—
Berjanjilah wahai sahabatku
Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum
Meski hati sedih dan menangis
Ku ingin kau tetap tabah menghadapinya
Bila kau harus pergi Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku
Semoga dirimu disana, Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Disini aku kan selalu, Rindukan dirimu
Wahai sahabatku
—
Ify tersenyum melihat lelaki yang diam-diam ia sukai itu menyanyi
sambil memainkan gitar di dalam ruang musik sekolahnya yang sekarang
sudah sangat sepi. Lelaki itu adalah kakak kelasnya. Ify terus
tersenyum, ia sangat suka melihat lelaki itu menyanyi, melihat lelaki
itu tersenyum. Walaupun lelaki itu cuek dan sikapnya sangat tertutup,
Ify justru malah semakin kagum, rasa penasarannya ingin tahu apa yang
membuat lelaki yang selama ini ia pikirkan secuek itu, sebegitu tertutup
dengan teman-teman yang menyayanginya. Andai dia mau menyanyikan lagu
itu untukku… Andai aku tahu apa yang membuat dia menjadi begitu…
Dengan bibir yang masih membentuk senyum, Ify membalikkan badannya
meninggalkan ruang musik disekolahnya dan memutuskan untuk pulang
kerumah. Namun, ketika Ify membalikkan badannya, Ify justru malah
menendang pot bunga di samping tempat ia mengintip lelaki cuek yang
selalu ia pikirkan itu secara tidak sengaja. Membuat pot itu yang semula
tidak bergerak menjadi gerak dan menimbulkan bunyi. Ify langsung
kelabakan saat itu juga, ia berusaha lari untuk menghinar. Namun sayang,
Ify telat. Lelaki itu ternyata sudah berdiri dibelakangnya.
“Ehm…” lelaki itu berdehem pelan.
Ify menggigit bibir bawahnya. Ia mendadak panik saat itu juga.
Wajahnya memerah dan ia seperti salah tingkah. Dengan pasrah akhirnya
Ify membalikkan badannya, matanya langsung menatap lelaki tampan yang
berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri. “Oh, Eh, Kak Rio. Emm,
belum pulang ya?” tanya Ify salah tingkah. Ia kembali menggigit bibir
bawahnya dan menundukkan kepalanya. Ia tidak berani menatap kakak
kelasnya, ia malu.
Lelaki yang di sapa dengan nama “Rio” oleh Ify tidak merespon, tidak
memberi sebuah senyum, tidak menatap gadis manis yang menunduk ketakutan
karena dirinya. Lelaki ini malah melangkah maju berjalan meninggalkan
Ify. Ketika lelaki ini melewati Ify dan tepat berada disamping Ify, ia
membisikkan kata singkat yang terdengar jelas di telinga Ify. “Gue nggak
suka diintipin orang kalo gue lagi nyanyi… Gue benci orang yang
sembunyi-sembunyi.”
Ify merasa jantungnya berhenti berdetak. Kaget. Senang. Bingung.
Semua perasaan itu bergabung menjadi satu dalam benaknya. Kaget? Mungkin
karena ketika Rio mengatakan ia benci orang yang sembunyi-sembunyi. Itu
kan Ify. Ia selalu sembunyi-sembunyi memperhatikan Rio ketika lelaki
itu berada di ruang musik sekolah. Senang? Ify senang karena Rio berkata
padanya walaupun kata-kata lelaki itu membuat Ify kaget dan… Bingung.
Entah, pokoknya Ify bingung.
Rio kembali melanjutkan jalannya ketika ia selesai membisikkan
kata-kata singkat itu. Sedangkan Ify? Gadis ini masih diam mematung.
Perasaannya masih campur aduk seperti yang tadi.
—
Ify merebahkan tubuhnya dengan kasar keatas ranjang tidurnya.
Tangannya ia lipat dibelakang kepalanya. Matanya menatap kedepan,
menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang. Otaknya
masih memikirkan kejadian siang tadi di sekolah saat bersama kakak
kelasnya. Ya, siapalagi kalau bukan ia sendiri dengan Mario Stevano
Aditya Haling atau lebih akrab disapa dengan sebutan nama “Rio”.
Gue nggak suka diintipin orang kalo gue lagi nyanyi…
Gue benci orang yang sembunyi-sembunyi…
Ify menghela napas, ia bangun dan duduk di tepi ranjang tidurnya.
Menatap jari-jari kakinya sambil membayangkan wajah Rio. “Apa aku salah
kalau aku suka sama Kak Rio? Apa aku salah kalau aku ingin denger
suaranya Kak Rio menanyi? Apa aku salah?” gumam Ify bertanya-tanya.
—
Keesokan paginya…
Ify berjalan dengan langkah terburu-buru. Hari ini Ify bangun
kesiangan, karena tidak memperhatikan jalan tak sengaja Ify menabrak
orang yang juga terburu-buru di depannya. Keduanya pun terjatuh ke
lantai, buku-buku yang dipegang oleh Ify menjadi berhamburan.
“Auw…” rintih Ify sambil memegangi pantatnya yang sakit.
“Ck!” suara desisan kesal terdengar dari sang pemilik suara yang bertabrakan dengan Ify.
Suara itu… pikir Ify. Ia langsung mengangkat kepalanya menatap orang yang bertabrakan dengannya. “Ah, Kak Rio…” ucapnya kaget.
Rio mendengus kesal, ia langsung bangun dan merapikan seragam yang
dikenakannya yang sedikit agak berantakan gara-gara bertabrakan dengan
adik kelasnya itu, Ify.
Melihat orang yang Ify sukai yang ternyata bertabrakan dengannya, Ify
malah semakin salah tingkah. Buru-buru Ify memunguti buku-bukunya yang
berhamburan lalu berdiri merapikan seragamnya yang juga berantakan
kemudian tanpa mengucapkan kata-kata kepada kakak kelasnya itu, Ify
langsung meninggalkan lelaki itu. Tanpa sadar, sehelai kertas jatuh dari
selipan buku-buku yang Ify bawa. Awalnya Rio tidak peduli namun karena
penasaran Rio mengambilnya, ia ingin mengembalikannya pada Ify namun Ify
sudah berjalan menjauh. Ia memutuskan untuk mengembalikannya nanti, dan
karena rasa penasarannya ia pun membaca tulisan yang ada pada kertas
itu. Ia tercekat membaca tulisan yang ada pada kertas itu. Jantungnya
mendadak berhenti. Tubuhnya mendadak kaku. Ada apa ini?
—
Hari ini, Ify ragu apakah ia harus mengintip kakak kelasnya menyanyi
di ruang musik atau tidak. Sejak kejadian kemarin, Ify merasa malu
setiap bertemu dengan kakak kelasnya itu. Ify gelisah. “Apa yang harus
aku lakukan?” gumamnya bertanya.
Ify menghela napas pendek. “Baiklah, nggak ada pilihan lain…” ucapnya tegas.
Ia beranjak dari tempat duduk kelasnya yang sudah sepi dan berjalan
menuju ruang musik. Namun, sesampainya di ruang musik itu, Ify tak
mendapati orang yang diharapkannya berada disana. Ify kecewa. Sangat
kecewa. Atau, gara-gara kejadian kemrin orang itu tak lagi berada di
ruang musik ketika pulang sekolah? Ify meruntuki dirinya sendiri. Andai
saja Ify kemarin berhat-hati, pasti tidak akan begini jadinya. Pasti.
Dengan memasang wajah kecewa Ify membalikkan badannya, memutuskan untuk
pulang. Tetapi ketika membalikkan badan, orang yang diharapkannya berada
di ruang musik ternyata sudah berdiri di depannya. Mata Ify
terbebelalak.
“Ngapain?” tanya orang itu jutek. Ya, orang itu adalah Rio. Mario Stevano Aditya Haling.
“Eh?” ucap Ify bingung. Ia benar-benar bingung. Ia tak tahu apa yang harus di ucapkannya.
Rio melihat Ify heran. Matanya menatap tajam kearah Ify yang sedang
kebingungan. “Kemaren gue udah bilang…” ucap Rio datar. Kedua tangannya
terangkat dan ia lipatkan di depan dada. Matanya masih menatap tajam
kearah Ify.
Ify mengangkat kepalanya dan menatap Rio dengan takut-takut. “Maksudnya, Kak?” tanya Ify bingung.
“Gue nggak suka orang yang sembunyi-sembunyi…” ucap Rio jutek.
“Maaf, Kak…” kata Ify menundukkan kepalanya lagi.
Rio tak menyahut lagi. Ia menurunkan kedua tangannya yang langsung ia
masukkan kedalam saku celana. Melewati Ify begitu saja tanpa perduli.
Kekesalannya kepada gais itu semakin menjadi-jadi. Kenapa sih cewek itu?
Ify menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. “Bodoh! Aku
bodoh! Argh…” maki Ify pada dirinya sendiri sambil mengacak-acak
rammbutnya dengan kesal.
—
Aku ingin menjadi mimpi indah
Dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang mungkin bisa kau rindu
Karena langkah merapuh
Tanpa dirimu
Oh… Karena hati tlah letih
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang slalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa aku
Selalu memujamu
Tanpamu sepinya waktu
Merantai hati
Oh… Bayangmu seakan-akan
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Oh…
Hanya dirimu
Yang bisa membuatku tenang
Tanpa dirimu
Aku merasa hilang… dan sepi
Dan sepi…
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Prok… prok… prok…
“Wuih, keren banget, Kak. Gila. Ajarin dong…” ucap seorang gadis
cantik yang usianya lebih muda dari seorang gadis yang disebut dengan
nama “Ify” oleh gadis cantik ini. Gadis cantik ini bernama Larissa
Safanah Arif atau lebih akrab disapa dengan sebutsan “Acha”. Ya, Acha.
Acha ini adalah adik Ify. Masih duduk di bangku SMP.
Ify tersenyum ketika adik perempuan kesayangannya itu memujinya. “Ah,
masak sih, Dek? Bagus ya? Biasa aja deh kalau menurut kakak…” ucap Ify
merendah.
“Ih, benaran, Kak. Ajarin Acha dong. Mau kan? Ya, ya, ya?” pinta
Acha. “Suara kakak tuh keren banget? Bagus, merdu lagi… Apalagi keahlian
kakak tuh yang bisa main piano, tambah keren deh. Beneran…” lanjut Acha
bersemangat.
“Hehehe, makasih deh, Dek…”
Acha nyengir. Kemudian dengan heran ia menatap Ify dengan pandangan aneh sambil menyipitkan matanya. Berusaha menyelidik.
Ify yang risih di tatapi adiknya dengan tatapan aneh pun langsung
bertanya. “Dek, kenapa liatin kakak gitu amet? Emang ada yang aneh?”
tanya Ify heran sambil melihat penampilannya sendiri, mencari tahu
kenapa adiknya menatapnya dengan aneh.
Acha menggelengkan kepalanya. “Bukan itu. Tapi…” ucap Acha terpotong.
“Tapi apa?” tanya Ify penasaran.
“Em, sejak kapan Kakak suka menyanyi? Sampai suaranya sebagus itu?
Bukannya, dulu kakak paling benci sama yang namanya nyanyi dan musik?”
ucap Acha. Masih menatap kakaknya dengan tatapan aneh. Sangat aneh.
Berusaha mncari tahu.
Ify langsung salah tingkah ketika adik perempuannya menanyakan hal
itu. Ya, benar. Dulu Ify memang benci sekali dengan musik dan menyanyi.
Tapi karena… Rio. Karena lelaki itu Ify menjadi suka menyanyi dan
mendengarkan musik. Ify selalu terasa damai ketika mendengar lelaki itu
menyanyi di ruang musik sekolahnya. Ya, gara-gara itu semua.
“Kak…”
“Eh? Apa?”
“Kok nggak jawab pertanyaan Acha sih?” protes Acha.
Nggak. Nggak mungkin kan kalau Ify mengatakan hal yang sebenarnya
pada Acha. Nggak! “Eh? Em, ya kakak kan kepingin aja. Nyoba-nyoba suka
nyenyi sama dengerin musik. Nyari tahu aja kenapa temen-temen kakak
rata-rata pada suka nyanyi dan ngedengerin musik…” ucap Ify bohong.
“Beneran itu alesannya?” tanya Acha nggak yakin.
“Tapi kok perasaan Acha… Kakak bohong…” kata Acha.
“Itu perasaan kamu aja kali, Dek…” ucap Ify mengelak. “Yaudah deh,
nggak usah dipikirin lagi. Katanya mau diajarin nyanyi…” lanjut Ify
mengalihkan pembicaraan.
—
Mata sayu Rio menatap foto yang sudah lecek yang sekarang sedang ia
pegang. Kejadian empat tahun lalu, kejadian paling tak bisa ia lupakan.
Kejadian yang sudah merenggut nyawa orang-orang yang sangat
disayanginya. Orang itu adalah Mamanya… Papanya… Dan Kak Acel
—kakaknya—, Kecelakaan itu. Kecelakaan maut. Rio masih ingat betul
kata-kata terakhir Kakaknya sebelum kakaknya meninggalkannya. “Kalau kangen sama Kakak, nyanyi aja. Nyanyi lagu yang pernah kita buat itu…” kata-kata
itu masih Rio ingat sampai sekarang. Lagu itu. Rindukan Dirimu. Lagu
buatan Rio dengan kakaknya. Lagu itu yang bisa mengurangi rasa kangennya
kepada sang kakak, Mama dan Papa.
“Rio kangen sama kalian… Kangen banget…” ucap Rio.
Tingkah laku Rio berubah semenjak kejadian itu. Ia menjadi cuek,
judes dan egois. Tiba-tiba bibir Rio tertarik kesamping dan membentuk
sebuah senyum. Tanpa disadarinya, air matanya yang sudah ia tahan
akhirnya tumpah. Rio tak bisa menahan kesedihannya. Sulit. Sangat sulit.
Apalagi ia harus kehilangan orang-orang yang sangat ia sayangi.
—
Seminggu kemudian…
Sekitar semingguan ini Ify tak melihat tanda-tanda kehadiran Rio
disekolahnya. Kemana lelaki itu? Ify sebenarnya kecewa dan… Kawatir.
Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan lelaki itu? Tetapi rasa
kekawatirannya yang sudah menumpuk dalam hatinya mulai menghilang ketika
Ify melihat Rio baru saja datang. Ify senang lelaki itu masuk lagi.
Tapi, kemana saja lelaki itu selama seminggu ini? Apa dia sakit?
“Woy, Ify…” seseorang menapuk pundak Ify dari belakang. Membuat Ify
sedikit kaget karena ulahnya. “Eh, maap. Hehehe…” lanjutnya sambil
menggaruk-garuk kepalanya.
“Ray, bisa nggak sih nggak nongol tiba-tiba kayak setan. Kaget tau.
Untung aku nggak punya penyakit jantung, coba kalau punya? Mungkin aku
udah pingsan…” kata Ify marah-marah karena kesal.
“Yee, lebay amet sih lo. Maap deh, kan nggak sengaja hehehe…” kata
Ray nyengir lagi. Oh iya, Ray ini adalah sahabat baik Ify. Bisa
dibilang, Ray ini adalah orang paling dekat dengan Ify disekolah
sampai-sampai ada gossip yang mengatakan kalau Ray dan Ify berpacaran
saking dekatnya. “Loe lagi ngeliatin siapa sih?” tanya Ray penasaran
sambil mengikuti arah yang tadi dipandangi oleh Ify.
“Nggak ngeliat apa-apa. Yaudah deh, gue kekelas duluan…” kata Ify langsung pergi gitu aja ninggalin Ray yang lagi bengong.
“Tumben tuh anak nyuekin gue…” gumam Ray bingung.
—
Semingguan ini Rio menghabiskan waktunya di Bekasi. Mengunjungi makam
orang-orang yang sangat disayanginya. Menginap di Villa milik tantenya.
Sekarang, perasaan Rio sudah agak baikan dan sekarang Rio harus
melanjutkan sekolahnya yang tertinggal selama satu minggu.
“Yo…”
Rio menoleh kesumber suara. Menatap sahabat baiknya yang tadi
memanggil namanya. Menunggu sahabatnya itu melanjutkan kata-kata yang
ingin diucapkannya. Sahabatnya itu adalah Alvin. Alvin Jonathan
Sindunata.
“Gue nyontek PR Kimia dong. Gue belum nih, hehehe…” kata Alvin sambil nyengir.
“Harusnya gue yang ngomong gitu…” ucap Rio.
“Hah?”
Rio diam.
Alvin mikir sebentar. “Oh iya, seminggu ini loe kan nggak masuk ya?
Ketinggalan dua kali pelajaran Kimia, hehehe… Gue lupa!” kata Alvin
malu.
Rio masih diam.
Alvin mencibir. “Cuek amet sih loe, Yo. Yaudah deh, gue nyari contekan dulu…” kata Alvin ninggalin Rio.
“Gue nyontek kalo loe udah selesai…” sahut Rio.
Alvin mengacungkan jari jempolnya. “Sip dah…”
—
Hati Rio saat ini bimbang. Apa ia harus ke ruang musik ke sekolahnya
atau justru memilih untuk pulang saja. “Ck, keruang musik aja deh… Males
juga gue dirumah, nggak ada kerjaan…” ucap Rio akhirnya. Ia berjalan
menuju ruang musik. Sekolah memang sudah sangat sepi. Karena bel tanda
akhir pelajaran sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu.
Aku ingin engkau ada disini
menemaniku saat sepi
menemaniku saat gundah
berat hidup ini tanpa dirimu
ku hanya mencintai kamu
ku hanya memiliki kamu
aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
meski tlah lama kita tak bertemu
ku slalu memimpikan kamu
ku tak bisa hidup tanpamu
aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
aku rindu setengah mati…
aku rindu setengah mati kepada mu
sungguh ku ingin kau tau
ku tak bisa hidup tanpa mu
aku rindu…
Rio menyudahi menyanyinya di ruang musik. Ia meletakkan gitar yang
mengiringi nyanyiannya tadi ke tempatnya berada. Ia melirik sekilas
kearah jendela sudut ruangan, mendapati ada seseorang yang
memperhatikannya. Ah, ternyata gadis itu. Gadis itu lagi. Alyssa Saufika
Umari. Adik kelasnya. Sebenarnya, apa sih maunya? Kenapa selalu
memperhatikannya sembunyi-sembunyi ketika sedang bernyanyi? Argh…
Rio beranjak dari tempatnya dan berniat menghampiri gadis itu.
Disisi lain, Ify kebingungan. Ini bukan yang pertama kalinya Ify
ketahuan sedang mengintip Rio di ruang musik. Karena saking bingungnya,
Ify tak bisa bergerak. Berdiam diri ditempat sampai akhirnya Rio
mendatanginya dan berdiri tepat di hadapannya.
“Mau loe sebenernya apa sih? Kenapa suka ngintipin gue nyanyi di
ruang musik?” bentak Rio kesal. “Gue udah bilang, gue nggak suka orang
yang sembunyi-sembunyi. Kayak loe…” lanjutnya lagi, nadanya masih sama
seperti yang sebelumnya. Membentak.
Ify tersentak kiaget gara-gara Kakak kelasnya itu membentaknya.
Mendadak tubuh Ify bergetar. Ia… Takut. “Ma, Maaf, Kak…” ucap Ify
menundukkan kepalanya. Ia nggak berani menatap wajah Rio yang sepertinya
marah banget.
“Gue nggak suka ada orang yang ngedengerin gue nyanyi. Loe kenapa
sih? Apa sih sebenernya yang loe mau dari gue?” bentak Rio lagi.
Ify kembali tersentak. Untuk pertama kalinya Ify mendengar laki-laki
berbicara banyak dan… Membentaknya. Saking takutnya. Ify ampai tidak
menjawab.
“Jawab!” bentak Rio lagi.
Ify masih diam. Tanpa sadar air matanya tumpah.
Rio yang melihat hanya mendengus kesal. “Dasar cewek. Cengeng!” cerca Rio.
Ify masih saja diam.
BRAAAK!
Rio menendang kotak sampah di dekatnya, membuat isinya berhamburan di
lantai. “Awas ya kalo gue ngeliat loe lagi pas gue lagi ada di ruang
musik ini…” ancam Rio. Rio membalikkan badannya, ia merasa ia harus
segera pulang kerumah. Ia malas berada disekolah.
“Kak Rio. Emangnya aku salah kalau aku ngedengerin kakak nyanyi?”
ucap Ify lirih. Ify memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Rio.
Langkah kaki Rio terhenti. Ia kembali membalikkan badannya menatap
Ify dan tersenyum sinis. “Salah. Salah besar!” ucap Rio tegas.
“Kenapa?”
Rio diam.
“Aku mengagumi kakak semenjak aku bertemu dengan kakak di
perpustakaan waktu itu. Aku ingin tahu aja bagaimana tingkah laku kakak
sehari-hari. Aku ingin mencari tahu apa yang membuat kakak secuek itu
sama temen-temen kakak sendiri. Sampai aku tahu aku kalau kakak suka ke
ruang musik ini setiap pulang sekolah…” ucap Ify.
“Kenapa? Kenapa loe harus ngagumin gue? Gue nggak pantes dikagumi
oleh orang! Mata loe katarak ya bisa ngengagumin gue?” kata Rio sinis.
“Aku nggak tahu kenapa aku bisa kagum sama kakak. Aku hanya penasaran
apa yang membuat kakak menjadi tertutup. Aku hanya ingin tahu aja
kenapa kakak suka menyanyi…” kata Ify.
“Loe terlalu ikut campur urusan gue…” kata Rio kembali membentak.
“Maafin Ify, Kak, Ify cuman…” ucapan Ify di potong oleh Rio.
“Cuman apa? Hah?” potong Rio membentak lebih keras.
Air mata Ify mengalir semakin deras.
“Dasar cewek. Bisanya nangis aja. Udah deh, pokoknya gue nggak mau liat muka loe lagi mulai detik ini…” ucap Rio membentak lagi.
Ify yang sejak tadi dibentak-bentak oleh kakak kelasnya mencoba
sabar, kini kesabarannya sudah hilang. Ia terbawa emosi, emosi karena
ulah Rio. Ia nggak menyangka orang yang membuatnya jatuh cinta sekasar
itu. “OKE. KALAU ITU MAU KAKAK. IFY NGGAK AKAN MUNCUL LAGI DIHADAPAN
KAKAK. IFY NGGAK AKAN NGINTIPIN KAKAK LAGI DI RUANG MUSIK INI. NGGAK
AKAN NYARI TAHU LAGI KENAPA TINGKAH LAKU KAKAK KAYAK GINI. YANG IFY
BENER-BENER NGGAK NYANGKA, TERNYATA SIKAP KAKAK KAYAK GINI. KASAR SAMA
CEWEK. IFY BENCI SAMA KAKAK. BENCI. ASALKAN KAKAK TAHU YAH, IFY ITU SUKA
MEMPERHATIKAN KAKAK KARENA IFY SAYANG SAMA KAKAK, IFY ITU CINTA SAMA
KAKAK. IFY UDAH CINTA SAMA KAKAK SEJAK PANDANGAN PERTAMA DAN KAKAK ITU
ADALAH CINTA PERTAMA IFY. COWOK PERTAMA YANG MEMBUAT PERASAAN IFY AGAK
ANEH TIAP KALI BERTEMU DENGAN KAKAK. INGET ITU KAK…” kata Ify membalas
bentakan Rio. “DAN SESUAI YANG KAKAK MINTA. IFY NGGAK AKAN MUNCUL LAGI
DIHADAPAN KAKAK. IFY JANJI. DEMI KAKAK…” lanjut Ify. Air mata Ify
semakin tumpah saja. Ify menghapus air matanya dengan punggung tangannya
kemudian pergi meninggalkan Rio. Sebelumnya Ify sempat menendang kotak
sampak yang tadi sempat Rio tendang.
Rio hanya diam.
—
Rio merasa Ify nggak main-main dengan kata-katanya beberapa hari yang
lalu. Hari-hari ini, Rio jarang melihat Ify disekolahnya. Tidak pernah
mendapati gadis itu mengintipnya yang sedang menyanyi lagi di ruang
musik. Sejak kejadian siang itu, Rio merasa aneh. Ia merasa bersalah
pada gadis itu. Entah kenapa.
Rio mengambil sehelai kertas yang ia dapatkan saat ia bertabrakan
dengan Ify disekolahnya saat mereka telat. Sampai sekarang Rio lupa
mengembalikannya. Mata Rio menatap tulisan yang ada pada kertas
tersebut. Ia mulai membacanya lagi.
Mario Stevano Aditya Haling.
Cowok itu tampan sekali.
Dia kakak kelasku. Hitam manis, cuek, dan sangat jago nyanyi.
Aku mengangumi Kak Rio.
Aku menyukainya sejak pandangan pertama di perpustakaan.
Kak Rio… dia adalah cinta pertamaku.
Aku suka sekali mendengarkan Kak Rio menyanyi. Suaranya sangat indah.
Ah, aku ingin sekali mempunyai suara indah seperti Kak Rio.
Andai kak Rio mau menyanyikan satu lagu saja untukku, khusus hanya untukku.
Pasti aku senang sekali. Tapi rasanya itu nggak mungkin deh.
Pokoknya… Aku itu bener-bener Cinta sama kak Rio.
Rio menghela napas. Tulisan dikertas itu sama dengan kata-kata yang
Ify lontarkan beberapa hari yang lalu di depan ruang musik. Matanya
memandang lekat-lekat tulisan Ify di kertas itu.
—
Keesokan paginya…
Pagi ini Rio berangkat pagi sekali. Entah kenapa ia kepingin
berangkat pagi. Matanya memang masih terasa ngantuk. Sekolahnya masih
sangat sepi bahkan sepertinya baru dirinya saja yang baru datang
kesekolah. Rio bener-bener malas, tapi ia merasa ingin berangkat pagi.
Aneh bukan?
Rio memilih jalan yang melewati ruang musik sekolahnya karena jalan
itu adalah jalan yang paling dekat kalau mau menuju ke kelasnya. Tetapi
tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti. Ia mendengar ada seseorang
menyanyi di dalam ruang musik itu. Ia mengintip dari sela-sela pintu
ruang musik yang tidak tertutup rapat. Tubuhnya mendadak kaku ketika
mengetahui bahwa orang itu adalah… Gadis itu… Ify.
Rio melihat Ify duduk manis di depan piano. Jari-jarinya mulai
menekan tuts-tuts piano. Ify terlihat menghela napas berat dan
menghembuskannya perlahan. Matanya sengaja ia pejamkan. Ia mulai
menyanyi dengan mata terpejam.
Kau boleh acuhkan diriku
Dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu
Kuyakin pasti suatu saat
Semua kan
terjadi
Kau kan
mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku
Aku mau mendampingi dirimu
Aku mau cintai kekuranganmu
Selalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi
Kujanjikan aku ada
Kau boleh jauhi diriku
Namun kupercaya
Kau kan
mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku
Aku mau mendampingi dirimu
Aku mau cintai kekuranganmu
Aku yang rela terluka
Untuk masa lalu
Rio tertegun mendengar suara Ify. Suara Ify sangat bagus. Rio
mengakui itu. Lagu itu… Ify menyanyikan lagu itu dengan penuh
penghayatan. Tiba-tiba saja dada Rio menyesak. Sangat sesak. Ia masih
ingat dengan kejadian beberapa hari waktu itu.
“Emangnya, aku salah ya? Aku salah suka sama kakak kelasku sendiri?
Aku hanya ingin tahu apa yang membuatnya secuek itu? Apa aku salah?”
Rio mendengar suara Ify dari dalam ruangan. Rio kembali tertegun untuk kedua kalinya.
Kreekk…
Pintu dibuka oleh Ify. Baik Ify maupun Rio sama-sama kaget.
Ify melihat Rio yang berdiri mematung di depan pintu ruang musik
langsung terburu-buru pergi dari sana tanpa mengucapkan sesuatu pada
lelaki itu. Sedangkan Rio. Masih berdiri mematung disana. Dadanya
semakin sesak ketika melihat Ify.
—
tiga bulan kemudian…
Akhir-akhir ini Rio selalu memikirkan Ify. Ia selalu merasa bersalah
setiap berpas-pasan dengan gadis manis itu. Rio merasa… Sepertinya Rio
mulai jatuh cinta pada gadis itu.
“Ify…” panggil Rio pelan. Rio memang sengaja mendatangi kelas Ify sewaktu pulang sekolah.
Ify menoleh sekilas kearah sumber suara. Ada perasaan senang saat
tahu bahwa Rio yang memanggilnya. Tapi rasa senangnya mendadak lenyap
begitu saja setelah mengingat kejadian kurang lebih tiga bulan lalu.
Karena itu Ify tak menyahut.
Rio merasa dicuekin agak kesal, ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kelas Ify yang sudah sepi. “Fy…”
Ify masih cuek.
“Loe… Marah sama gue?” tanya Rio pelan.
Ify mengangkat kepalanya. “Nggak. Ngapain juga aku marah sama kakak…” jawab Ify datar.
Rio senang Ify berbicara. “Terus?”
“Apanya?” tanya Ify malas.
“Kenapa loe kayak ngehindar gitu dari gue?” tanya Rio.
Ify mendengus kesal. “Bukannya kakak sendiri yang minta kalau kakak nggak mau ngeliat Ify lagi?” kata Ify dengan nada tinggi.
Rio kembali diam.
Melihat kakak kelasnya yang tidak merespon, Ify bergegas pergi meninggalkan kelasnya dan membiarkan Rio sendiri disana.
—
“Ify… Dia udah bener-bener ngebuat gue stres…” kata Rio yang lagi galau.
“Siapa Ify?” tanya seseorang yang tiba-tiba nyelonong masuk kedalam
kamar Rio. Orang itu adalah Alvin, sahabat Rio. “Adek kelas kita itu?”
lanjutnya.
Rio menoleh kearah Alvin dengan kesal. “Lain kali kalau mau masuk ketuk pintu dulu napa sih?” kata Rio.
“Wah, loe kok tumben kagak cuek, hehe… Oh iya, Ify yang loe maksud
itu adik kelas kita bukan? Hayo, ngaku… Loe suka ya sama dia? Cie, temen
gue akhirnya bisa jatuh cinta juga…” kata Alvin menggoda Rio sambil
ngedip-ngedipin matanya.
Rio yang melihat langsung mendorong muka Alvin. “Loe pikir gue kagak
normal kagak bisa jatuh cinta?” kata Rio protes. “Oh iya, kata siapa gue
suka sama tuh cewek? Kagak kale… Gue lagi kesel aja sama tuh cewek…”
lanjut Rio mengelak.
“Oye? Masa?” kata Alvin menggoda.
Rio tak menyahut.
“Tuh kan cueknya kambuh, padahal gue udah seneng tadi loe agak banyak ngomongnya…” kata Alvin.
Rio tetap diam.
“Yo…”
“Hmm…”
“Ah elo…” kata Alvin malah kesal sendiri.
Rio tak menyahut.
Alvin malah semakin kesal. Ia berdiri dan menuju meja belajar Rio.
Memberantakan buku-buku Rio disana. Tiba-tiba matanya tertuju pada
sehelai kertas yang dilipat dua. Kertas itu adalah kertas milik Ify yang
Rio dapatkan saat kertas itu jatuh dari selipan buku-buku Ify.
Tiba-tiba saja mata Alvin langsung terbelalak ketika selesai membaca.
“Eh? Yo, ini…” kata Alvin kaget.
Rio menoleh ke arah Alvin. Matanya juga terbelalak dan buru-buru ia
menghampiri Alvin kemudian merebut kertas itu kasar. “Eh, loe apaan
sih?” marah Rio.
“Itu…”
Rio diam.
—
Keesokan paginya…
“Sudah berapa hari yah gue nggak ngedengerin Kak Rio nyanyi? Jujur,
gue kangen banget sama suaranya… Kangen banget…” gumam Ify dalam hati.
Ify sedang berada di dalam mobil yang berjalan menuju kesekolah.
“Non Ify, sudah sampai…” ucap sang sopir pada Ify.
Ify tak menyahut. Matanya masih menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.
Supirnya kembali membuka suara. “Non Ify, sudah sampai…” kata supirnya lagi mengulangi ucapannya yang tak digubris Ify.
Ify masih diam.
Supirnya langsung menyenggol kaki Ify. “Noh Ify…”
“Eh iya, pak?” kata Ify kaget.
“Maaf non. Tadi non Ify sudah saya bilangin kalau udah sampai di
sekolah tapi non Ify sepertinya sedang melamun…” ucap sang sopir.
“Oh sudah sampai ya, Pak? Maaf deh pak, Ify lagi banyak pikiran. Kalo gitu Ify duluan ya, Pak…” kata Ify.
Supirnya mengangguk. “Iya, Non…”
Ify turun dari mobil dan menuju kelasnya. Selama pelajaran
berlangsung, Ify juga tak memperhatikan. Ia terus-terusan kepikiran oleh
kakak kelasnya itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Rio. Ify saja sampai
beberapa kali mendapat teguran dari guru mata pelajaran gara-gara Ify
tak memperhatikan. Sampai Ify disuruh keluar oleh guru.
“Fy, loe kenapa sih? Kok aneh banget sikap loe hari ini? Ada masalah?
Cerita dong sama gue, gue kan sahabat loe…” kata Ray ketika jam
istirahat.
“Nggak, Ray, aku nggak apa-apa. Aku juga nggak ada masalah, beneran deh…” kata Ify mencoba membuat Ray percaya.
“Bohong. Gue udah kenal loe lama banget. Cerita dong, Fy…” desak Ray.
“Aku nggak apa-apa, Ray? Lagian apa coba yang harus aku ceritain?” kata Ify.
Ray mendengus sebal. “Huh, yaudah deh kalau emang nggak mau cerita.
Tapi kalau mau cerita bilanga aja langsung sama gue, pasti akan gue
dengerin dan gue beriin saran kok…” kata Ray.
Ify hanya tersenyum.
Tiba-tiba saja.
“IFY… IFY… IFY…” suara cempreng Dea tiba-tiba terdengar. Dea langsung
berlari masuk ke kelas Ify dimana kelas itu sekarang hanya ada Ify dan
Ray saja.
Ify menoleh kearah Dea dan mengerutkan kening. “Kenapa sih, De?” tanya Ify heran.
“Ituh, Kak Rio. Di lapangan, loe di suruh kesana… Disuruh ngeliat dia, cepetan…” kata Dea.
“Kak Rio?” kata Ify. “Ngapain dia? Maksudku, ngapain aku disuruh kesana…” tanya Ify malas.
“Pokoknya loe harus kesana, udah deh… Ayo! Oh iya, Ayo Ray, loe juga mau lihat kan?” kata Dea.
“Lihat? Maksud loe?” tanya Ify dan Ray barengan.
“Nanti kalian tahu sendiri, buruan deh…” kata Dea. Dea langsung
menarik tangan Ify dan Ray dan membawa kedua anak itu ke pinggir
lapangan basket.
Di tengah-tengah lapangan basket itu, Rio berdiri di tengah-tengah
lapangan sambil membawa gitar. Ify mengerutkan kening. Heran. Anak itu
mau ngapain sih? Sekarang, banyak sekali siswa-siswi yang melihat. Entah
kenapa, tiba-tiba dada Ify berdebar begitu kencang.
“ALYSSA SAUFIKA UMARI… GUE MINTA MAAF SAMA LOE…” teriak Rio kencang.
Semua siswa-siswi yang mendengar langsung menolehkan kepalanya kearah
Ify. Menatap Ify dengan tatapan tajam, menggoda, sinis dan heran.
Jantung Ify malah semakin berdebar-debar semakin kencang. Tubuhnya juga
mendadak kaku.
“SEKARANG, GUE MAU NGABULIN PERMINTAAN LOE YANG SUDAH LOE SIMPEN
SEJAK LAMA. LOE KEPINGIN BANGET KAN GUE NYANYIIN LAGU UNTUK LOE? KHUSUS
UNTUK LOE? SEKARANG PERMINTAAN LOE GUE KABULIN DAN GUE HARAP LOE MAU
MAAFIN GUE…” ucap Rio lagi dengan keras.
Suasana mendadak menjadi ramai. Ify langsung tersentak kaget
mendengar ucapan Rio. Kenapa lelaki itu hbisa tahu kalau ia ingin sekali
Rio menyanyikan sebuah lagu yang dinyanyikan untuknya? Memangnya Ify
pernah bilang seperti itu kepada Kakak kelasnya itu? Kalaupun pernah,
Ify juga lupa kapan. Tapi Ify rasa, ia tak pernah mengucapkannya.
“GUE MOHON SEMUANYA DIAM…” ucap Rio.
Suasana mendadak menjadi hening. Ketika sudah hening, Rio mulai
memetik senar gitar dan mulai bernyanyi. Lagu yang ia nyanyikan khusus
untuk Ify.
Well you done done me and you bet I felt it
I tried to be chill but you’re so hot that I melted
I fell right through the cracks
and now I’m trying to get back
Before the cool done run out
I’ll be giving it my bestest
Nothing’s going to stop me but divine intervention
I reckon its again my turn to win some or learn some
I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait, I’m yours
Well open up your mind and see like me
Open up your plans and damn you’re free
Look into your heart and you’ll find love love love
Listen to the music of the moment maybe sing with me
Ah, la peaceful melodys
It’s your God-forsaken right to be loved love loved love love
So I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours
I’ve been spending way too long checking my tongue in the mirror
And bending over backwards just to try to see it clearer
But my breath fogged up the glass
And so I drew a new face and laughed
I guess what I’m saying is there ain’t no better reason
To rid yourself of vanity and just go with the seasons
It’s what we aim to do
Our name is our virtue
I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours
Well no no, well open up your mind and see like me
Open up your plans and damn you’re free
Look into your heart and you’ll find love love love love
Listen to the music of the moment come and dance with me
ah, la one big family (2nd time: ah, la happy family)
It’s your God-forsaken right to be loved love love love
I won’t hesitate no more
Oh no more no more no more
It’s your God-forsaken right to be loved, I’m sure
Theres no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours
No I won’t hesitate no more, no more
This cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours, I’m yours
“ALYSSA SAUFIKA UMARI MAAFIN GUE…” kata Rio setelah menyelesaikan bernyanyinya.
Suasana masih hening.
Rio kembali melanjutkan kata-katanya. “SELAMA INI GUE MEMANG CUEK,
GUE MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA… GUE CUEK, JUDES DAN EGOIS, MAAFIN GUE
SEMUA… KHUSUS UNTUK LOE, FY. SEMENJAK KEJADIAN DI RUANG MUSIK ITU, LOE
SELALU BIKIN GUE GALAU SETIAP HARI. GUE UDAH MALES TIAP HARI GALAU DAN
SEKARANG GUE PUTUSIN UNTUK MINTA MAAF SAMA LOE, GUE HARAP LOE MAU MAAFIN
GUE. ASAL LOE TAHU, FY. SEBENERNYA, SEJAK KEJADIAN ITU RASANYA GUE JUGA
MULAI SAYANG SAMA LOE, GUE BENERAN CINTA SAMA LOE, IFY. GUE JANJI, DEMI
LOE, FY, GUE AKAN NGERUBAH SIKAP GUE… GUE AKAN LEBIH TERBUKA SAMA
TEMEN-TEMEN, GUE NGGAK AKAN JUDES, CUEK DAN EGOIS LAGI. HARI INI ADALAH
HARI YANG MENENTUKAN LOE MAU MAAFIN GUE ATAU NGGAK SEKALIGUS… GUE
NGEDAPETIN SEBUAH JAWABAN SINGKAT DARI LOE… POKOKNYA GUE NGGAK MAU TAHU
LOE HARUS JAWAB APA YANG GUE TANYA…” kata Rio.
Kejadian di ruang musik?
Mulai sayang?
Cinta?
Jawaban Singkat?
Semua itu memenuhi pikiran siswa-siswi yang melihat. Suasana mendadak
menjadi ramai lagi. Rio berjalan mendekati Ify. Kemudian berlutut di
depan Ify.
“Gue yakin, perasaan gue ke elo ini adalah perasaan Cinta. Bukan
sayang. Gue harap loe mau nerima cinta gue dan tolong maafin gue…” kata
Rio.
Ify tertegun. Matanya mulai berkaca-kaca. “Kak Rio…”
“Jawa, Fy…” desak Rio.
“Kak, loe berdiri deh…” kata Ify berjongkok, menyuruh Rio berdiri.
“Gue nggak akan berdiri sebelum gue dapet jawaban dari loe…” kata Rio.
“Emang kakak nanya apa?” tanya Ify bingung.
“Loe mau maafin gue? Loe mau terima cinta gue?” ucap Rio. Tegang rasanya.
“Kak Rio, Ify udah maafin kakak…” ucap Ify dengan nada bergetar.
“Terus, loe mau terima cinta gue?” tanya Rio lagi.
Ify tampak berpikir.
“Terima aja…”
“Terima woy, terima. Kagak usah jual mahal…”
“Terima… Terima…”
“IFY, Loe beruntung banget. Terima aja…”
“Terima, Fy, terima…”
Suara siswa-siswi disana. Ify semakin deg-degan. “kak Rio, berdiri deh…” kata Ify lagi.
“Gue udah bilang, gue nggak akan berdiri sebelum dapet jawaban dari loe…”
Ify menghela napas. “Iya deh… Iya, aku mau…” jawab Ify malu.
“Mau apanya?” tanya Rio pura-pura nggak tahu.
“Ya yang itu tadi…” jawab Ify malu.
“Itu tadi yang mana? Yang jelas dong…” kata Rio.
“Yang jadi pacar kakak itu lho…” jawab Ify.
“Terus jawaban lo?” tanya Rio lagi.
“Kak Rio…” kata Ify kesal.
Rio langsung berdiri dan memeluk Ify.
“Kyaaa…”
“Beruntung banget si Ify…”
“Mau dong di peluk?”
“Jangan lupa PJ-nya woy…”
Lagi-lagi suasana menjadi sangat gaduh.
Rio melepaskan pelukannya dan menatap mata Ify. “Makasih banget, Fy…”
Ify tersenyum. “Sama-sama, Kak…”
“DASAR ANAK MUDA. PACARAN AJA MULU KERJAANNYA. SUDAH-SUDAH MASUK
SANA. SEBENARNYA KALIAN MASUK SUDAH SETENGAH JAM YANG LALU, SANA-SANA
MASUK… ANAK-ANAK JAMAN SEKARANG. BAPAK AJA BELOM PUNYA PACARAN KOK
KALIAN UDAH SIH, HUH…” kata Pak Duta yang tiba-tiba nongol dan berbicara
kepada semua siswa-siswi dengan menggunakan mikrofon.
“Huuuu…” semua siswa-siswi menyoraki Pak Duta.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar