Title : Fangirl
Author : Nurzaita (@AiYmm257_)
Genre : Fantasy maybe
Length : Oneshoot
Rate : General
Cast : You and Your Bias.
Desclaimer : terinspirasi dari sebuah akun twitter (@FanGirlThingINA) dan kata-katanya saya ambil dari saya. Eits, saya udah ijin loh! ^^
***
Fangirl. Sebuah kata yang sudah tidak asing lagi didengar oleh kebanyakan makhluk sosial yang tinggal dibelahan bumi ini. Khususnya bagi para gadis remaja yang akan selalu bersemangat membicarakan seseorang yang diidolakan. Seperti aku. Ya, aku adalah fangirl. Seperti yang sudah kubilang, aku adalah fangirl. Fangirl dari sebuah artis dari negara lain yang kini sedang panas-panasnya dibicarakan oleh beberapa remaja di Negaraku. Sebenarnya, aku tidak terlahir sebagai seorang fangirl hanya saja disuatu hari lalu seseorang luar sana menarikku untuk terjun kedunianya, membuatku seakan terlahir sebagai seorang fangirl. Seorang fangirl yang sangat mengilainya serta jatuh hati padanya.
Siapa yang tidak kenal dengan artis-artis —yang terkenal dan bisa dikategorikan sebagai artis yang sukses— dibawah naungan agensi ternama di Korea Selatan? Seperti SM Entertainment, YG Entertainment, JYP Entertainment, Cube Entertainment dan beberapa agensi lainnya yang terkenal. Masing-masing agensi mengeluarkan artis-artis yang sangat berbakat dan artis-artis itu tentunya memiliki cara tersendiri untuk membuat beberapa orang terpikat dengan mereka. Hingga akhirnya, mereka dijadikan sebagai bias oleh seorang fangirl.
Akupun memiliki bias. Ah, apa kalian mengerti maksudku? Bias? Bias itu artinya Idola dan Biasku sendiri itu sangat banyak. Bahkan beberapa Fangirl lain di Indonesia mungkin memiliki jumlah bias yang sangat banyak dariku. Seperti teman-temanku didunia maya. Tentu saja teman dunia mayaku yang sama-sama mengidolakan artis-artis Korea. Ya, di Indonesia ini sekarang memang lagi demam Korea. Kadang kami —aku dan fangirl lain— sering bertengkar kecil-kecilan hanya untuk memperebutkan seorang bias. Aneh memang, tapi aku sangat menikmati semuanya. Dalam pertengkaran itu sama sekali tidak ada rasa emosi, kekesalan ataupun kebencian yang ada hanyalah rasa kenyamanan dengan seorang fangirl lain. Aku bisa merasakan hatiku yang sangat bahagia mengobrol dengan temanku sesama Fangirl. Yang kutahu tentang Fangirl, kesendirian, meskipun baru kenal dengan Fangirl lain pasti keduanya langsung menjadi akrab hanya gara-gara membicarakan satu topik yang membahas tentang… Bias! Jadi, jangan heran jika menjumpai hal semacam itu dan untuk teman fangirl, bahkan jika demam korea berakhir di Indonesia, mereka tetaplah saudaraku dan kita tetap keluarga. Selamanya.
Fangirl juga merupakan seseorang yang tidak bisa memiliki sosok yang diinginkan, tapi tetap tak berhenti berusaha, meski hanya untuk dapat menyentuhnya. Menyedihkan sekali bukan? Tapi hal itu sama sekali tidak membuat semangat fangirl hilang begitu saja. Tidak! Bias memang tidak nyata ketika fangirl tengah membutuhkan semangat, tetapi hanya dengan mendengar suaranya saja membuat semangat fangirl kembali datang. Karena suara bias merupakan salah satu keajaiban, sumber semangat dan segala-galanya. Dan satu hal lagi, bias itu bagaikan oksigen untuk seorang fangirl.
Sekarang, aku sedang duduk dibangku kelasku. Menyibukkan diri untuk berkutat dengan sebuah ponsel yang terus menjelajah untuk mencari info terbaru seputar K-Pop. Inilah kebiasaanku. Jika dikelas sedang ada jam kosong, selalu kugunakan waktu yang luang itu untuk menjelajahi dunia mayaku. Entah itu hanya untuk mengobrol di Facebook dengan fangirl lain, saling mentionan dengan fangirl lain melalui twitter, ataupun smsan dengan fangirl lain. Aku juga suka sekali membaca fanfiction dengan main cast biasku sendiri, aku juga sering memandang wallpaper ponselku yang memakai foto biasku.
Tiba-tiba aku merasa ponselku sedikit bergetar, aku memandangnya sebentar lalu membuka ponselku dan aku melihat sebuah nama tertera disana. Nama seseorang yang selama ini menjadi bagian dari hidupku, seseorang yang sangat berarti untukku, dia adalah sahabatku, saudaraku dan aku sangat menyayanginya. Dia adalah seorang Fangirl, sama sepertiku.
‘Chingu, tiga bulan lagi ada Konser Artis Korea di Jakarta. Nonton gak? Siap-siap nabung nih!’
Hatiku mendadak senang dan sesak begitu membaca pesan singkat itu. Aku senang karena itu artinya artis korea datang ke Indonesia untuk berkonser dan aku merasa sesak karena aku yakin orangtuaku tidak akan mengizinkanku untuk menonton konser semacam itu. Entah apa yang harus kulakukan sekarang, perasaanku sungguh campur aduk. Dua perasaan yang kusenangi dan tidak kusenangi itu bercampur menjadi satu.
‘Nggak tau, chingu, aku sih pengennya dateng tapi jauh banget! Surabaya-Jakarta loh! Huh, doain aja ya chingu semoga orangtua ngijinin buat nonton ^^’
Aku membalas pesan dari ‘chinguku’ itu dan langsung memasukkan ponselku kedalam tas. Aku benar-benar malas jika sudah membahas tentang adanya konser artis korea yang diselenggarakan di Indonesia. Bukan. Bukannya aku tidak senang, hanya saja… Ah, kurasa kalian mengerti maksudku. Ya, aku hanya merasa sesak karena sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah bisa mengunjungi konser semacam itu dan kalian mengerti maksudku bukan? Itu artinya aku juga tidak akan pernah bisa bertemu dengan bias.
Tuhan, tolong aku, kumohon buatlah orangtuaku menginjinkanku untuk menonton konser itu. Sekali saja dalam hidupku pun tak apa dan itu sudah cukup membuatku merasa sangat bahagia. Aku ingin menjadi bagian lautan fans dikonser itu, di konser biasku, kumohon! Untuk kali ini saja. Ijinkan aku melihat secara langsung sosok yang selama ini hanya kukagumi dalam sebuah foto didalam dompet, foto dalam sebuah wallpaper ponsel dan laptop, lukisan, fanfiction, lagu serta video yang memenuhi isi laptop, ataupun dalam mimpi-mimpiku. Ijinkan aku melihatnya secara nyata. Kali ini saja…
Bias. Entah apa yang membuatku sangat mengaguminya, menyayanginya dan mencintainya. Mungkin karena bias merupakan sumber semangatku, sumber kegilaanku, sumber dari setiap senyum dan tangisku, mimpiku, inspirasiku. Semua hal yang berhubungan dengan bias akan selalu kusukai.
“Oi, kenapa?”
Aku menolehkan kepalaku cepat kearah sumber suara dan mendapati teman sebangkuku sedang menatapku bingung. Mungkin saat ini raut wajahku yang terlihat sedih sangat terlihat jelas sehingga membuat temanku yang cukup dekat denganku sedikit merasa kawatir. “Nggak apa-apa. Cuma lagi galau aja nggak bisa nonton konser—”
“Korea? Bener kan?” temanku menyela dan menatapku datar.
Aku menganggukkan kepalaku. “Hem, gitu deh!” jawabku. Aku sudah tahu respon yang akan diberikan temanku itu.
“Korea lagi, Korea lagi!” ucapnya datar kemudian meninggalkanku.
Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Benar kan? Aku sudah menduganya sejak awal. Memang, sebagian besar teman-teman disekolahku tidak terlalu suka dengan hal-hal berbau ‘Korea’. Menyebalkan sekali, bahkan kadang-kadang aku merasa sendiri dan tidak mempunyai seorang teman. Mungkin mereka bosan denganku yang selalu membahas semua hal yang berbau ‘Korea’. Tetapi dengan adanya seorang teman fangirl dalam dunia mayaku aku tidak lagi merasa sendiri. Bahkan kalau boleh jujur, aku lebih terbuka dengan teman fangirlku didunia maya daripada temanku sendiri dalam dunia nyata.
Aku terdiam. Kutundukkan wajahku dalam-dalam lalu mengusap wajahku. Pikiranku masih melayang. Aku sudah memikirkannya. Memikirkan tentang konser itu. Sungguh, aku ingin sekali mendatangi konser itu dan kini tekatku sudah bulat.
***
“Please, Mah, ijinin buat nonton konser itu, kali ini aja.”
Aku memohon kepada Ibuku agar beliau mengijinkanku menonton konser itu. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Ibuku sama sekali tidak memberikanku izin untuk menonton konser itu. Lenyaplah sudah semua mimpi-mimpiku untuk bertemu dengan seorang bias yang sangat kukagumi. Saat itu juga ingin rasanya aku menangis, menumpahkan semua rasa kekesalan serta kesedihan yang sudah kupendam selama beberapa tahun karena tidak pernah mendapatkan izin untuk menonton konser biasku. Selama ini hatiku menangis. Menangisi hidupku yang kurang beruntung karena tidak bisa bertemu dengan bias, menangisi hidupku yang terlalu mendapat aturan terlalu ketat oleh kedua orangtuaku, menangisi perasaanku yang cemburu ketika membayangkan beberapa fangirl datang memenuhi konser itu. Tersenyum dan menangis bahagia didalamnya. Aku juga ingin merasakannya. Sungguh. Aku ingin sekali, walau hanya satu kali tapi itu sudah sangat berharga untukku dan akan menjadi kenangan termanis yang kusimpan dalam memoriku.
“Jakarta itu jauh! Kalo disana kamu sama siapa? Kita gak punya sodara disana!” Ibuku berkata dengan nada membentak.
Kumohon. Jangan keluarkan air mata ini didepan Ibuku. Kumohon kuatkanlah aku beberapa saat lagi. Kumohon. “Mah, disana aku nggak sendirian. Aku punya banyak temen!” ucapku memelas.
“Sekali ‘NGGAK’ tetep ‘NGGAK’! Harus berapa kali Mama bilang?!”
“Mah…”
“Nonton konser kayak gitu cuman buang uang aja! Nggak ada gunanya! Mending uangnya kamu kumpulin buat beliin kebutuhanmu yang lain yang lebih berguna! Emangnya setelah nonton konser itu apa yang bisa kamu dapatkan?! Huh?! Nggak ada kan?! Mendingan liat di TV aja lebih puas!” Ibuku berkata panjang lebar. “Sudah sana masuk kamar!”
Perkataan Ibuku barusan sudah sering kudengar setiap kali aku meminta izin untuk menonton konser itu. Walaupun sudah sering mendengarnya, aku selalu ingin menangis. Kata-katanya begitu menohok hatiku, sangat membekas dan menimbulkan rasa sakit luar biasanya didalamnya. Nyeri sekali. Rasa kekecewaan kembali menyerang saat itu juga. Harapanku kali ini sudah benar-benar lenyap. Aku tidak bisa bertemu dengan bias. Mungkin sampai kapanpun juga aku tidak akan bisa bertemu dengan bias. Tiba-tiba aku jadi teringat dengan perkataan temanku.
‘Jangan terlalu banyak ngayal deh! Dia tuh sama sekali gak nyata! Hati-hati, jangan karena terlalu terobsesi jadi kayak gitu. Bisa-bisa ntar kena tekanan batin lho!’
Berlebihan mungkin tapi apa salahnya jika aku hanya berharap satu hal saja. Sesuatu yang sangat kuinginkan sejak dulu. Sesuatu yang tidak bisa kudapatkan. Sesuatu yang hanya bisa kurasakan dalam sebuah mimpi. Sesuatu yang tidak bisa kurasakan secara nyata. Bersamanya. Bersama bias. Bersama fangirl yang saling berbagi rasa kebahagiaan.
Tes! Aku menangis! Aku sudah tidak bisa menahan air mataku yang dengan susah payah kucoba menahannya keluar.
Mungkin saat ini aku memang belum beruntung. Tapi suatu saat nanti, aku berjanji dan aku yakin, aku bisa bertemu dengan sosoknya, disana. Dinegaranya. Bertemu langsung dengannya. Berbicara dengannya. Ini bukan khayalan, aku yakin suatu saat nanti semuanya akan terjadi. Aku hanya perlu menunggu waktu yang tepat.
***
Suasana ruangan itu terasa sangat menegangkan. Aku sedang duduk diruang keluarga bersama Ayah dan Ibuku. Kulihat, kedua orangtuaku masih terdiam. Kurasa mereka masih sibuk dengan pikirannya masing-masing, mungkin sedang menyusun kata-kata yang hendak diucapkannya untukku. Aku merasa tanda-tanda buruk. Ah, maksudku sesuatu yang tidak kuinginkan membuatku menjadi sangat gelisah saat itu juga.
“Maafkan Papa sama Mama selama ini ngelarang kamu untuk nonton konser itu.” Ayahku mulai membuka suaranya.
Dengan takut-takut aku mendongakkan kepalaku, menatap wajah Ayahku dengan penuh tanda tanya. Aku masih belum mengerti ucapan Ayahku. Tetapi aku mengerti maksud ucapannya, Ayahku kembali memarahiku karena kembali meminta sesuatu —yang sangat kuinginkan— yang sangat konyol menurut pendapatnya. Kulihat wajah Ayahku terlihat sangat bingung begitupun juga dengan Ibuku.
Aku diam. Aku tidak bersuara. Aku terlalu takut. Dan aku kembali menundukkan wajah.
“Papa dan Mama menginjinkanmu menonton konser itu asal dengan satu syarat.” kata Ayahku.
Aku membeku sejenak. Tubuhku bergetar mendengar perkataan Ayahku barusan. Yang tadi itu, benarkah Ayahku yang mengatakannya? Ayahku mengijinkanku menonton konser itu? Ya Tuhan, sungguh aku benar-benar tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana bahagianya perasaanku saat itu. Yang pasti aku hanya perlu memastikan apakah itu benar-benar Ayahku yang mengatakannya, apakah itu benar suara Ayahku, apakah itu semua bukan mimpi?
Aku masih diam. Mungkin karena terlalu kaget dengan keputusan yang Ayah buat.
“Papa menginjinkanmu, Nak.”
Benar, itu memang suara Ayahku. Ya Tuhan. Beliau mengijinkanku? Semua mimpiku tercapai. Memang, hidup bukan hanya untuk bermimpi, tapi percayalah berhenti bermimpi sama saja memutuskan nadi sang hidup. Teruslah kejar mimpi-mimpi itu, suatu hari nanti jika bermimpi disertai dengan sebuah usaha pasti akan menghasilkan sesuatu. Sesuatu yang pastinya akan membuat kita merasa bahagia. Bahkan menangis bahagia.
“Papa~” aku tersenyum bahagia dan menangis karena terharu dan senang.
“Asal kamu harus mendapat nilai teringgi semester ini dan semester yang akan datang. Buat kami bangga!” kata Ayahku.
Aku menganggukkan kepalaku dengan semangat. Kuhampiri Ayah dan Ibuku, aku langsung memeluknya dengan erat begitu sudah dekat dengan mereka. Ya Tuhan, terima kasih. Aku senang karena kau mendengarkan doaku. Kau telah membuat orangtuaku menginjinkanku menonton konser itu. Terima kasih.
Bias. Tunggu aku.
***
Menabung. Itulah beberapa akhir ini. Kedua orangtuaku memang mengijinkanku menonton konser, bukan berarti tiket yang akan aku beli bisa aku dapatkan dari kedua orangtuaku. Semenjak orangtuaku mengijinkanku untuk menonton konser itu, aku tidak pernah berhenti tersenyum. Aku terus membayangkan bagaimana bahagianya perasaanku bertemu langsung dengan biasku.
Tuhan memang adil. Aku tahu itu. Tuhan mendengarkan semua doaku yang selalu aku ucapkan selama ini.
Sekarang, aku berdiri diantara kerumunan orang-orang. Berdesak-desakkan hanya untuk mendapatkan sebuah tiket. Ya, aku sedang berada di Jakarta untuk membeli tiket. Tubuhku terpental kesana-kemari karena banyak sekali para fangirl disana mencoba mendapatkan tiket yang jumlahnya sangat terbatas. Tanpa sadar aiir mataku kembali keluar. Bagaimana jika aku tidak mendapatkan tiket itu? Sia-sia kedatanganku kemari berdesak-desakan dengan fangirl lain untuk mendapatkan tiket jika tidak mendapatkannya. Tuhan, permintaan keduaku. Tolong, dengarkan doaku, sisakan aku tiket agar aku bisa melihat biasku. Kumohon.
Untuk kedua kalinya. Tuhan mendengar doaku dan mengabulkannya. Aku menangis saat itu juga. Tentunya menangis karena rasa bahagia.
Tinggal satu langkah lagi. Aku akan bertemu dengannya. Dan dia akan menatapku walau hanya sebagai seorang… Fangirl.
Tiba-tiba mataku menangkap sosok seorang gadis yang seusia denganku. Kuhampiri gadis itu. Dia menangis. Melihatnya seperti itu, aku sudah dapat menebak apa yang terjadi dengannya. Kukeluarkan sapu tanganku dari dalam tas dan kuulurkan padanya. Aku dapat melihat raut wajahnya yang bingung dan datar. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman. “Jangan menangis, masih ada kesempatan lagi dilain waktu.” ucapku.
Gadis itu menganggukkan wajahnya. Ia menerima sapu tangan dariku lalu mengusapnya. “Gomawo. Kamu dapet tiketnya? Beruntung sekali~”
“Jangan sedih, aku yakin kamu akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari ini. Jangan menyerah dan bersedih lagi! Fighting!” kataku sambil mengepalkan tanganku keudara.
Perbincangan antara kami terus berlanjut. Tanpa kuduga, ternyata dia adalah teman dunia mayaku dan teman smsanku. Masih ingatkah dengan teman yang mengirimkanku pesan singkat yang mengatakan akan ada konser artis korea? Ya, dialah orangnya. Memang sungguh tidak kuduga sebelumnya. Pada kenyataannya, dia sangat menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan secara nyata daripada secara maya. Aku juga tidak menyangka bertemu beberapa teman fangirl lain didunia maya secara nyata.
Dan kami langsung akrab layaknya saudara.
***
Hari yang kutunggu sudah datang. Konser diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sangat menakjubkan! Saat lampu dimatikan, berbagai macam lightstick yang berwarna-warni memenuhi bangku penonton sebagai perwakilan atas artis-artis yang tampil saat itu. Teriakan para fans terdengar begitu histeris dan heboh mengelu-elukan nama bias masing-masing. Aku tidak tinggal diam, aku juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh fangirl lainnya. Sebagian besar yang menghadiri konser ini memang fangirl. Aku berhasil meraih mimpiku untuk menjadi bagian lautan dari sebuah konser dengan lightstick yang bergoyang kesana-kemari.
Konser terus berlanjut hingga larut malam. Kini saatnya penampilan biasku. Dia bernyanyi solo. Menyakikan lagu terbarunya. Aku hanya diam terpaku memandangnya. Aku terkena virusnya yang terlalu mempesona. Bahkan aku tidak bisa berkedip melihatnya. Ya Tuhan, benarkah ini nyata? Aku bertemu dengannya? Biasku? Yang tinggal jauh dari daerah tempat tinggalku. Kini dia sedang berada didepanku, bernyanyi dan tersenyum pada semua orang.
Dia melihat kearahku… Ah, tidak! Maksudku melihat kearah fangirl yang terus menggoyang-goyangkan lightstick yang dibawa.
Kulihat dia tersenyum kearah para fangirl. Senyumnya selalu manis bahkan jika dilihat secara nyata terlihat jauh lebih manis. Aku juga melihat dia berjalan mendekat kearah ditempatku. Sekarang, dia berdiri didepanku. Tepat didepanku.
Tes! Aku menangis saat itu juga. Ketahuilah, semenjak menjadi seorang fangirl, air mata sepenuhnya terdiri bukan dari air dimata yang fangirl miliki tapi air mata dimana biaslah sumber utamanya. Seperti yang kurasakan, aku menangis karenanya, karena bias. Bukan menangis karena kecewa melainkan karena rasa bahagia yanng teramat sangat.
Secara diam-diam aku mencoba untuk mencubit tanganku sendiri seolah memastikan bahwa yang kulihat dan kurasakan kini adalah nyata. Ya, walaupun hanya mimpi aku berharap aku tidak akan pernah bangun. Semuanya terlalu indah. Tangisku semakin deras begitu dia menarik tanganku.
Ya Tuhan, kejutan apa lagi yang aku dapatkan sekarang? Dia menarik tanganku dan membawanya keatas panggung yang langsung disambut oleh teriakan heboh para fans dan tatapan iri yang ditunjukkan padaku. Dia. Biasku. Menarik tanganku keatas panggung. Berbagai sorotan lampu dari segala arah langsung menyerbuku begitu aku pertama kali menginjakkan kaki keatas panggung. Kulihat tanganku yang dingin sedang digenggam olehnya.
Ini seperti mimpi.
Mataku semakin memanas dan terus mengeluarkan air mata. Aku terlalu bahagia dan seperti yang sudah kukatan, aku tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana rasa bahagia yang kurasakan saat ini. Bahkan saking bahagianya, aku sampai menangis. Ya, menangis bahagia. Dia juga menghapus air mataku, membelai rambutku, tersenyum padaku dan diakhiri dengan memelukku. Aku… Merasa ingin pingsan saat itu juga.
“Aku mencintai fans Indonesia. Kalian semua sangat cantik. Saranghae.” dia mengakhiri penampilannya.
Selamanya, aku akan tetap mengingat semua kenangan ini. Semuanya yang baru saja terjadi adalah sejarah dalam hidupku yang sampai kapanpun tidak akan pernah kulupakan. Fangirl itu ternyata sangat menyenangkan. Menjadi fangirl bukan tentang apa yang akan kita dapat ketika semua berakhir, tapi tentang apa yang kita raih selama kita menjalani ini. Semuanya berjalan begitu saja dan aku mengangga semua kejadian ini sebuah keberuntungan. Keberuntungan teresarku.
***
Saat-saat itu masih tidak bisa kulupakan. Saat-saat dimana aku mendatangi sebuah konser biasku untuk pertama kalinya. Tidak terasa, waktu berjalan dengan begitu cepat. Lima tahun telah berlalu dan kini aku telah menginjakkan kaki di negara yang sangat ingin kudatangi. Korea Selatan. Aku datang kemari bersama keluargaku dengan maksud untuk berjalan-jalan, awalnya mereka —orangtuaku— mengajakku ke Paris tetapi aku menolak dan memaksa untuk ke Korea saja.
Aku buta soal jalanan yang berada di Korea. Hal itulah yang membuat tersesat sekarang. Aku mulai panik dan bingung. Kumasukkan tanganku kedalam tasku dan mengaduk isinya dengan cepat. Sial! Aku tidak membawa apa-apa. Ya, ponsel mungkin. Sekarang aku tidak tahu siapa yang ingin kuberitahu. Apalagi mengingat aku sama sekali tidak bisa berbahasa korea.
Berdiri disebuah gang kecil yang tampak sepi. Langit pun mulai gelap. Rasa takut yang menyelimutiku semakin menjadi-jadi. Ya Tuhan, apa yang kulakukan sekarang?
BRUK!
“Kyaaaa!”
Aku menjerit secara spontan begitu mendapati benda yang begitu keras menubruk tubuhku, membuat keseimbanganku menghilang dan terjatuh ketanah. Wajahku menunduk dalam. Ketakutan. Sial, apa lagi sekarang? Apakah setelah ini aku akan diculik lalu dijual keluar negeri? Atau aku akan dibunuh? Diperkosa? Tidak! Jangan sampai semuanya terjadi.
“Joesonghamnida.” seseorang menyentuh pundakku yang langsung kutepis tangannya dengan kasar tanpa melihat wajah orang itu.
“…”
Aku kembali mendengar orang itu kembali berbicara dalam bahasa yang sama sekali tidak kumengerti. Korea, tentu saja. Aish, payah! Apa orang ini tidak bisa membedakan bagaimana orang Korea asli dengan yang tidak? Payah!
“Penculik! Penculik!” aku kembali berteriak sambil menutup wajahku dengan kedua tangan. Ini menegangkan! Tuhan, tolong berikan aku keselamatan.
“…”
Bodoh! Aku lupa aku sedang berada di Korea. Bagaimana ini? Mana mungkin ada orang yang mengerti dengan perkataan barusan. Apa yang harus kulakukan? Aku masih ingin hidup. Aku masih ingin bersama keluargaku dan membahagiakannya. Aku masih ingin menatap seseorang yang kusayangi, seseorang yang selalu membuatku tersenyum walau tidak nyata. Bias. Entah kenapa pikiranku langsung melayang kemana-mana. Memikirkan bahwa setelah ini bias akan datang menyelamatkanku dari orang asing ini seperti yang ada dalam drama korea yang pernah kutonton. Tapi itu mustahil.
“…”
Aish, orang ini benar-benar menyebalkan! Aku benar-benar tidak habis pikir ternyata orang Korea sanat menyebalkan dan menakutkan! Kudongakkan kepalaku dan tanganku langsung bergerak aktif memukuli tubuhnya yang —entah sejak kapan— sudah berjongkok didepanku dan menatapku dengan wajah kawatir dan rasa bersalah.
“Ya! Ya!”
Seketika gerakanku terhenti begitu saja begitu melihat pemandangan didepanku.
Orang itu…
“Kamu…” aku membulatkan mataku dengan mulut ternganga lebar.
Jika awalnya aku berkhayal dengan mengharapkan seorang bias datang menyelamatkanku dari orang asing ini. Tapi pada akhirnya aku melihat sebuah kenyataan bahwa biasku telah berada dihadapanku. Biasku yang sebelumnya sudah membuatku sangat ketakutan.
Tuhan memang mempunyai rencana yang selalu mengejutkan.
Keberuntungan kembali kudapatkan. Ini kedua kalinya aku bertemu dengannya. Dengan biasku. Tuhan, biarkan waktu berhenti kali ini saja. Aku ingin merasakan betapa bahagianya perasaan ini begitu bertemu dengannya. Kumohon, andaikan jika aku bisa…
Aku menyerukan namanya dengan cukup keras.
“Fangirl?” dia bertanya padaku.
Ya Tuhan. Dia bertanya padaku. Dia berbicara padaku. Sebagai jawaban aku menganggukkan kepalaku dengan semangat. “I’m your big fans and I’m from Indonesian.” ucapku antusias.
“Really? Nice to meet you. I love you.” dia mengusap rambutku pelan.
Aku tercengang dengan perlakuannya barusan. Apa ini mimpi? Dia mengusap rambutku dan tersenyum padaku. Lalu dia berkata… Mencintaiku?! Ah, tunggu, tentu saja dia mencintaiku sebagai seorang fangirl, bukan sebagai seorang gadis dimatanya. Entah datangnya dari mana, dadaku sesak. Mengetahui bahwa bias memang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa kumiliki.
“Wait!” aku menahannya yang hendak pergi meninggalkanku. Aku menelan ludahku dengan susah payah. Tiba-tiba terlintas bayangan lima tahun lalu, dimana aku mendatangi konsernya dan dia menarikku keatas panggung. Membuatku nangis bahagia selama seminggu berturut-turut. “Do you remember me?”
Bias hanya terlihat menaikkan sebelah alisnya dan menatapku bingung. “Who are you?”
Hatiku mencelos begitu mendengar perkataan yang terlontar dari bibirnya. Dia bilang apa? Tidak mengingatku? Apakah aku sama sekali tidak berarti untuknya? Ah, tunggu! Apa-apaan aku ini? Kalau dipikir-pikir, mungkin dia memang tidak mengenaliku. Mengingat begitu banyak orang yang menganguminya. Jadi tidak mungkin dia mengingat semua orang yang pernah ditemuinya dalam waktu singkat. Benar bukan? Oh, ayolah.. Cobalah mengerti dan berpikir positive. Aku yakin, seyakin-yakinnya pasti setiap bias sangat menyayangi penggemarnya.
“Concert in Indonesian five years ago, you took my hand and led me onto the stage. Do you remember it?” entah kenapa aku terus mencoba untuk membuatnya mengingatku pada kejadian lima tahun lalu.
Kulihat bias sedang memikirkan sesuatu yang kurasa sedang mengingat tentang kejadian yang kuceritakan barusan. Ya Tuhan, semoga dia mengingatnya. “I remember the concert. But I’m sorry because I’m not remember you. I’m really sorry.”
“Gwenchana. Oppa, saranghae.” kataku berkata menggunakan bahasa Korea. Yah, walaupun terdengar aneh karena dalam pengucapannya masih ada logat Indonesianya. Tak apa, semoga dia mengerti dengan apa yang kubicarakan barusan.
Dia tersenyum padaku dan kembali mengusap kepalaku. “Nado saranghae.”
Lalu dia meninggalkanku.
Bias, terimakasih karena meluangkan waktumu untuk menciptakan kenangan terindah dihidupku. Akan kujaga dan kusimpan rapi semua kenangan yang kau berikan untukku. Aku tidak akan pernah menyesal karena telah mengenalmu yang membawaku pada duniamu! Disini aku hanya bisa berdoa agar kau mendapatkan wanita yang lebih baik dan lebih pantas untukmu. Walau terkadang aku berpikir bahwa kau tidak boleh memiliki pasangan dan menikah. Namun aku sadar, bias tetap manusia yang suatu saat akan menikah. Itulah hal terbodoh dalam hidupku yang selalu memandang bias sebagai ‘lelaki’ bukan ‘idola’ dan pada akhirnya akulah yang merasakan sakit yang teramat sangat. Harusnya aku tidak memakai perasaan ketika mngenal dunia Korea, tapi itu terlambat! Hatiku sepenuhnya telah jatuh disana dan ingatlah! Aku tetap berdiri disini sebagai fangirl dan tetap mendukung bias juga tetap menjadi bagian dari fandom berhargaku.
Kagum.
Kekagumanku untuk bias, karena dia menunjukkan bahwa mimpi bukan lagi sebatas khayalan, selama kita mau berusaha..
Kekagumanku untuk bias, karena dengan satu senyum singkatnya saja bisa membuatku mengucap syukur pada Tuhan karena telah memberiku hidup..
Kekagumanku untuk bias, karena dia juga dengan sukses menyalurkan semangatnya untukku tetap berdiri dan berjalan dengan kekuatan sendiri…
Kekagumanku untuk bias, karena dengan sukses dia mengajarkan bahwa setiap orang mempunyai cara sendiri untuk bahagia dan merasakan cinta…
Kekagumanku untuk bias, karena dia berhasil membuatku menciptakan duniaku sendiri, ketika yang lain tak mengizinkanku memasuki kehidupannya…
Kekagumanku untuk bias, karena dia berhasil menghadirkan keajaiban yang tak bisa diciptakan makhluk lain…
Kekaguman ‘terbesarku’ untuk bias, karena dia berhasil membuatku membuka mata bahwa didunia ini ada hal tak tersentuh yg tetap bisa menyentuhku…
Tuhan, terimakasih karena mengenalkanku pada dunia fangirl, setidaknya menjadi fangirl tidak mengajariku untuk mengenal dunia bebas.
Tuhan, terimakasih karena mengenalkan bias dihidupku. Satu alasanku untuk tersenyum ditengah kerasnya jalanan menuju dewasa.
Tuhan, terima kasih banyak. Keinginanku bertemu dengan bias telah Kau kabulkan. Aku akan rajin beribadah padamu. Aku tahu Kau memang Maha Adil.
Walau bias tidak pernah bisa mendengar meski aku mengucapkan ‘Aku mencintaimu’, ‘I Love You’ ataupun ‘Saranghae’ ribuan kali, tetapi aku tahu.. Bias merasakan cintaku. Cinta yang kuberikan padanya selama ini.
***
END
Author : Nurzaita (@AiYmm257_)
Genre : Fantasy maybe
Length : Oneshoot
Rate : General
Cast : You and Your Bias.
Desclaimer : terinspirasi dari sebuah akun twitter (@FanGirlThingINA) dan kata-katanya saya ambil dari saya. Eits, saya udah ijin loh! ^^
***
Fangirl. Sebuah kata yang sudah tidak asing lagi didengar oleh kebanyakan makhluk sosial yang tinggal dibelahan bumi ini. Khususnya bagi para gadis remaja yang akan selalu bersemangat membicarakan seseorang yang diidolakan. Seperti aku. Ya, aku adalah fangirl. Seperti yang sudah kubilang, aku adalah fangirl. Fangirl dari sebuah artis dari negara lain yang kini sedang panas-panasnya dibicarakan oleh beberapa remaja di Negaraku. Sebenarnya, aku tidak terlahir sebagai seorang fangirl hanya saja disuatu hari lalu seseorang luar sana menarikku untuk terjun kedunianya, membuatku seakan terlahir sebagai seorang fangirl. Seorang fangirl yang sangat mengilainya serta jatuh hati padanya.
Siapa yang tidak kenal dengan artis-artis —yang terkenal dan bisa dikategorikan sebagai artis yang sukses— dibawah naungan agensi ternama di Korea Selatan? Seperti SM Entertainment, YG Entertainment, JYP Entertainment, Cube Entertainment dan beberapa agensi lainnya yang terkenal. Masing-masing agensi mengeluarkan artis-artis yang sangat berbakat dan artis-artis itu tentunya memiliki cara tersendiri untuk membuat beberapa orang terpikat dengan mereka. Hingga akhirnya, mereka dijadikan sebagai bias oleh seorang fangirl.
Akupun memiliki bias. Ah, apa kalian mengerti maksudku? Bias? Bias itu artinya Idola dan Biasku sendiri itu sangat banyak. Bahkan beberapa Fangirl lain di Indonesia mungkin memiliki jumlah bias yang sangat banyak dariku. Seperti teman-temanku didunia maya. Tentu saja teman dunia mayaku yang sama-sama mengidolakan artis-artis Korea. Ya, di Indonesia ini sekarang memang lagi demam Korea. Kadang kami —aku dan fangirl lain— sering bertengkar kecil-kecilan hanya untuk memperebutkan seorang bias. Aneh memang, tapi aku sangat menikmati semuanya. Dalam pertengkaran itu sama sekali tidak ada rasa emosi, kekesalan ataupun kebencian yang ada hanyalah rasa kenyamanan dengan seorang fangirl lain. Aku bisa merasakan hatiku yang sangat bahagia mengobrol dengan temanku sesama Fangirl. Yang kutahu tentang Fangirl, kesendirian, meskipun baru kenal dengan Fangirl lain pasti keduanya langsung menjadi akrab hanya gara-gara membicarakan satu topik yang membahas tentang… Bias! Jadi, jangan heran jika menjumpai hal semacam itu dan untuk teman fangirl, bahkan jika demam korea berakhir di Indonesia, mereka tetaplah saudaraku dan kita tetap keluarga. Selamanya.
Fangirl juga merupakan seseorang yang tidak bisa memiliki sosok yang diinginkan, tapi tetap tak berhenti berusaha, meski hanya untuk dapat menyentuhnya. Menyedihkan sekali bukan? Tapi hal itu sama sekali tidak membuat semangat fangirl hilang begitu saja. Tidak! Bias memang tidak nyata ketika fangirl tengah membutuhkan semangat, tetapi hanya dengan mendengar suaranya saja membuat semangat fangirl kembali datang. Karena suara bias merupakan salah satu keajaiban, sumber semangat dan segala-galanya. Dan satu hal lagi, bias itu bagaikan oksigen untuk seorang fangirl.
Sekarang, aku sedang duduk dibangku kelasku. Menyibukkan diri untuk berkutat dengan sebuah ponsel yang terus menjelajah untuk mencari info terbaru seputar K-Pop. Inilah kebiasaanku. Jika dikelas sedang ada jam kosong, selalu kugunakan waktu yang luang itu untuk menjelajahi dunia mayaku. Entah itu hanya untuk mengobrol di Facebook dengan fangirl lain, saling mentionan dengan fangirl lain melalui twitter, ataupun smsan dengan fangirl lain. Aku juga suka sekali membaca fanfiction dengan main cast biasku sendiri, aku juga sering memandang wallpaper ponselku yang memakai foto biasku.
Tiba-tiba aku merasa ponselku sedikit bergetar, aku memandangnya sebentar lalu membuka ponselku dan aku melihat sebuah nama tertera disana. Nama seseorang yang selama ini menjadi bagian dari hidupku, seseorang yang sangat berarti untukku, dia adalah sahabatku, saudaraku dan aku sangat menyayanginya. Dia adalah seorang Fangirl, sama sepertiku.
‘Chingu, tiga bulan lagi ada Konser Artis Korea di Jakarta. Nonton gak? Siap-siap nabung nih!’
Hatiku mendadak senang dan sesak begitu membaca pesan singkat itu. Aku senang karena itu artinya artis korea datang ke Indonesia untuk berkonser dan aku merasa sesak karena aku yakin orangtuaku tidak akan mengizinkanku untuk menonton konser semacam itu. Entah apa yang harus kulakukan sekarang, perasaanku sungguh campur aduk. Dua perasaan yang kusenangi dan tidak kusenangi itu bercampur menjadi satu.
‘Nggak tau, chingu, aku sih pengennya dateng tapi jauh banget! Surabaya-Jakarta loh! Huh, doain aja ya chingu semoga orangtua ngijinin buat nonton ^^’
Aku membalas pesan dari ‘chinguku’ itu dan langsung memasukkan ponselku kedalam tas. Aku benar-benar malas jika sudah membahas tentang adanya konser artis korea yang diselenggarakan di Indonesia. Bukan. Bukannya aku tidak senang, hanya saja… Ah, kurasa kalian mengerti maksudku. Ya, aku hanya merasa sesak karena sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah bisa mengunjungi konser semacam itu dan kalian mengerti maksudku bukan? Itu artinya aku juga tidak akan pernah bisa bertemu dengan bias.
Tuhan, tolong aku, kumohon buatlah orangtuaku menginjinkanku untuk menonton konser itu. Sekali saja dalam hidupku pun tak apa dan itu sudah cukup membuatku merasa sangat bahagia. Aku ingin menjadi bagian lautan fans dikonser itu, di konser biasku, kumohon! Untuk kali ini saja. Ijinkan aku melihat secara langsung sosok yang selama ini hanya kukagumi dalam sebuah foto didalam dompet, foto dalam sebuah wallpaper ponsel dan laptop, lukisan, fanfiction, lagu serta video yang memenuhi isi laptop, ataupun dalam mimpi-mimpiku. Ijinkan aku melihatnya secara nyata. Kali ini saja…
Bias. Entah apa yang membuatku sangat mengaguminya, menyayanginya dan mencintainya. Mungkin karena bias merupakan sumber semangatku, sumber kegilaanku, sumber dari setiap senyum dan tangisku, mimpiku, inspirasiku. Semua hal yang berhubungan dengan bias akan selalu kusukai.
“Oi, kenapa?”
Aku menolehkan kepalaku cepat kearah sumber suara dan mendapati teman sebangkuku sedang menatapku bingung. Mungkin saat ini raut wajahku yang terlihat sedih sangat terlihat jelas sehingga membuat temanku yang cukup dekat denganku sedikit merasa kawatir. “Nggak apa-apa. Cuma lagi galau aja nggak bisa nonton konser—”
“Korea? Bener kan?” temanku menyela dan menatapku datar.
Aku menganggukkan kepalaku. “Hem, gitu deh!” jawabku. Aku sudah tahu respon yang akan diberikan temanku itu.
“Korea lagi, Korea lagi!” ucapnya datar kemudian meninggalkanku.
Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Benar kan? Aku sudah menduganya sejak awal. Memang, sebagian besar teman-teman disekolahku tidak terlalu suka dengan hal-hal berbau ‘Korea’. Menyebalkan sekali, bahkan kadang-kadang aku merasa sendiri dan tidak mempunyai seorang teman. Mungkin mereka bosan denganku yang selalu membahas semua hal yang berbau ‘Korea’. Tetapi dengan adanya seorang teman fangirl dalam dunia mayaku aku tidak lagi merasa sendiri. Bahkan kalau boleh jujur, aku lebih terbuka dengan teman fangirlku didunia maya daripada temanku sendiri dalam dunia nyata.
Aku terdiam. Kutundukkan wajahku dalam-dalam lalu mengusap wajahku. Pikiranku masih melayang. Aku sudah memikirkannya. Memikirkan tentang konser itu. Sungguh, aku ingin sekali mendatangi konser itu dan kini tekatku sudah bulat.
***
“Please, Mah, ijinin buat nonton konser itu, kali ini aja.”
Aku memohon kepada Ibuku agar beliau mengijinkanku menonton konser itu. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Ibuku sama sekali tidak memberikanku izin untuk menonton konser itu. Lenyaplah sudah semua mimpi-mimpiku untuk bertemu dengan seorang bias yang sangat kukagumi. Saat itu juga ingin rasanya aku menangis, menumpahkan semua rasa kekesalan serta kesedihan yang sudah kupendam selama beberapa tahun karena tidak pernah mendapatkan izin untuk menonton konser biasku. Selama ini hatiku menangis. Menangisi hidupku yang kurang beruntung karena tidak bisa bertemu dengan bias, menangisi hidupku yang terlalu mendapat aturan terlalu ketat oleh kedua orangtuaku, menangisi perasaanku yang cemburu ketika membayangkan beberapa fangirl datang memenuhi konser itu. Tersenyum dan menangis bahagia didalamnya. Aku juga ingin merasakannya. Sungguh. Aku ingin sekali, walau hanya satu kali tapi itu sudah sangat berharga untukku dan akan menjadi kenangan termanis yang kusimpan dalam memoriku.
“Jakarta itu jauh! Kalo disana kamu sama siapa? Kita gak punya sodara disana!” Ibuku berkata dengan nada membentak.
Kumohon. Jangan keluarkan air mata ini didepan Ibuku. Kumohon kuatkanlah aku beberapa saat lagi. Kumohon. “Mah, disana aku nggak sendirian. Aku punya banyak temen!” ucapku memelas.
“Sekali ‘NGGAK’ tetep ‘NGGAK’! Harus berapa kali Mama bilang?!”
“Mah…”
“Nonton konser kayak gitu cuman buang uang aja! Nggak ada gunanya! Mending uangnya kamu kumpulin buat beliin kebutuhanmu yang lain yang lebih berguna! Emangnya setelah nonton konser itu apa yang bisa kamu dapatkan?! Huh?! Nggak ada kan?! Mendingan liat di TV aja lebih puas!” Ibuku berkata panjang lebar. “Sudah sana masuk kamar!”
Perkataan Ibuku barusan sudah sering kudengar setiap kali aku meminta izin untuk menonton konser itu. Walaupun sudah sering mendengarnya, aku selalu ingin menangis. Kata-katanya begitu menohok hatiku, sangat membekas dan menimbulkan rasa sakit luar biasanya didalamnya. Nyeri sekali. Rasa kekecewaan kembali menyerang saat itu juga. Harapanku kali ini sudah benar-benar lenyap. Aku tidak bisa bertemu dengan bias. Mungkin sampai kapanpun juga aku tidak akan bisa bertemu dengan bias. Tiba-tiba aku jadi teringat dengan perkataan temanku.
‘Jangan terlalu banyak ngayal deh! Dia tuh sama sekali gak nyata! Hati-hati, jangan karena terlalu terobsesi jadi kayak gitu. Bisa-bisa ntar kena tekanan batin lho!’
Berlebihan mungkin tapi apa salahnya jika aku hanya berharap satu hal saja. Sesuatu yang sangat kuinginkan sejak dulu. Sesuatu yang tidak bisa kudapatkan. Sesuatu yang hanya bisa kurasakan dalam sebuah mimpi. Sesuatu yang tidak bisa kurasakan secara nyata. Bersamanya. Bersama bias. Bersama fangirl yang saling berbagi rasa kebahagiaan.
Tes! Aku menangis! Aku sudah tidak bisa menahan air mataku yang dengan susah payah kucoba menahannya keluar.
Mungkin saat ini aku memang belum beruntung. Tapi suatu saat nanti, aku berjanji dan aku yakin, aku bisa bertemu dengan sosoknya, disana. Dinegaranya. Bertemu langsung dengannya. Berbicara dengannya. Ini bukan khayalan, aku yakin suatu saat nanti semuanya akan terjadi. Aku hanya perlu menunggu waktu yang tepat.
***
Suasana ruangan itu terasa sangat menegangkan. Aku sedang duduk diruang keluarga bersama Ayah dan Ibuku. Kulihat, kedua orangtuaku masih terdiam. Kurasa mereka masih sibuk dengan pikirannya masing-masing, mungkin sedang menyusun kata-kata yang hendak diucapkannya untukku. Aku merasa tanda-tanda buruk. Ah, maksudku sesuatu yang tidak kuinginkan membuatku menjadi sangat gelisah saat itu juga.
“Maafkan Papa sama Mama selama ini ngelarang kamu untuk nonton konser itu.” Ayahku mulai membuka suaranya.
Dengan takut-takut aku mendongakkan kepalaku, menatap wajah Ayahku dengan penuh tanda tanya. Aku masih belum mengerti ucapan Ayahku. Tetapi aku mengerti maksud ucapannya, Ayahku kembali memarahiku karena kembali meminta sesuatu —yang sangat kuinginkan— yang sangat konyol menurut pendapatnya. Kulihat wajah Ayahku terlihat sangat bingung begitupun juga dengan Ibuku.
Aku diam. Aku tidak bersuara. Aku terlalu takut. Dan aku kembali menundukkan wajah.
“Papa dan Mama menginjinkanmu menonton konser itu asal dengan satu syarat.” kata Ayahku.
Aku membeku sejenak. Tubuhku bergetar mendengar perkataan Ayahku barusan. Yang tadi itu, benarkah Ayahku yang mengatakannya? Ayahku mengijinkanku menonton konser itu? Ya Tuhan, sungguh aku benar-benar tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana bahagianya perasaanku saat itu. Yang pasti aku hanya perlu memastikan apakah itu benar-benar Ayahku yang mengatakannya, apakah itu benar suara Ayahku, apakah itu semua bukan mimpi?
Aku masih diam. Mungkin karena terlalu kaget dengan keputusan yang Ayah buat.
“Papa menginjinkanmu, Nak.”
Benar, itu memang suara Ayahku. Ya Tuhan. Beliau mengijinkanku? Semua mimpiku tercapai. Memang, hidup bukan hanya untuk bermimpi, tapi percayalah berhenti bermimpi sama saja memutuskan nadi sang hidup. Teruslah kejar mimpi-mimpi itu, suatu hari nanti jika bermimpi disertai dengan sebuah usaha pasti akan menghasilkan sesuatu. Sesuatu yang pastinya akan membuat kita merasa bahagia. Bahkan menangis bahagia.
“Papa~” aku tersenyum bahagia dan menangis karena terharu dan senang.
“Asal kamu harus mendapat nilai teringgi semester ini dan semester yang akan datang. Buat kami bangga!” kata Ayahku.
Aku menganggukkan kepalaku dengan semangat. Kuhampiri Ayah dan Ibuku, aku langsung memeluknya dengan erat begitu sudah dekat dengan mereka. Ya Tuhan, terima kasih. Aku senang karena kau mendengarkan doaku. Kau telah membuat orangtuaku menginjinkanku menonton konser itu. Terima kasih.
Bias. Tunggu aku.
***
Menabung. Itulah beberapa akhir ini. Kedua orangtuaku memang mengijinkanku menonton konser, bukan berarti tiket yang akan aku beli bisa aku dapatkan dari kedua orangtuaku. Semenjak orangtuaku mengijinkanku untuk menonton konser itu, aku tidak pernah berhenti tersenyum. Aku terus membayangkan bagaimana bahagianya perasaanku bertemu langsung dengan biasku.
Tuhan memang adil. Aku tahu itu. Tuhan mendengarkan semua doaku yang selalu aku ucapkan selama ini.
Sekarang, aku berdiri diantara kerumunan orang-orang. Berdesak-desakkan hanya untuk mendapatkan sebuah tiket. Ya, aku sedang berada di Jakarta untuk membeli tiket. Tubuhku terpental kesana-kemari karena banyak sekali para fangirl disana mencoba mendapatkan tiket yang jumlahnya sangat terbatas. Tanpa sadar aiir mataku kembali keluar. Bagaimana jika aku tidak mendapatkan tiket itu? Sia-sia kedatanganku kemari berdesak-desakan dengan fangirl lain untuk mendapatkan tiket jika tidak mendapatkannya. Tuhan, permintaan keduaku. Tolong, dengarkan doaku, sisakan aku tiket agar aku bisa melihat biasku. Kumohon.
Untuk kedua kalinya. Tuhan mendengar doaku dan mengabulkannya. Aku menangis saat itu juga. Tentunya menangis karena rasa bahagia.
Tinggal satu langkah lagi. Aku akan bertemu dengannya. Dan dia akan menatapku walau hanya sebagai seorang… Fangirl.
Tiba-tiba mataku menangkap sosok seorang gadis yang seusia denganku. Kuhampiri gadis itu. Dia menangis. Melihatnya seperti itu, aku sudah dapat menebak apa yang terjadi dengannya. Kukeluarkan sapu tanganku dari dalam tas dan kuulurkan padanya. Aku dapat melihat raut wajahnya yang bingung dan datar. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman. “Jangan menangis, masih ada kesempatan lagi dilain waktu.” ucapku.
Gadis itu menganggukkan wajahnya. Ia menerima sapu tangan dariku lalu mengusapnya. “Gomawo. Kamu dapet tiketnya? Beruntung sekali~”
“Jangan sedih, aku yakin kamu akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari ini. Jangan menyerah dan bersedih lagi! Fighting!” kataku sambil mengepalkan tanganku keudara.
Perbincangan antara kami terus berlanjut. Tanpa kuduga, ternyata dia adalah teman dunia mayaku dan teman smsanku. Masih ingatkah dengan teman yang mengirimkanku pesan singkat yang mengatakan akan ada konser artis korea? Ya, dialah orangnya. Memang sungguh tidak kuduga sebelumnya. Pada kenyataannya, dia sangat menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan secara nyata daripada secara maya. Aku juga tidak menyangka bertemu beberapa teman fangirl lain didunia maya secara nyata.
Dan kami langsung akrab layaknya saudara.
***
Hari yang kutunggu sudah datang. Konser diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sangat menakjubkan! Saat lampu dimatikan, berbagai macam lightstick yang berwarna-warni memenuhi bangku penonton sebagai perwakilan atas artis-artis yang tampil saat itu. Teriakan para fans terdengar begitu histeris dan heboh mengelu-elukan nama bias masing-masing. Aku tidak tinggal diam, aku juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh fangirl lainnya. Sebagian besar yang menghadiri konser ini memang fangirl. Aku berhasil meraih mimpiku untuk menjadi bagian lautan dari sebuah konser dengan lightstick yang bergoyang kesana-kemari.
Konser terus berlanjut hingga larut malam. Kini saatnya penampilan biasku. Dia bernyanyi solo. Menyakikan lagu terbarunya. Aku hanya diam terpaku memandangnya. Aku terkena virusnya yang terlalu mempesona. Bahkan aku tidak bisa berkedip melihatnya. Ya Tuhan, benarkah ini nyata? Aku bertemu dengannya? Biasku? Yang tinggal jauh dari daerah tempat tinggalku. Kini dia sedang berada didepanku, bernyanyi dan tersenyum pada semua orang.
Dia melihat kearahku… Ah, tidak! Maksudku melihat kearah fangirl yang terus menggoyang-goyangkan lightstick yang dibawa.
Kulihat dia tersenyum kearah para fangirl. Senyumnya selalu manis bahkan jika dilihat secara nyata terlihat jauh lebih manis. Aku juga melihat dia berjalan mendekat kearah ditempatku. Sekarang, dia berdiri didepanku. Tepat didepanku.
Tes! Aku menangis saat itu juga. Ketahuilah, semenjak menjadi seorang fangirl, air mata sepenuhnya terdiri bukan dari air dimata yang fangirl miliki tapi air mata dimana biaslah sumber utamanya. Seperti yang kurasakan, aku menangis karenanya, karena bias. Bukan menangis karena kecewa melainkan karena rasa bahagia yanng teramat sangat.
Secara diam-diam aku mencoba untuk mencubit tanganku sendiri seolah memastikan bahwa yang kulihat dan kurasakan kini adalah nyata. Ya, walaupun hanya mimpi aku berharap aku tidak akan pernah bangun. Semuanya terlalu indah. Tangisku semakin deras begitu dia menarik tanganku.
Ya Tuhan, kejutan apa lagi yang aku dapatkan sekarang? Dia menarik tanganku dan membawanya keatas panggung yang langsung disambut oleh teriakan heboh para fans dan tatapan iri yang ditunjukkan padaku. Dia. Biasku. Menarik tanganku keatas panggung. Berbagai sorotan lampu dari segala arah langsung menyerbuku begitu aku pertama kali menginjakkan kaki keatas panggung. Kulihat tanganku yang dingin sedang digenggam olehnya.
Ini seperti mimpi.
Mataku semakin memanas dan terus mengeluarkan air mata. Aku terlalu bahagia dan seperti yang sudah kukatan, aku tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana rasa bahagia yang kurasakan saat ini. Bahkan saking bahagianya, aku sampai menangis. Ya, menangis bahagia. Dia juga menghapus air mataku, membelai rambutku, tersenyum padaku dan diakhiri dengan memelukku. Aku… Merasa ingin pingsan saat itu juga.
“Aku mencintai fans Indonesia. Kalian semua sangat cantik. Saranghae.” dia mengakhiri penampilannya.
Selamanya, aku akan tetap mengingat semua kenangan ini. Semuanya yang baru saja terjadi adalah sejarah dalam hidupku yang sampai kapanpun tidak akan pernah kulupakan. Fangirl itu ternyata sangat menyenangkan. Menjadi fangirl bukan tentang apa yang akan kita dapat ketika semua berakhir, tapi tentang apa yang kita raih selama kita menjalani ini. Semuanya berjalan begitu saja dan aku mengangga semua kejadian ini sebuah keberuntungan. Keberuntungan teresarku.
***
Saat-saat itu masih tidak bisa kulupakan. Saat-saat dimana aku mendatangi sebuah konser biasku untuk pertama kalinya. Tidak terasa, waktu berjalan dengan begitu cepat. Lima tahun telah berlalu dan kini aku telah menginjakkan kaki di negara yang sangat ingin kudatangi. Korea Selatan. Aku datang kemari bersama keluargaku dengan maksud untuk berjalan-jalan, awalnya mereka —orangtuaku— mengajakku ke Paris tetapi aku menolak dan memaksa untuk ke Korea saja.
Aku buta soal jalanan yang berada di Korea. Hal itulah yang membuat tersesat sekarang. Aku mulai panik dan bingung. Kumasukkan tanganku kedalam tasku dan mengaduk isinya dengan cepat. Sial! Aku tidak membawa apa-apa. Ya, ponsel mungkin. Sekarang aku tidak tahu siapa yang ingin kuberitahu. Apalagi mengingat aku sama sekali tidak bisa berbahasa korea.
Berdiri disebuah gang kecil yang tampak sepi. Langit pun mulai gelap. Rasa takut yang menyelimutiku semakin menjadi-jadi. Ya Tuhan, apa yang kulakukan sekarang?
BRUK!
“Kyaaaa!”
Aku menjerit secara spontan begitu mendapati benda yang begitu keras menubruk tubuhku, membuat keseimbanganku menghilang dan terjatuh ketanah. Wajahku menunduk dalam. Ketakutan. Sial, apa lagi sekarang? Apakah setelah ini aku akan diculik lalu dijual keluar negeri? Atau aku akan dibunuh? Diperkosa? Tidak! Jangan sampai semuanya terjadi.
“Joesonghamnida.” seseorang menyentuh pundakku yang langsung kutepis tangannya dengan kasar tanpa melihat wajah orang itu.
“…”
Aku kembali mendengar orang itu kembali berbicara dalam bahasa yang sama sekali tidak kumengerti. Korea, tentu saja. Aish, payah! Apa orang ini tidak bisa membedakan bagaimana orang Korea asli dengan yang tidak? Payah!
“Penculik! Penculik!” aku kembali berteriak sambil menutup wajahku dengan kedua tangan. Ini menegangkan! Tuhan, tolong berikan aku keselamatan.
“…”
Bodoh! Aku lupa aku sedang berada di Korea. Bagaimana ini? Mana mungkin ada orang yang mengerti dengan perkataan barusan. Apa yang harus kulakukan? Aku masih ingin hidup. Aku masih ingin bersama keluargaku dan membahagiakannya. Aku masih ingin menatap seseorang yang kusayangi, seseorang yang selalu membuatku tersenyum walau tidak nyata. Bias. Entah kenapa pikiranku langsung melayang kemana-mana. Memikirkan bahwa setelah ini bias akan datang menyelamatkanku dari orang asing ini seperti yang ada dalam drama korea yang pernah kutonton. Tapi itu mustahil.
“…”
Aish, orang ini benar-benar menyebalkan! Aku benar-benar tidak habis pikir ternyata orang Korea sanat menyebalkan dan menakutkan! Kudongakkan kepalaku dan tanganku langsung bergerak aktif memukuli tubuhnya yang —entah sejak kapan— sudah berjongkok didepanku dan menatapku dengan wajah kawatir dan rasa bersalah.
“Ya! Ya!”
Seketika gerakanku terhenti begitu saja begitu melihat pemandangan didepanku.
Orang itu…
“Kamu…” aku membulatkan mataku dengan mulut ternganga lebar.
Jika awalnya aku berkhayal dengan mengharapkan seorang bias datang menyelamatkanku dari orang asing ini. Tapi pada akhirnya aku melihat sebuah kenyataan bahwa biasku telah berada dihadapanku. Biasku yang sebelumnya sudah membuatku sangat ketakutan.
Tuhan memang mempunyai rencana yang selalu mengejutkan.
Keberuntungan kembali kudapatkan. Ini kedua kalinya aku bertemu dengannya. Dengan biasku. Tuhan, biarkan waktu berhenti kali ini saja. Aku ingin merasakan betapa bahagianya perasaan ini begitu bertemu dengannya. Kumohon, andaikan jika aku bisa…
Aku menyerukan namanya dengan cukup keras.
“Fangirl?” dia bertanya padaku.
Ya Tuhan. Dia bertanya padaku. Dia berbicara padaku. Sebagai jawaban aku menganggukkan kepalaku dengan semangat. “I’m your big fans and I’m from Indonesian.” ucapku antusias.
“Really? Nice to meet you. I love you.” dia mengusap rambutku pelan.
Aku tercengang dengan perlakuannya barusan. Apa ini mimpi? Dia mengusap rambutku dan tersenyum padaku. Lalu dia berkata… Mencintaiku?! Ah, tunggu, tentu saja dia mencintaiku sebagai seorang fangirl, bukan sebagai seorang gadis dimatanya. Entah datangnya dari mana, dadaku sesak. Mengetahui bahwa bias memang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa kumiliki.
“Wait!” aku menahannya yang hendak pergi meninggalkanku. Aku menelan ludahku dengan susah payah. Tiba-tiba terlintas bayangan lima tahun lalu, dimana aku mendatangi konsernya dan dia menarikku keatas panggung. Membuatku nangis bahagia selama seminggu berturut-turut. “Do you remember me?”
Bias hanya terlihat menaikkan sebelah alisnya dan menatapku bingung. “Who are you?”
Hatiku mencelos begitu mendengar perkataan yang terlontar dari bibirnya. Dia bilang apa? Tidak mengingatku? Apakah aku sama sekali tidak berarti untuknya? Ah, tunggu! Apa-apaan aku ini? Kalau dipikir-pikir, mungkin dia memang tidak mengenaliku. Mengingat begitu banyak orang yang menganguminya. Jadi tidak mungkin dia mengingat semua orang yang pernah ditemuinya dalam waktu singkat. Benar bukan? Oh, ayolah.. Cobalah mengerti dan berpikir positive. Aku yakin, seyakin-yakinnya pasti setiap bias sangat menyayangi penggemarnya.
“Concert in Indonesian five years ago, you took my hand and led me onto the stage. Do you remember it?” entah kenapa aku terus mencoba untuk membuatnya mengingatku pada kejadian lima tahun lalu.
Kulihat bias sedang memikirkan sesuatu yang kurasa sedang mengingat tentang kejadian yang kuceritakan barusan. Ya Tuhan, semoga dia mengingatnya. “I remember the concert. But I’m sorry because I’m not remember you. I’m really sorry.”
“Gwenchana. Oppa, saranghae.” kataku berkata menggunakan bahasa Korea. Yah, walaupun terdengar aneh karena dalam pengucapannya masih ada logat Indonesianya. Tak apa, semoga dia mengerti dengan apa yang kubicarakan barusan.
Dia tersenyum padaku dan kembali mengusap kepalaku. “Nado saranghae.”
Lalu dia meninggalkanku.
Bias, terimakasih karena meluangkan waktumu untuk menciptakan kenangan terindah dihidupku. Akan kujaga dan kusimpan rapi semua kenangan yang kau berikan untukku. Aku tidak akan pernah menyesal karena telah mengenalmu yang membawaku pada duniamu! Disini aku hanya bisa berdoa agar kau mendapatkan wanita yang lebih baik dan lebih pantas untukmu. Walau terkadang aku berpikir bahwa kau tidak boleh memiliki pasangan dan menikah. Namun aku sadar, bias tetap manusia yang suatu saat akan menikah. Itulah hal terbodoh dalam hidupku yang selalu memandang bias sebagai ‘lelaki’ bukan ‘idola’ dan pada akhirnya akulah yang merasakan sakit yang teramat sangat. Harusnya aku tidak memakai perasaan ketika mngenal dunia Korea, tapi itu terlambat! Hatiku sepenuhnya telah jatuh disana dan ingatlah! Aku tetap berdiri disini sebagai fangirl dan tetap mendukung bias juga tetap menjadi bagian dari fandom berhargaku.
Kagum.
Kekagumanku untuk bias, karena dia menunjukkan bahwa mimpi bukan lagi sebatas khayalan, selama kita mau berusaha..
Kekagumanku untuk bias, karena dengan satu senyum singkatnya saja bisa membuatku mengucap syukur pada Tuhan karena telah memberiku hidup..
Kekagumanku untuk bias, karena dia juga dengan sukses menyalurkan semangatnya untukku tetap berdiri dan berjalan dengan kekuatan sendiri…
Kekagumanku untuk bias, karena dengan sukses dia mengajarkan bahwa setiap orang mempunyai cara sendiri untuk bahagia dan merasakan cinta…
Kekagumanku untuk bias, karena dia berhasil membuatku menciptakan duniaku sendiri, ketika yang lain tak mengizinkanku memasuki kehidupannya…
Kekagumanku untuk bias, karena dia berhasil menghadirkan keajaiban yang tak bisa diciptakan makhluk lain…
Kekaguman ‘terbesarku’ untuk bias, karena dia berhasil membuatku membuka mata bahwa didunia ini ada hal tak tersentuh yg tetap bisa menyentuhku…
Tuhan, terimakasih karena mengenalkanku pada dunia fangirl, setidaknya menjadi fangirl tidak mengajariku untuk mengenal dunia bebas.
Tuhan, terimakasih karena mengenalkan bias dihidupku. Satu alasanku untuk tersenyum ditengah kerasnya jalanan menuju dewasa.
Tuhan, terima kasih banyak. Keinginanku bertemu dengan bias telah Kau kabulkan. Aku akan rajin beribadah padamu. Aku tahu Kau memang Maha Adil.
Walau bias tidak pernah bisa mendengar meski aku mengucapkan ‘Aku mencintaimu’, ‘I Love You’ ataupun ‘Saranghae’ ribuan kali, tetapi aku tahu.. Bias merasakan cintaku. Cinta yang kuberikan padanya selama ini.
***
END
0 komentar:
Posting Komentar