bertanya padanya.

“Waktu itu saya ikut Bapak ke Surabaya karena Bapak ada kerjaan. Bapak saya nggak mampu mengerjakannya sendirian jadi saya membantu Bapak saya kesana. Waktu kecelakaan Bapak saya yang menelpon Mbak tapi yang menjelaskan saya.” jelas orang bernama Agni itu.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanda mengerti. “Oh, gitu ya.” gumamku.

“Aku baru tahu kalau Mbak Ify ini ternyata kenal sama  Rio…” kata Agni.

“Agni, Ify lebih muda dua tahun dari kamu.” kata Rio menimpali.

Agni terkekeh. “Oh, hahaha…” kemudian tertawa.

“Pada ngomongin apa sih?! Aku nggak mudeng.” sahut seorang lelaki berwajah imut.

“Ini Ify, temen gue.” kata Kak Rio pada lelaki imut itu.

Ia tersenyum lebar padaku. “Aku Deva.  Mbak Ify cantik deh…” katanya. Oh, namanya Deva. Lucu sekali lelaki ini, aku sampai gemas melihatnya.

“Aku Ozy, Mbak…” kata orang lainnya, ia membungkukkan badannya.

“Aku Oik dan yang ini Acha.” kata seorang gadis cantik sambil menunjuk teman disebelahnya yang tak kalah cantik dari gadis itu.

“Senang bertemu kalian semua.” kataku pada mereka.

***

Normal POV

Malam harinya, dalam kediaman rumah Saiful yang sedang makan malam, Saiful kembali memberitahu suatu hal pada anak-anaknya dan juga Ify. “Besok Sivia juga pulang ke Indonesia. Jadi Ify ada temennya disini.” kata Saiful memulai.

“Sivia?!” Ify balik bertanya.

Cakka menoleh kearah Ify, membalas perkataan Ify barusan. “Sivia itu sepupu gue, dia chubby, putih, cantik lah…” kata Cakka pada Ify.

“Dia nginep disini juga Om, Tante?!” tanya Ify lagi.

“Iya, tadi tante udah nelpon dia. Tante nyuruh dia nginep disini biar kamu ada temennya.” jawab Ira.

“Makasih Om, Tante…” kata Ify sambil tersenyum lebar.

Selesai makan malam, Cakka mengajak Ify untuk menonton TV bersama. Awalnya Cakka juga mengajak Rio tapi lelaki itu menolak dengan halus karena ia sudah mempunyai alasan untuk belajar. Cakka sampai heran, kakaknya itu hobi sekali belajar?! Melihat buku pelajaran saja Cakka ogah-ogahan. Tiba-tiba terdenar suara ketukan pintu. Malam-malam siapa yang sedang bertamu kerumahnya?! Cakka bergegas membukakan pintu. Ternyata yang datang adalah Alvin. Seorang lelaki bermata sipit dan mempunyai wajah yang sangat tampan. Alvin ini adalah teman Rio.

“Kak Rio lagi belajar tuh, mending loe pulang deh, Kak, kagak betah kan loe dicuekin ama dia?!” kata Cakka.

“Ngusir gue nih ceritanya?!” sindir Alvin. Ia melihat Cakka nyengir kearahnya. “Ogah ah, boring dirumah. Gue temenin loe aja deh, loe lagi ngapain sih?!” lanjut Alvin.

“Idih, masih normal gue. Kagak mau deh gue ditemenin ama loe, Kak, lagian gue udah ada yan nemenin tuh, hehehe…” balas Cakka.

“Kata loe Rio lagi belajar.” kata Alvin sambil menaikkan sebelah alisnya tanda bingung.

“Ya yang nemenin gue itu bukan Kak Rio, tapi Ify?!” jawab Cakka.

“Ify?!” tanya Alvin. “Cewek yang biasanya berangkat sama loe itu?! Dia siapa sih?! Pacar loe ya, Kka?!” lanjut Alvin kebali bertanya.

“Maunya sih gue bilang ‘iya’ ke elo. Tapi faktanya ‘bukan’, hehehe…” jawab Cakka.

“Terus kalo bukan ngapain dia ngapelin loe?” tanya Alvin lagi.

“Dia kan emang tinggal disini, Kak, hedeh.. Emang Kak Rio nggak ngasih tau loe?!” jawab Cakka.

“Ha? Tinggal disini? Kok bisa sih?” tanya Alvin lagi.

“Perasaan dari tadi loe nanya-nanya ue mulu deh, Kak, selese gue jawab pertanyaan loe, loe malah tanya lagi ama gue…” balas Cakka.

“Ya nggak apa-apa dong, Kka, udah yok kenalin gue sama si Ify itu…” katta Alvin sambil menggeret tangan Cakka.

Cakka melepaskan tanggan Alvin. “Oke, asalkan loe jangan naksir sama dia, hahaha…” kata Cakka menyetujui.

Cakka mengajak Alvin ketempat Ify yang sedang asyik menonton TV. Kemudian sesuai yang Cakka setujui tadi, Cakka memperkenalkan Alvin pada Ify begitupun sebaliknya. Mereka bertiga akhirnya mengobrol dengan seru. Ify merasa nyaman dengan kehadiran Alvin disana. Alvin adalah orang yang menyenangkan. Sayang sekali, Ify sama sekali tidak tertarik dengan Alvin. Ia senang karena Ify merasa ia mendapatkan banyak teman. Tiba-tiba Cakka menyela obrolan Ify dan Alvin dengan memberitahu Alvin kalau sepupunya dari Paris akan datang ke Indonesia.

“Kak, besok sepupu gue dari Paris dateng kesini lho?!” kata Cakka pada Alvin.

“Terus?!” tanya Alvin yang sama sekali tidak minat mendengar cerita Cakka.

“Sepupu gue tuh cantik banget. Gue aja pernah naksir sama dia, hehehe…” kata Cakka berbicara jujur.

“Mukanya pasti kayak orang-orang bule gitu yah?!” Alvin bertanya.

“Nggak kok, orangnya biasa aja. Ya asli Indonesia lah mukanya, cantik deh pokoknya. Gue jamin kalo loe ketemu sama dia loe pasti bakalan naksir…” kata Cakka.

“Halah, gue mah males sama yang namanya cewek. Apalagi naksir gitu, bikin pusing!” kata Alvin.

“Lha kok gitu? Emangnya loe nggak pernah jatuh cinta, Kak?!” kali ini giliran Ify yang bertanya.

Alvin nyengir dan menggelengkan kepalanya. “Kagak. Gue sendiri aja kagak tau apa itu cinta?!” jawab Alvin sambil menggaruk-garukkan kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

“Huuu, payah loe!” sahut Cakka dan Ify barengan.

“Eh, Rio tuh!” kata Alvin sambil menunjuk Rio yang mendatangi mereka.

***

Rio POV

Aku mendengar keramaian dibawah. Suara orang sedang mengobrol dan bercanda tawa. Aku mendengar suara orang lain disana. Seperti suara Alvin. Mungkinkah orang itu Alvin?! Sedang apa dia kemari? Baiklah, lebih baik aku akhiri kegiatanku yang sedang belajar ini dan menghampiri sumber keramaian itu. Aku keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tengah. Nah, benar kan?! Ternyata memang Alvin.

“Kagak. Gue sendiri aja kagak tau apa itu cinta?!” Aku mendengar Alvin mengeluarkan suara sambil menggaruk-garukkan kepalanya.

Mereka sedang membicarakan apa ya?! Kenapa aku begitu sangat penasaran?! Cinta. Ya, mereka sedang berbicara tentang cinta. Mungkinkah Cakka dan Ify bertanya pada Alvin apakah lelaki itu pernah pacaran atau mungkin jatuh cinta? Ya, sepertinya mendekati kata-kata itu. Tiba-tiba terdengar kembali suara Cakka dan Ify bersamaan. Wah, kompak sekali mereka.

“Huuu, payah loe!”

“Eh, Rio tuh!” Alvin menujukku, ternyata ia menyadari kedatanganku. Aku tersenyum pada mereka semua. Kemudian aku berpikir untuk memilih duduk disebelah Ify. Gadis itu menggeser posisi duduknya, memberiku tempat untuk duduk disebelahnya. Ah, sepertinya dia bisa membaca pikiranku. Aku tersenyum lagi padanya.

“Seru banget kayaknya. Ngapain sih?!” tanyaku kepada siapa saja yang mau menjawab.

“Cuma ngobrol-ngobrol aja, Bro, lengkap deh orangnya kalo loe dateng.” sahut Alvin.

Aku tertawa kecil. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Astaga! Perasaan itu kembali muncul, perasaan apa ini?! Katakan padaku! Jangan hanya bisa muncul secara tiba-tiba saja! Beri aku petunjuk untuk mengetahui perasaan ini. Hei, perasaan ini bisa membuatku gila. Perasaan ini sangat aneh. Yap! Sangat aneh! Disisi lain aku juga senang bisa merasakan hal seperti ini. Perasaan itu selalu muncul beberapa hari ini. Entah, aku tidak tahu kenapa. Seperti yang kubilang tadi kalau rasanya sangatlah aneh, kadang membuatku nyaman kadang membuatku sesak. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku bisa merasakan hal ini? Aneh!

“Ngomong kek, Kak, jangan diem aja.” Ify menyenggol lenganku.

Aku menoleh kearah Ify yang sedang menatapku. Kualihkan pandanganku dari Ify kearah Rio dan Alvin. Mereka berdua juga sedang menatapku.

Ah, sial! Perasaan itu muncul semakin besar. Sebenarnya apa ini? Aish, aku bisa gila memikirkannya. Padahal aku yang merasakannya tapi aku sendiri tidak tahu apa yang sedang aku rasakan. Aish…

“Sorry, deh. Vin, ngapain loe malem-malem kesini?” tanyaku padanya.

“Main aja sih, boring dirumah…” jawab Alvin. Ia menatapku. “Loe udah selese belajar? Tumben jam segini udah selese? Biasanya sampe jam dua belas malem pun loe masih belajar.” lanjut Alvin.

Aku hanya menanggapi perkataannya dengan senyuman kecil. Perasaan itu kembali muncul semakin besar saat aku melihat Ify kembali berbicara bersama Cakka dan Alvin.

Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa aku merasakan hal seperti ini?!

***


To Be Continued

0 komentar:

Posting Komentar

 
~ 신혜린 ~ Blogger Template by Ipietoon Blogger Template