Selasa, 22 Januari 2013

Sing to Me




Berjanjilah wahai sahabatku
Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum

Meski hati sedih dan menangis
Ku ingin kau tetap tabah menghadapinya

Bila kau harus pergi Meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku

Semoga dirimu disana, Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Disini aku kan selalu, Rindukan dirimu

Wahai sahabatku



Ify tersenyum melihat lelaki yang diam-diam ia sukai itu menyanyi sambil memainkan gitar di dalam ruang musik sekolahnya yang sekarang sudah sangat sepi. Lelaki itu adalah kakak kelasnya. Ify terus tersenyum, ia sangat suka melihat lelaki itu menyanyi, melihat lelaki itu tersenyum. Walaupun lelaki itu cuek dan sikapnya sangat tertutup, Ify justru malah semakin kagum, rasa penasarannya ingin tahu apa yang membuat lelaki yang selama ini ia pikirkan secuek itu, sebegitu tertutup dengan teman-teman yang menyayanginya. Andai dia mau menyanyikan lagu itu untukku… Andai aku tahu apa yang membuat dia menjadi begitu…

Dengan bibir yang masih membentuk senyum, Ify membalikkan badannya meninggalkan ruang musik disekolahnya dan memutuskan untuk pulang kerumah. Namun, ketika Ify membalikkan badannya, Ify justru malah menendang pot bunga di samping tempat ia mengintip lelaki cuek yang selalu ia pikirkan itu secara tidak sengaja. Membuat pot itu yang semula tidak bergerak menjadi gerak dan menimbulkan bunyi. Ify langsung kelabakan saat itu juga, ia berusaha lari untuk menghinar. Namun sayang, Ify telat. Lelaki itu ternyata sudah berdiri dibelakangnya.

“Ehm…” lelaki itu berdehem pelan.

Ify menggigit bibir bawahnya. Ia mendadak panik saat itu juga. Wajahnya memerah dan ia seperti salah tingkah. Dengan pasrah akhirnya Ify membalikkan badannya, matanya langsung menatap lelaki tampan yang berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri. “Oh, Eh, Kak Rio. Emm, belum pulang ya?” tanya Ify salah tingkah. Ia kembali menggigit bibir bawahnya dan menundukkan kepalanya. Ia tidak berani menatap kakak kelasnya, ia malu.

Lelaki yang di sapa dengan nama “Rio” oleh Ify tidak merespon, tidak memberi sebuah senyum, tidak menatap gadis manis yang menunduk ketakutan karena dirinya. Lelaki ini malah melangkah maju berjalan meninggalkan Ify. Ketika lelaki ini melewati Ify dan tepat berada disamping Ify, ia membisikkan kata singkat yang terdengar jelas di telinga Ify. “Gue nggak suka diintipin orang kalo gue lagi nyanyi… Gue benci orang yang sembunyi-sembunyi.”

Ify merasa jantungnya berhenti berdetak. Kaget. Senang. Bingung. Semua perasaan itu bergabung menjadi satu dalam benaknya. Kaget? Mungkin karena ketika Rio mengatakan ia benci orang yang sembunyi-sembunyi. Itu kan Ify. Ia selalu sembunyi-sembunyi memperhatikan Rio ketika lelaki itu berada di ruang musik sekolah. Senang? Ify senang karena Rio berkata padanya walaupun kata-kata lelaki itu membuat Ify kaget dan… Bingung. Entah, pokoknya Ify bingung.

Rio kembali melanjutkan jalannya ketika ia selesai membisikkan kata-kata singkat itu. Sedangkan Ify? Gadis ini masih diam mematung. Perasaannya masih campur aduk seperti yang tadi.


Ify merebahkan tubuhnya dengan kasar keatas ranjang tidurnya. Tangannya ia lipat dibelakang kepalanya. Matanya menatap kedepan, menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang. Otaknya masih memikirkan kejadian siang tadi di sekolah saat bersama kakak kelasnya. Ya, siapalagi kalau bukan ia sendiri dengan Mario Stevano Aditya Haling atau lebih akrab disapa dengan sebutan nama “Rio”.

Gue nggak suka diintipin orang kalo gue lagi nyanyi…
Gue benci orang yang sembunyi-sembunyi…

Ify menghela napas, ia bangun dan duduk di tepi ranjang tidurnya. Menatap jari-jari kakinya sambil membayangkan wajah Rio. “Apa aku salah kalau aku suka sama Kak Rio? Apa aku salah kalau aku ingin denger suaranya Kak Rio menanyi? Apa aku salah?” gumam Ify bertanya-tanya.


Keesokan paginya…

Ify berjalan dengan langkah terburu-buru. Hari ini Ify bangun kesiangan, karena tidak memperhatikan jalan tak sengaja Ify menabrak orang yang juga terburu-buru di depannya. Keduanya pun terjatuh ke lantai, buku-buku yang dipegang oleh Ify menjadi berhamburan.

“Auw…” rintih Ify sambil memegangi pantatnya yang sakit.

“Ck!” suara desisan kesal terdengar dari sang pemilik suara yang bertabrakan dengan Ify.

Suara itu… pikir Ify. Ia langsung mengangkat kepalanya menatap orang yang bertabrakan dengannya. “Ah, Kak Rio…” ucapnya kaget.

Rio mendengus kesal, ia langsung bangun dan merapikan seragam yang dikenakannya yang sedikit agak berantakan gara-gara bertabrakan dengan adik kelasnya itu, Ify.

Melihat orang yang Ify sukai yang ternyata bertabrakan dengannya, Ify malah semakin salah tingkah. Buru-buru Ify memunguti buku-bukunya yang berhamburan lalu berdiri merapikan seragamnya yang juga berantakan kemudian tanpa mengucapkan kata-kata kepada kakak kelasnya itu, Ify langsung meninggalkan lelaki itu. Tanpa sadar, sehelai kertas jatuh dari selipan buku-buku yang Ify bawa. Awalnya Rio tidak peduli namun karena penasaran Rio mengambilnya, ia ingin mengembalikannya pada Ify namun Ify sudah berjalan menjauh. Ia memutuskan untuk mengembalikannya nanti, dan karena rasa penasarannya ia pun membaca tulisan yang ada pada kertas itu. Ia tercekat membaca tulisan yang ada pada kertas itu. Jantungnya mendadak berhenti. Tubuhnya mendadak kaku. Ada apa ini?


Hari ini, Ify ragu apakah ia harus mengintip kakak kelasnya menyanyi di ruang musik atau tidak. Sejak kejadian kemarin, Ify merasa malu setiap bertemu dengan kakak kelasnya itu. Ify gelisah. “Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya bertanya.

Ify menghela napas pendek. “Baiklah, nggak ada pilihan lain…” ucapnya tegas.

Ia beranjak dari tempat duduk kelasnya yang sudah sepi dan berjalan menuju ruang musik. Namun, sesampainya di ruang musik itu, Ify tak mendapati orang yang diharapkannya berada disana. Ify kecewa. Sangat kecewa. Atau, gara-gara kejadian kemrin orang itu tak lagi berada di ruang musik ketika pulang sekolah? Ify meruntuki dirinya sendiri. Andai saja Ify kemarin berhat-hati, pasti tidak akan begini jadinya. Pasti. Dengan memasang wajah kecewa Ify membalikkan badannya, memutuskan untuk pulang. Tetapi ketika membalikkan badan, orang yang diharapkannya berada di ruang musik ternyata sudah berdiri di depannya. Mata Ify terbebelalak.

“Ngapain?” tanya orang itu jutek. Ya, orang itu adalah Rio. Mario Stevano Aditya Haling.

“Eh?” ucap Ify bingung. Ia benar-benar bingung. Ia tak tahu apa yang harus di ucapkannya.

Rio melihat Ify heran. Matanya menatap tajam kearah Ify yang sedang kebingungan. “Kemaren gue udah bilang…” ucap Rio datar. Kedua tangannya terangkat dan ia lipatkan di depan dada. Matanya masih menatap tajam kearah Ify.

Ify mengangkat kepalanya dan menatap Rio dengan takut-takut. “Maksudnya, Kak?” tanya Ify bingung.

“Gue nggak suka orang yang sembunyi-sembunyi…” ucap Rio jutek.

“Maaf, Kak…” kata Ify menundukkan kepalanya lagi.

Rio tak menyahut lagi. Ia menurunkan kedua tangannya yang langsung ia masukkan kedalam saku celana. Melewati Ify begitu saja tanpa perduli. Kekesalannya kepada gais itu semakin menjadi-jadi. Kenapa sih cewek itu?

Ify menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. “Bodoh! Aku bodoh! Argh…” maki Ify pada dirinya sendiri sambil mengacak-acak rammbutnya dengan kesal.


Aku ingin menjadi mimpi indah
Dalam tidurmu

Aku ingin menjadi sesuatu
Yang mungkin bisa kau rindu


Karena langkah merapuh

Tanpa dirimu
Oh… Karena hati tlah letih

Aku ingin menjadi sesuatu
Yang slalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa aku
Selalu memujamu

Tanpamu sepinya waktu
Merantai hati
Oh… Bayangmu seakan-akan

Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada

Oh…

Hanya dirimu
Yang bisa membuatku tenang
Tanpa dirimu
Aku merasa hilang… dan sepi
Dan sepi…

Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada


Prok… prok… prok…

“Wuih, keren banget, Kak. Gila. Ajarin dong…” ucap seorang gadis cantik yang usianya lebih muda dari seorang gadis yang disebut dengan nama “Ify” oleh gadis cantik ini. Gadis cantik ini bernama Larissa Safanah Arif atau lebih akrab disapa dengan sebutsan “Acha”. Ya, Acha. Acha ini adalah adik Ify. Masih duduk di bangku SMP.

Ify tersenyum ketika adik perempuan kesayangannya itu memujinya. “Ah, masak sih, Dek? Bagus ya? Biasa aja deh kalau menurut kakak…” ucap Ify merendah.

“Ih, benaran, Kak. Ajarin Acha dong. Mau kan? Ya, ya, ya?” pinta Acha. “Suara kakak tuh keren banget? Bagus, merdu lagi… Apalagi keahlian kakak tuh yang bisa main piano, tambah keren deh. Beneran…” lanjut Acha bersemangat.

“Hehehe, makasih deh, Dek…”

Acha nyengir. Kemudian dengan heran ia menatap Ify dengan pandangan aneh sambil menyipitkan matanya. Berusaha menyelidik.

Ify yang risih di tatapi adiknya dengan tatapan aneh pun langsung bertanya. “Dek, kenapa liatin kakak gitu amet? Emang ada yang aneh?” tanya Ify heran sambil melihat penampilannya sendiri, mencari tahu kenapa adiknya menatapnya dengan aneh.

Acha menggelengkan kepalanya. “Bukan itu. Tapi…” ucap Acha terpotong.

“Tapi apa?” tanya Ify penasaran.

“Em, sejak kapan Kakak suka menyanyi? Sampai suaranya sebagus itu? Bukannya, dulu kakak paling benci sama yang namanya nyanyi dan musik?” ucap Acha. Masih menatap kakaknya dengan tatapan aneh. Sangat aneh. Berusaha mncari tahu.

Ify langsung salah tingkah ketika adik perempuannya menanyakan hal itu. Ya, benar. Dulu Ify memang benci sekali dengan musik dan menyanyi. Tapi karena… Rio. Karena lelaki itu Ify menjadi suka menyanyi dan mendengarkan musik. Ify selalu terasa damai ketika mendengar lelaki itu menyanyi di ruang musik sekolahnya. Ya, gara-gara itu semua.

“Kak…”

“Eh? Apa?”

“Kok nggak jawab pertanyaan Acha sih?” protes Acha.

Nggak. Nggak mungkin kan kalau Ify mengatakan hal yang sebenarnya pada Acha. Nggak! “Eh? Em, ya kakak kan kepingin aja. Nyoba-nyoba suka nyenyi sama dengerin musik. Nyari tahu aja kenapa temen-temen kakak rata-rata pada suka nyanyi dan ngedengerin musik…” ucap Ify bohong.

“Beneran itu alesannya?” tanya Acha nggak yakin.

“Tapi kok perasaan Acha… Kakak bohong…” kata Acha.

“Itu perasaan kamu aja kali, Dek…” ucap Ify mengelak. “Yaudah deh, nggak usah dipikirin lagi. Katanya mau diajarin nyanyi…” lanjut Ify mengalihkan pembicaraan.


Mata sayu Rio menatap foto yang sudah lecek yang sekarang sedang ia pegang. Kejadian empat tahun lalu, kejadian paling tak bisa ia lupakan. Kejadian yang sudah merenggut nyawa orang-orang yang sangat disayanginya. Orang itu adalah Mamanya… Papanya… Dan Kak Acel —kakaknya—, Kecelakaan itu. Kecelakaan maut. Rio masih ingat betul kata-kata terakhir Kakaknya sebelum kakaknya meninggalkannya. “Kalau kangen sama Kakak, nyanyi aja. Nyanyi lagu yang pernah kita buat itu…”  kata-kata itu masih Rio ingat sampai sekarang. Lagu itu. Rindukan Dirimu. Lagu buatan Rio dengan kakaknya. Lagu itu yang bisa mengurangi rasa kangennya kepada sang kakak, Mama dan Papa.

“Rio kangen sama kalian… Kangen banget…” ucap Rio.

Tingkah laku Rio berubah semenjak kejadian itu. Ia menjadi cuek, judes dan egois. Tiba-tiba bibir Rio tertarik kesamping dan membentuk sebuah senyum. Tanpa disadarinya, air matanya yang sudah ia tahan akhirnya tumpah. Rio tak bisa menahan kesedihannya. Sulit. Sangat sulit. Apalagi ia harus kehilangan orang-orang yang sangat ia sayangi.


Seminggu kemudian…

Sekitar semingguan ini Ify tak melihat tanda-tanda kehadiran Rio disekolahnya. Kemana lelaki itu? Ify sebenarnya kecewa dan… Kawatir. Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan lelaki itu? Tetapi rasa kekawatirannya yang sudah menumpuk dalam hatinya mulai menghilang ketika Ify melihat Rio baru saja datang. Ify senang lelaki itu masuk lagi. Tapi, kemana saja lelaki itu selama seminggu ini? Apa dia sakit?

“Woy, Ify…” seseorang menapuk pundak Ify dari belakang. Membuat Ify sedikit kaget karena ulahnya. “Eh, maap. Hehehe…” lanjutnya sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Ray, bisa nggak sih nggak nongol tiba-tiba kayak setan. Kaget tau. Untung aku nggak punya penyakit jantung, coba kalau punya? Mungkin aku udah pingsan…” kata Ify marah-marah karena kesal.

“Yee, lebay amet sih lo. Maap deh, kan nggak sengaja hehehe…” kata Ray nyengir lagi. Oh iya, Ray ini adalah sahabat baik Ify. Bisa dibilang, Ray ini adalah orang paling dekat dengan Ify disekolah sampai-sampai ada gossip yang mengatakan kalau Ray dan Ify berpacaran saking dekatnya. “Loe lagi ngeliatin siapa sih?” tanya Ray penasaran sambil mengikuti arah yang tadi dipandangi oleh Ify.

“Nggak ngeliat apa-apa. Yaudah deh, gue kekelas duluan…” kata Ify langsung pergi gitu aja ninggalin Ray yang lagi bengong.

“Tumben tuh anak nyuekin gue…” gumam Ray bingung.


Semingguan ini Rio menghabiskan waktunya di Bekasi. Mengunjungi makam orang-orang yang sangat disayanginya. Menginap di Villa milik tantenya. Sekarang, perasaan Rio sudah agak baikan dan sekarang Rio harus melanjutkan sekolahnya yang tertinggal selama satu minggu.

“Yo…”

Rio menoleh kesumber suara. Menatap sahabat baiknya yang tadi memanggil namanya. Menunggu sahabatnya itu melanjutkan kata-kata yang ingin diucapkannya. Sahabatnya itu adalah Alvin. Alvin Jonathan Sindunata.

“Gue nyontek PR Kimia dong. Gue belum nih, hehehe…” kata Alvin sambil nyengir.

“Harusnya gue yang ngomong gitu…” ucap Rio.

“Hah?”

Rio diam.

Alvin mikir sebentar. “Oh iya, seminggu ini loe kan nggak masuk ya? Ketinggalan dua kali pelajaran Kimia, hehehe… Gue lupa!” kata Alvin malu.

Rio masih diam.

Alvin mencibir. “Cuek amet sih loe, Yo. Yaudah deh, gue nyari contekan dulu…” kata Alvin ninggalin Rio.

“Gue nyontek kalo loe udah selesai…” sahut Rio.

Alvin mengacungkan jari jempolnya. “Sip dah…”


Hati Rio saat ini bimbang. Apa ia harus ke ruang musik ke sekolahnya atau justru memilih untuk pulang saja. “Ck, keruang musik aja deh… Males juga gue dirumah, nggak ada kerjaan…” ucap Rio akhirnya. Ia berjalan menuju ruang musik. Sekolah memang sudah sangat sepi. Karena bel tanda akhir pelajaran sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu.

Aku ingin engkau ada disini
menemaniku saat sepi
menemaniku saat gundah


berat hidup ini tanpa dirimu

ku hanya mencintai kamu
ku hanya memiliki kamu

aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati

meski tlah lama kita tak bertemu
ku slalu memimpikan kamu
ku tak bisa hidup tanpamu

aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
aku rindu setengah mati…

aku rindu setengah mati kepada mu
sungguh ku ingin kau tau
ku tak bisa hidup tanpa mu
aku rindu…


Rio menyudahi menyanyinya di ruang musik. Ia meletakkan gitar yang mengiringi nyanyiannya tadi ke tempatnya berada. Ia melirik sekilas kearah jendela sudut ruangan, mendapati ada seseorang yang memperhatikannya. Ah, ternyata gadis itu. Gadis itu lagi. Alyssa Saufika Umari. Adik kelasnya. Sebenarnya, apa sih maunya? Kenapa selalu memperhatikannya sembunyi-sembunyi ketika sedang bernyanyi? Argh…

Rio beranjak dari tempatnya dan berniat menghampiri gadis itu.

Disisi lain, Ify kebingungan. Ini bukan yang pertama kalinya Ify ketahuan sedang mengintip Rio di ruang musik. Karena saking bingungnya, Ify tak bisa bergerak. Berdiam diri ditempat sampai akhirnya Rio mendatanginya dan berdiri tepat di hadapannya.

“Mau loe sebenernya apa sih? Kenapa suka ngintipin gue nyanyi di ruang musik?” bentak Rio kesal. “Gue udah bilang, gue nggak suka orang yang sembunyi-sembunyi. Kayak loe…” lanjutnya lagi, nadanya masih sama seperti yang sebelumnya. Membentak.

Ify tersentak kiaget gara-gara Kakak kelasnya itu membentaknya. Mendadak tubuh Ify bergetar. Ia… Takut. “Ma, Maaf, Kak…” ucap Ify menundukkan kepalanya. Ia nggak berani menatap wajah Rio yang sepertinya marah banget.

“Gue nggak suka ada orang yang ngedengerin gue nyanyi. Loe kenapa sih? Apa sih sebenernya yang loe mau dari gue?” bentak Rio lagi.

Ify kembali tersentak. Untuk pertama kalinya Ify mendengar laki-laki berbicara banyak dan… Membentaknya. Saking takutnya. Ify ampai tidak menjawab.

“Jawab!” bentak Rio lagi.

Ify masih diam. Tanpa sadar air matanya tumpah.

Rio yang melihat hanya mendengus kesal. “Dasar cewek. Cengeng!” cerca Rio.

Ify masih saja diam.

BRAAAK!

Rio menendang kotak sampah di dekatnya, membuat isinya berhamburan di lantai. “Awas ya kalo gue ngeliat loe lagi pas gue lagi ada di ruang musik ini…” ancam Rio. Rio membalikkan badannya, ia merasa ia harus segera pulang kerumah. Ia malas berada disekolah.

“Kak Rio. Emangnya aku salah kalau aku ngedengerin kakak nyanyi?” ucap Ify lirih. Ify memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Rio.

Langkah kaki Rio terhenti. Ia kembali membalikkan badannya menatap Ify dan tersenyum sinis. “Salah. Salah besar!” ucap Rio tegas.

“Kenapa?”

Rio diam.

“Aku mengagumi kakak semenjak aku bertemu dengan kakak di perpustakaan waktu itu. Aku ingin tahu aja bagaimana tingkah laku kakak sehari-hari. Aku ingin mencari tahu apa yang membuat kakak secuek itu sama temen-temen kakak sendiri. Sampai aku tahu aku kalau kakak suka ke ruang musik ini setiap pulang sekolah…” ucap Ify.

“Kenapa? Kenapa loe harus ngagumin gue? Gue nggak pantes dikagumi oleh orang! Mata loe katarak ya bisa ngengagumin gue?” kata Rio sinis.

“Aku nggak tahu kenapa aku bisa kagum sama kakak. Aku hanya penasaran apa yang membuat kakak menjadi tertutup. Aku hanya ingin tahu aja kenapa kakak suka menyanyi…” kata Ify.

“Loe terlalu ikut campur urusan gue…” kata Rio kembali membentak.

“Maafin Ify, Kak, Ify cuman…” ucapan Ify di potong oleh Rio.

“Cuman apa? Hah?” potong Rio membentak lebih keras.

Air mata Ify mengalir semakin deras.

“Dasar cewek. Bisanya nangis aja. Udah deh, pokoknya gue nggak mau liat muka loe lagi mulai detik ini…” ucap Rio membentak lagi.

Ify yang sejak tadi dibentak-bentak oleh kakak kelasnya mencoba sabar, kini kesabarannya sudah hilang. Ia terbawa emosi, emosi karena ulah Rio. Ia nggak menyangka orang yang membuatnya jatuh cinta sekasar itu. “OKE. KALAU ITU MAU KAKAK. IFY NGGAK AKAN MUNCUL LAGI DIHADAPAN KAKAK. IFY NGGAK AKAN NGINTIPIN KAKAK LAGI DI RUANG MUSIK INI. NGGAK AKAN NYARI TAHU LAGI KENAPA TINGKAH LAKU KAKAK KAYAK GINI. YANG IFY BENER-BENER NGGAK NYANGKA, TERNYATA SIKAP KAKAK KAYAK GINI. KASAR SAMA CEWEK. IFY BENCI SAMA KAKAK. BENCI. ASALKAN KAKAK TAHU YAH, IFY ITU SUKA MEMPERHATIKAN KAKAK KARENA IFY SAYANG SAMA KAKAK, IFY ITU CINTA SAMA KAKAK. IFY UDAH CINTA SAMA KAKAK SEJAK PANDANGAN PERTAMA DAN KAKAK ITU ADALAH CINTA PERTAMA IFY. COWOK PERTAMA YANG MEMBUAT PERASAAN IFY AGAK ANEH TIAP KALI BERTEMU DENGAN KAKAK. INGET ITU KAK…” kata Ify membalas bentakan Rio. “DAN SESUAI YANG KAKAK MINTA. IFY NGGAK AKAN MUNCUL LAGI DIHADAPAN KAKAK. IFY JANJI. DEMI KAKAK…” lanjut Ify. Air mata Ify semakin tumpah saja. Ify menghapus air matanya dengan punggung tangannya kemudian pergi meninggalkan Rio. Sebelumnya Ify sempat menendang kotak sampak yang tadi sempat Rio tendang.

Rio hanya diam.


Rio merasa Ify nggak main-main dengan kata-katanya beberapa hari yang lalu. Hari-hari ini, Rio jarang melihat Ify disekolahnya. Tidak pernah mendapati gadis itu mengintipnya yang sedang menyanyi lagi di ruang musik. Sejak kejadian siang itu, Rio merasa aneh. Ia merasa bersalah pada gadis itu. Entah kenapa.

Rio mengambil sehelai kertas yang ia dapatkan saat ia bertabrakan dengan Ify disekolahnya saat mereka telat. Sampai sekarang Rio lupa mengembalikannya. Mata Rio menatap tulisan yang ada pada kertas tersebut. Ia mulai membacanya lagi.


Mario Stevano Aditya Haling.
Cowok itu tampan sekali.
Dia kakak kelasku. Hitam manis, cuek, dan sangat jago nyanyi.
Aku mengangumi Kak Rio.
Aku menyukainya sejak pandangan pertama di perpustakaan.
Kak Rio… dia adalah cinta pertamaku.
Aku suka sekali mendengarkan Kak Rio menyanyi. Suaranya sangat indah.
Ah, aku ingin sekali mempunyai suara indah seperti Kak Rio.
Andai kak Rio mau menyanyikan satu lagu saja untukku, khusus hanya untukku.
Pasti aku senang sekali. Tapi rasanya itu nggak mungkin deh.
Pokoknya… Aku itu bener-bener Cinta sama kak Rio.

Rio menghela napas. Tulisan dikertas itu sama dengan kata-kata yang Ify lontarkan beberapa hari yang lalu di depan ruang musik. Matanya memandang lekat-lekat tulisan Ify di kertas itu.


Keesokan paginya…

Pagi ini Rio berangkat pagi sekali. Entah kenapa ia kepingin berangkat pagi. Matanya memang masih terasa ngantuk. Sekolahnya masih sangat sepi bahkan sepertinya baru dirinya saja yang baru datang kesekolah. Rio bener-bener malas, tapi ia merasa ingin berangkat pagi. Aneh bukan?

Rio memilih jalan yang melewati ruang musik sekolahnya karena jalan itu adalah jalan yang paling dekat kalau mau menuju ke kelasnya. Tetapi tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti. Ia mendengar ada seseorang menyanyi di dalam ruang musik itu. Ia mengintip dari sela-sela pintu ruang musik yang tidak tertutup rapat. Tubuhnya mendadak kaku ketika mengetahui bahwa orang itu adalah… Gadis itu… Ify.

Rio melihat Ify duduk manis di depan piano. Jari-jarinya mulai menekan tuts-tuts piano. Ify terlihat menghela napas berat dan menghembuskannya perlahan. Matanya sengaja ia pejamkan. Ia mulai menyanyi dengan mata terpejam.


Kau boleh acuhkan diriku

Dan anggap ku tak ada

Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu



Kuyakin pasti suatu saat
Semua kan
terjadi
Kau kan
mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku



Aku mau mendampingi dirimu

Aku mau cintai kekuranganmu

Selalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi
Kujanjikan aku ada



Kau boleh jauhi diriku

Namun kupercaya
Kau kan
mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku



Aku mau mendampingi dirimu

Aku mau cintai kekuranganmu

Aku yang rela terluka
Untuk masa lalu


Rio tertegun mendengar suara Ify. Suara Ify sangat bagus. Rio mengakui itu. Lagu itu… Ify menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Tiba-tiba saja dada Rio menyesak. Sangat sesak. Ia masih ingat dengan kejadian beberapa hari waktu itu.

“Emangnya, aku salah ya? Aku salah suka sama kakak kelasku sendiri? Aku hanya ingin tahu apa yang membuatnya secuek itu? Apa aku salah?”

Rio mendengar suara Ify dari dalam ruangan. Rio kembali tertegun untuk kedua kalinya.

Kreekk…

Pintu dibuka oleh Ify. Baik Ify maupun Rio sama-sama kaget.

Ify melihat Rio yang berdiri mematung di depan pintu ruang musik langsung terburu-buru pergi dari sana tanpa mengucapkan sesuatu pada lelaki itu. Sedangkan Rio. Masih berdiri mematung disana. Dadanya semakin sesak ketika melihat Ify.


tiga bulan kemudian…

Akhir-akhir ini Rio selalu memikirkan Ify. Ia selalu merasa bersalah setiap berpas-pasan dengan gadis manis itu. Rio merasa… Sepertinya Rio mulai jatuh cinta pada gadis itu.

“Ify…” panggil Rio pelan. Rio memang sengaja mendatangi kelas Ify sewaktu pulang sekolah.

Ify menoleh sekilas kearah sumber suara. Ada perasaan senang saat tahu bahwa Rio yang memanggilnya. Tapi rasa senangnya mendadak lenyap begitu saja setelah mengingat kejadian kurang lebih tiga bulan lalu. Karena itu Ify tak menyahut.

Rio merasa dicuekin agak kesal, ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kelas Ify yang sudah sepi. “Fy…”

Ify masih cuek.

“Loe… Marah sama gue?” tanya Rio pelan.

Ify mengangkat kepalanya. “Nggak. Ngapain juga aku marah sama kakak…” jawab Ify datar.

Rio senang Ify berbicara. “Terus?”

“Apanya?” tanya Ify malas.

“Kenapa loe kayak ngehindar gitu dari gue?” tanya Rio.

Ify mendengus kesal. “Bukannya kakak sendiri yang minta kalau kakak nggak mau ngeliat Ify lagi?” kata Ify dengan nada tinggi.

Rio kembali diam.

Melihat kakak kelasnya yang tidak merespon, Ify bergegas pergi meninggalkan kelasnya dan membiarkan Rio sendiri disana.


“Ify… Dia udah bener-bener ngebuat gue stres…” kata Rio yang lagi galau.

“Siapa Ify?” tanya seseorang yang tiba-tiba nyelonong masuk kedalam kamar Rio. Orang itu adalah Alvin, sahabat Rio. “Adek kelas kita itu?” lanjutnya.

Rio menoleh kearah Alvin dengan kesal. “Lain kali kalau mau masuk ketuk pintu dulu napa sih?” kata Rio.

“Wah, loe kok tumben kagak cuek, hehe… Oh iya, Ify yang loe maksud itu adik kelas kita bukan? Hayo, ngaku… Loe suka ya sama dia? Cie, temen gue akhirnya bisa jatuh cinta juga…” kata Alvin menggoda Rio sambil ngedip-ngedipin matanya.

Rio yang melihat langsung mendorong muka Alvin. “Loe pikir gue kagak normal kagak bisa jatuh cinta?” kata Rio protes. “Oh iya, kata siapa gue suka sama tuh cewek? Kagak kale… Gue lagi kesel aja sama tuh cewek…” lanjut Rio mengelak.

“Oye? Masa?” kata Alvin menggoda.

Rio tak menyahut.

“Tuh kan cueknya kambuh, padahal gue udah seneng tadi loe agak banyak ngomongnya…” kata Alvin.

Rio tetap diam.

“Yo…”

“Hmm…”

“Ah elo…” kata Alvin malah kesal sendiri.

Rio tak menyahut.

Alvin malah semakin kesal. Ia berdiri dan menuju meja belajar Rio. Memberantakan buku-buku Rio disana. Tiba-tiba matanya tertuju pada sehelai kertas yang dilipat dua. Kertas itu adalah kertas milik Ify yang Rio dapatkan saat kertas itu jatuh dari selipan buku-buku Ify. Tiba-tiba saja mata Alvin langsung terbelalak ketika selesai membaca.

“Eh? Yo, ini…” kata Alvin kaget.

Rio menoleh ke arah Alvin. Matanya juga terbelalak dan buru-buru ia menghampiri Alvin kemudian merebut kertas itu kasar. “Eh, loe apaan sih?” marah Rio.

“Itu…”

Rio diam.


Keesokan paginya…

“Sudah berapa hari yah gue nggak ngedengerin Kak Rio nyanyi? Jujur, gue kangen banget sama suaranya… Kangen banget…” gumam Ify dalam hati. Ify sedang berada di dalam mobil  yang berjalan menuju kesekolah.

“Non Ify, sudah sampai…” ucap sang sopir pada Ify.

Ify tak menyahut. Matanya masih menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.

Supirnya kembali membuka suara. “Non Ify, sudah sampai…” kata supirnya lagi mengulangi ucapannya yang tak digubris Ify.

Ify masih diam.

Supirnya langsung menyenggol kaki Ify. “Noh Ify…”

“Eh iya, pak?” kata Ify kaget.

“Maaf non. Tadi non Ify sudah saya bilangin kalau udah sampai di sekolah tapi non Ify sepertinya sedang melamun…” ucap sang sopir.

“Oh sudah sampai ya, Pak? Maaf deh pak, Ify lagi banyak pikiran. Kalo gitu Ify duluan ya, Pak…” kata Ify.

Supirnya mengangguk. “Iya, Non…”

Ify turun dari mobil dan menuju kelasnya. Selama pelajaran berlangsung, Ify juga tak memperhatikan. Ia terus-terusan kepikiran oleh kakak kelasnya itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Rio. Ify saja sampai beberapa kali mendapat teguran dari guru mata pelajaran gara-gara Ify tak memperhatikan. Sampai Ify disuruh keluar oleh guru.

“Fy, loe kenapa sih? Kok aneh banget sikap loe hari ini? Ada masalah? Cerita dong sama gue, gue kan sahabat loe…” kata Ray ketika jam istirahat.

“Nggak, Ray, aku nggak apa-apa. Aku juga nggak ada masalah, beneran deh…” kata Ify mencoba membuat Ray percaya.

“Bohong. Gue udah kenal loe lama banget. Cerita dong, Fy…” desak Ray.

“Aku nggak apa-apa, Ray? Lagian apa coba yang harus aku ceritain?” kata Ify.

Ray mendengus sebal. “Huh, yaudah deh kalau emang nggak mau cerita. Tapi kalau mau cerita bilanga aja langsung sama gue, pasti akan gue dengerin dan gue beriin saran kok…” kata Ray.

Ify hanya tersenyum.

Tiba-tiba saja.

“IFY… IFY… IFY…” suara cempreng Dea tiba-tiba terdengar. Dea langsung berlari masuk ke kelas Ify dimana kelas itu sekarang hanya ada Ify dan Ray saja.

Ify menoleh kearah Dea dan mengerutkan kening. “Kenapa sih, De?” tanya Ify heran.

“Ituh, Kak Rio. Di lapangan, loe di suruh kesana… Disuruh ngeliat dia, cepetan…” kata Dea.

“Kak Rio?” kata Ify. “Ngapain dia? Maksudku, ngapain aku disuruh kesana…” tanya Ify malas.

“Pokoknya loe harus kesana, udah deh… Ayo! Oh iya, Ayo Ray, loe juga mau lihat kan?” kata Dea.

“Lihat? Maksud loe?” tanya Ify dan Ray barengan.

“Nanti kalian tahu sendiri, buruan deh…” kata Dea. Dea langsung menarik tangan Ify dan Ray dan membawa kedua anak itu ke pinggir lapangan basket.

Di tengah-tengah lapangan basket itu, Rio berdiri di tengah-tengah lapangan sambil membawa gitar. Ify mengerutkan kening. Heran. Anak itu mau ngapain sih? Sekarang, banyak sekali siswa-siswi yang melihat. Entah kenapa, tiba-tiba dada Ify berdebar begitu kencang.

“ALYSSA SAUFIKA UMARI… GUE MINTA MAAF SAMA LOE…” teriak Rio kencang.

Semua siswa-siswi yang mendengar langsung menolehkan kepalanya kearah Ify. Menatap Ify dengan tatapan tajam, menggoda, sinis dan heran. Jantung Ify malah semakin berdebar-debar semakin kencang. Tubuhnya juga mendadak kaku.

“SEKARANG, GUE MAU NGABULIN PERMINTAAN LOE YANG SUDAH LOE SIMPEN SEJAK LAMA. LOE KEPINGIN BANGET KAN GUE NYANYIIN LAGU UNTUK LOE? KHUSUS UNTUK LOE? SEKARANG PERMINTAAN LOE GUE KABULIN DAN GUE HARAP LOE MAU MAAFIN GUE…” ucap Rio lagi dengan keras.

Suasana mendadak menjadi ramai. Ify langsung tersentak kaget mendengar ucapan Rio. Kenapa lelaki itu hbisa tahu kalau ia ingin sekali Rio menyanyikan sebuah lagu yang dinyanyikan untuknya? Memangnya Ify pernah bilang seperti itu kepada Kakak kelasnya itu? Kalaupun pernah, Ify juga lupa kapan. Tapi Ify rasa, ia tak pernah mengucapkannya.

“GUE MOHON SEMUANYA DIAM…” ucap Rio.

Suasana mendadak menjadi hening. Ketika sudah hening, Rio mulai memetik senar gitar dan mulai bernyanyi. Lagu yang ia nyanyikan khusus untuk Ify.


Well you done done me and you bet I felt it

I tried to be chill but you’re so hot that I melted

I fell right through the cracks
and now I’m trying to get back
Before the cool done run out
I’ll be giving it my bestest
Nothing’s going to stop me but divine intervention
I reckon its again my turn to win some or learn some


I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait, I’m yours


Well open up your mind and see like me

Open up your plans and damn you’re free

Look into your heart and you’ll find love love love
Listen to the music of the moment maybe sing with me
Ah, la peaceful melodys
It’s your God-forsaken right to be loved love loved love love



So I won’t hesitate no more, no more

It cannot wait I’m sure

There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours



I’ve been spending way too long checking my tongue in the mirror

And bending over backwards just to try to see it clearer

But my breath fogged up the glass
And so I drew a new face and laughed
I guess what I’m saying is there ain’t no better reason
To rid yourself of vanity and just go with the seasons
It’s what we aim to do
Our name is our virtue



I won’t hesitate no more, no more

It cannot wait I’m sure

There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours



Well no no, well open up your mind and see like me

Open up your plans and damn you’re free

Look into your heart and you’ll find love love love love
Listen to the music of the moment come and dance with me
ah, la one big family (2nd time: ah, la happy family)
It’s your God-forsaken right to be loved love love love



I won’t hesitate no more

Oh no more no more no more

It’s your God-forsaken right to be loved, I’m sure
Theres no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours



No I won’t hesitate no more, no more

This cannot wait I’m sure

There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours, I’m yours


“ALYSSA SAUFIKA UMARI MAAFIN GUE…” kata Rio setelah menyelesaikan bernyanyinya.

Suasana masih hening.

Rio kembali melanjutkan kata-katanya. “SELAMA INI GUE MEMANG CUEK, GUE MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA… GUE CUEK, JUDES DAN EGOIS, MAAFIN GUE SEMUA… KHUSUS UNTUK LOE, FY. SEMENJAK KEJADIAN DI RUANG MUSIK ITU, LOE SELALU BIKIN GUE GALAU SETIAP HARI. GUE UDAH MALES TIAP HARI GALAU DAN SEKARANG GUE PUTUSIN UNTUK MINTA MAAF SAMA LOE, GUE HARAP LOE MAU MAAFIN GUE. ASAL LOE TAHU, FY. SEBENERNYA, SEJAK KEJADIAN ITU RASANYA GUE JUGA MULAI SAYANG SAMA LOE, GUE BENERAN CINTA SAMA LOE, IFY. GUE JANJI, DEMI LOE, FY, GUE AKAN NGERUBAH SIKAP GUE… GUE AKAN LEBIH TERBUKA SAMA TEMEN-TEMEN, GUE NGGAK AKAN JUDES, CUEK DAN EGOIS LAGI. HARI INI ADALAH HARI YANG MENENTUKAN LOE MAU MAAFIN GUE ATAU NGGAK SEKALIGUS… GUE NGEDAPETIN SEBUAH JAWABAN SINGKAT DARI LOE… POKOKNYA GUE NGGAK MAU TAHU LOE HARUS JAWAB APA YANG GUE TANYA…” kata Rio.

Kejadian di ruang musik?
Mulai sayang?
Cinta?
Jawaban Singkat?

Semua itu memenuhi pikiran siswa-siswi yang melihat. Suasana mendadak menjadi ramai lagi. Rio berjalan mendekati Ify. Kemudian berlutut di depan Ify.

“Gue yakin, perasaan gue ke elo ini adalah perasaan Cinta. Bukan sayang. Gue harap loe mau nerima cinta gue dan tolong maafin gue…” kata Rio.

Ify tertegun. Matanya mulai berkaca-kaca. “Kak Rio…”

“Jawa, Fy…” desak Rio.

“Kak, loe berdiri deh…” kata Ify berjongkok, menyuruh Rio berdiri.

“Gue nggak akan berdiri sebelum gue dapet jawaban dari loe…” kata Rio.

“Emang kakak nanya apa?” tanya Ify bingung.

“Loe mau maafin gue? Loe mau terima cinta gue?” ucap Rio. Tegang rasanya.

“Kak Rio, Ify udah maafin kakak…” ucap Ify dengan nada bergetar.

“Terus, loe mau terima cinta gue?” tanya Rio lagi.

Ify tampak berpikir.

“Terima aja…”
“Terima woy, terima. Kagak usah jual mahal…”
“Terima… Terima…”
“IFY, Loe beruntung banget. Terima aja…”
“Terima, Fy, terima…”

Suara siswa-siswi disana. Ify semakin deg-degan. “kak Rio, berdiri deh…” kata Ify lagi.

“Gue udah bilang, gue nggak akan berdiri sebelum dapet jawaban dari loe…”

Ify menghela napas. “Iya deh… Iya, aku mau…” jawab Ify malu.

“Mau apanya?” tanya Rio pura-pura nggak tahu.

“Ya yang itu tadi…” jawab Ify malu.

“Itu tadi yang mana? Yang jelas dong…” kata Rio.

“Yang jadi pacar kakak itu lho…” jawab Ify.

“Terus jawaban lo?” tanya Rio lagi.

“Kak Rio…” kata Ify kesal.

Rio langsung berdiri dan memeluk Ify.

“Kyaaa…”
“Beruntung banget si Ify…”
“Mau dong di peluk?”
“Jangan lupa PJ-nya woy…”

Lagi-lagi suasana menjadi sangat gaduh.

Rio melepaskan pelukannya dan menatap mata Ify. “Makasih banget, Fy…”

Ify tersenyum. “Sama-sama, Kak…”

“DASAR ANAK MUDA. PACARAN AJA MULU KERJAANNYA. SUDAH-SUDAH MASUK SANA. SEBENARNYA KALIAN MASUK SUDAH SETENGAH JAM YANG LALU, SANA-SANA MASUK… ANAK-ANAK JAMAN SEKARANG. BAPAK AJA BELOM PUNYA PACARAN KOK KALIAN UDAH SIH, HUH…” kata Pak Duta yang tiba-tiba nongol dan berbicara kepada semua siswa-siswi dengan menggunakan mikrofon.

“Huuuu…” semua siswa-siswi menyoraki Pak Duta.



THE END

0 komentar:

Posting Komentar

 
~ 신혜린 ~ Blogger Template by Ipietoon Blogger Template