Title : Masa Lalu
Author : Nurzaita
Genre : Romance
Length : Oneshoot
Rate : G
Main cast : Mario Stevano, Ify Alyssa
—
Ify menatap kagum seorang cowok yang terkenal populer di Sekolahnya.
Bibirnya tak berhenti membentuk seulas senyum. Matanya begitu
berbinar-binar. Rasa kagum yang Ify rasakan kepada cowok itu sangatlah
besar. Sampai-sampai Ify menghayal kalau dia bisa mengambil hati sang
cowok yang sedang ia kagumi yang terkenal begitu dingin. Tapi itu
sangatlah tidak mungkin. Ify tidak akan mampu melelehkan hati sang
Pangeran Es itu, bagaimana pun caranya pasti tidak akan berhasil. Hanya
ada satu cara yang dapat membuat sikap dan sifat cowok itu berubah.
Cewek itu…
Ify menghela napas berat. Matanya yang semula berbinar-binar dengan
senyum manis yang menghiasi wajahnya mendadak hilang dan berubah menjadi
tatapan sedih. Ify tau, ia harus sadar diri. Ia mungkin memang pantas
mengagumi cowok itu, tetapi ia tidak pantas untuk menjadi kekasih cowok
dingin itu. Ify tau, Pangeran Es itu hanya mengharapkan cewek itu… angan
heran, banyak cewek yang terkenal populer di Sekolahnya menjadi patah
hati gara-gara cintanya di tolak oleh cowok dingin itu. Cowok dingin itu
hanya mengharapkan cewek itu…
Tiba-tiba Ify merasa bahunya di pegang oleh seseorang dari arah
belakang yang memgbuatnya terkaget. Dengan gerakan cepat Ify menoleh ke
belakang dan mendapati Sivia —sahabatnya— sedang berdiri dibelakangnya
sambil menatapnya heran.
“Loe ngapain disini, Fy?” tanya Sivia. Matanya langsung ia arahkan
dimama arah yang tadi sedang Ify perhatikan. Begitu ia melihat si cowok
dingin itu, Sivia langsung melengos. “Masih aja merhatiin si Rio —si
cowok dingin yag tadi diperhatikan oleh Ify— cowok aneh itu? Nggak capek
apa, Fy? Dia kan dingtin setengah mampus, sampai kapan loe gini terus?
Memperhatikan tuh cowok yang bener-bener aneh…” ujar Sivia heran menatap
Ify dengan kening mengkerut.
Ify mendesah pelan, menghela napas dan menghembuskannya perlahan.
“Entahlah, Vi. Gue juga nggak tau sampai kapan gue terus menerus
memperhatikan Rio… Yang pasti perasaan gue ini ke Rio sepertinya lebih
dari perasaan kagum. Jujur, gue merasa nggak asing banget sama dia sejak
pertama kali gue ketemu sama dia… Gue ngerasa, kayak gue udah kenal
lama Rio, tapi—“
“Aduh, Ify, loe ini ngawur banget sih ngomongnya. Jelas-jelas tuh
cowok Siswa baru yang baru sekolah setengah tahun di Sekolah ini dan dia
sendiri pindahan dari Manado, mana mungkin loe bisa kenal lama dia…
Ada-ada aja deh loe, Fy…” kata Sivia tertawa pelan.
Ify terdiam. Perkataan Sivia memang benar, Rio adalah Siswa baru di
SMA Pertiwi —Sekolah Ify, Sivia dan kawan-kawan— dan Rio juga baru
setengah tahunan bersekolah di SMA Pertiwi ini. Dan selama menjadi
Anggota Siswa SMA Pertiwi, Rio mendadak populer dan menjadi inceran
banyak cewek si SMA Pertiwi itu. Mana mungkin Ify bisa kenal lama dengan
Rio kalau Rio bilang masa kecilnya ia habiskan di Manado pada saat
memperkenalkan diri didepan kelas saat menjadi Siswa baru. Tapi, kenapa
Ify merasa aneh dan nggak asing saat pertama kali melihat cowok dingin
itu? Kenapa Ify merasa ia sepertinya sangat dekat dengan cowok dingin
itu? Kenapa perasaan itu muncul dalam benak Ify? Aneh!
“Ah, sudahlah. Lebih baik kita ke kantin saja dulu. Shilla dan Agni
sepertinya sudah menunggu kita disana…” ajak Sivia meraih tangan Ify dan
menariknya pelan agar Ify mengikuti langkahnya yang akan membawa mereka
berdua menuju kantin sekolah.
Ify sendiri yang tangannya di tarik-tarik oleh Sivia hanya pasrah
saja dan mengikuti langkah kaki Sivia yang menuju kantin. Sebelum saat
meninggalkan tenpat itu, Ify sedikit melirik sekilas kearah cowok dingin
itu yang ternyata cowok dingin itu kini juga sedang menatap kearahnya.
Melihat itu, Ify cepat-cepat buang muka.
—
Rio duduk seorang diri di kursi panjang depan kelasnya. Ia duduk
disana sambil membaca komik. Sedari tadi, Rio merasa aneh. Ia merasa ada
seseorang yang sedang memperhatikannya. Rio pun menyapu pandangannya
kearah disekitarnya. Tiba-tiba matanya berhenti pada sosok dua orang
cewek cantik teman sekelasnya. Salah satunya menarik tangan cewek
satunya dan cewek yang ditarik-tarik itu terlihat pasrah. Tiba-tiba
cewek itu menatapnya kemudian dengan cepat langsung buang muka. Rio
menaikkan alisnya heran. Cewek itu… Ya, siapa lagi kalau bukan Sivia
dengan Ify.
Rio langsung memalingkan wajahnya kembali kearah komik yang sedang
asyik ia baca sedari tadi. Entah mengapa, tiba-tiba pikirannya kacau. Ia
merasa aneh. Sangat Aneh. Kenapa ini? Ada apa dengan perasaan Rio
sekarang? Kenapa Rio merasa aneh? Sesuatu itu muncul lagi…
Rio menggelengkan kepalanya cepat dan kembali terfokus kepada komik
yang sedang ia pegang dengan kedua tangan. Ia membaca komik itu, tapi
pikirannya tidak terfokus pada komik yang sedang ia baca, pikirannya
kemana-mana. Aneh! Perasaan itu muncul lagi.
Dengan kesal, Rio membanting komiknya ke bangku kursi panjang
disebelahnya yang kosong. Kemudian meremas kepalanya yang membuat
rambutnya menjadi acak-acaknya. Pikiran tiba-tiba kembali ke masa
lalunya. Masa lalu yang membuat sikap dan sifatnya berubah menjadi
sekarang ini. Ia teringat kepada gadis itu… Gadis kecil cinta
pertamanya.
Rio merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah photo yang sudah
kusam. Photonya juga terlihat sedikit buram dan tidak terlalu jelas.
Tapi, Rio masih bisa melihat photo gadis kecil yang cantik itu.
Ingatannya kembali ke Sebelas tahun yang lalu. Pertemuan singkat, hanya
dua bulan kemudian keduanya berpisah. Gadis kecil yang cantik itu
tiba-tiba menghilang.
Rio memasukkan kembali photo itu kedalam saku celananya. Setelah
mengambil komik nyang sempat ia banting tadi, Rio pun memasuki kelasnya.
—
Siang hari, setelah pulang sekolah. Ify nggak langsung pulang
kerumahnya, ia mampir ke toko buku untuk membeli Novel. Rasanya, lama
sekali Ify tidak membaca novel. Sudah sekitar dua mingguan ia tidak lagi
membaca Novel. Oh iya, hobi Ify adalah membaca, khususnya membaca
Novel. Novel koleksi Ify sendiri sudah hampir berjumlah Lima puluhan.
Banyak sekali, bukan? Makanya karena merasa ia sudah lama tak mengoleksi
Novel, mulai hari ini ia kembali mengoleksi. Dasar Ify.
Agni —sahabat Ify yang paling dekat— terlihat begitu sangat bosan
menemani Ify yang sedang sibuk memilih-milih Novel yang akan dibelinya.
Matanya melirik kearah ruangan toko buku itu, mencoba mencari sesuatu
hal yang bisa menarik perhatiannya. Tetapi sayang, benda-benda di dalam
ruangan itu sama sekali tidak menarik perhatiannya. Hal itu lah yang
membuat Agni kini malah semakin bosan. Ia menghela napas dalam-dalam dan
menghembuskannya dengan cepat. Sekilas ia menatap Ify kesal.
Ify sendiri sibuk dengan aktivitasnya, yaitu mencari-cari Novel yang
kiranya menarik dan akan ia beli dan menjadi koleksi lagi. Sudah hampir
satu jam ia berada di dalam toko buku itu, tapi Ify masih terasa santai.
Berbeda dengan Agni. Sebenarnya Ify tahu Agni bosan karena menunggunya,
tapi Ify sih cuek-cuek aja. “Kalo loe bosen, pulang duluan aja…” tutur
Ify pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari arah beberapa Novel yang
sedang ia amati sejak tadi ke arah Agni.
Agni menoleh cepat kearah Ify. Kemudian melengos. “Elah, Fy. Loe ngambek ceritanya?” gumam Agni pelan.
Ify menggelengkan kepalanya santai. “Nggak, gue nggak ngambek. Tapi
kalo loe emang beneran males yaudah pulang aja, nggak apa-apa kok… Gue
bisa sendiri…” ujar Ify halus. Matanya masih terfokus pada novel-novel
di depannya. Ia masih tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Agni mendecakkan lidah pelan. “Ck! Loe itu… Yaudah deh, gue nunggu
aja, males juga gue pulang sendiri, kagak asik…” sahut Agni pelan tapi
kesal.
Ify tersenyum tipis namun tidak menyahut lagi. Tiba-tiba ia berseru.
“Aha! Sepertinya Novel ini menarik deh, yaudah deh gue beli yang ini
aja… Yuk, Ag…” kata Ify langsung meraih tangan Agni dan mengajaknya
menuju tempat kasir dimana Ify akan mebayar Novel yang akan di belinya.
Setelah membayar, Ify dan Agni langsung pulang kerumah mereka
masing-masing menggunakan Mobil Maserati milik Agni. Selama dalam
perjalanan, kedua saling mengobrol. Agni duduk dibelakang kemudi
sedangkan Ify sendiri duduk disebelah Agni.
“Fy, menurut pendapat loe nih. Rio itu gimana sih?” tanya Agni tiba-tiba.
Pertanyaan Agni barusan sukses membuat Ify tersentak kaget. Dengan
cepat ia langsung menolehkan kepalanya kearah Agni yang duduk
disampingnya. Agni terlihat sedang fokus mengendarai Mobil
Marserati-nya. Nggak tahu kenapa Ify menjadi gugup. “Hh, Hhah? Ma,
Maksud loe?” tanya Ify gagap saking gugupnya. Mukanya memerah.
Tanpa menoleh kearah Ify, Agni meneruskan kata-katanya. “Ya, gue
cuman nanya doang. Loe sendiri tertarik sama si cowok super dingin itu?
Kalo gue sih kagak, heran aja kenapa cewek-cewek SMA Pertiwi sana banyak
yang naksir Rio, emang diliat dari apanya sih? Tampangnya aja
biasa-biasa gitu…” kata Agni pelan.
Ify diam tidak menyahut. Agni pun juga tidak bicara lagi, hingga
akhirnya mereka sudah tiba di rumah mewah milik Ify yang besar itu. Ify
pun turun dari Mobil Maserati milik Agni, setelah berpamitan, Ify masuk
kedalam rumah. Agni sendiri langsung melajukan mobilnya pulang ke rumah.
—
Keesokan paginya…
Ify berangkat pagi-pagi banget ke sekolah. Sekolahnya juga terlihat
masih begitu sangat sepi. Ify jadi malas sendiri. Percuma saja dong Ify
berangkat pagi-pagi sepagi ini kalau ternyata di sekolahnya masih sepi.
Padahal setelah melirik jam tangan yang ada pada pergelangan tangan kiri
Ify, jam sudah menunjukkan pukul 06.15. Dengan langkah malas, Ify
berjalan menuju kelasnya.
Sampai dikelas, Ify berdiri mematung sebentar ketika melihat sosok
cowok yang tidak asing lagi baginya. Cowok itu, cowok si Pangeran Es,
Mario Stevano. Ify berdiri mematung, kemudian setelah sadar Rio sedang
meperhatikannya, Ify buru-buru langsung berjalan kearah bangkunya yang
berada di depan tempat duduk Rio. Jantungnya berdebar-debar begitu
kencang.
Dengan semua keberanian yang Ify miliki, Ify berusaha menyapa cowok
yang super duper dingin itu. “Hai, Rio…” sapa Ify pelan dan gugup,
suaranya pelan sekali nyaris terdengar seperti suara bisikan. Ify pun
juga berusaha untuk memberikan sebuah senyuman ketika menyapa cowok
dingin itu.
Rio mengalihkan pandangannya dari Komik yang sedang ia baca ke arah
Ify, ketika Ify menyapanya, suaranya memang kecil tapi Rio mendengarnya.
Rio melihat Ify sedang menatap dirinya dan tersenyum kearahnya, namun
Rio cuek saja dan tak membalas sapaannya atau pun membalas senyum manis
yang Ify berikan. Rio kembali menatap Komiknya dan membacanya lagi.
Tanpa memperdulikan Ify.
Ify melengos. Ternyata usahanya untuk menyapa Rio sia-sia. Rio tetap
saja bersikap cuek kepadanya. Ify kecewa. Ify memang sepertinya menyukai
cowok dingin itu, Tapi, kanapa Ify bisa suka sama cowok dingin macam
dia? Cowok dingin yang selalu bersikap egois? Tidak mementingkan orang
lain bahkan dirinya sendiri pun ia tidak terlalu mementingkannya?
Kenapa? Ify menghela napas kecewa. Ia berjalan keluar kelas dengan
langkah gontai sambil menggerutu apa adanya. “Huh, jadi cowok cuek amet
sih? Nggak punya banyak temen tau rasa. Ada orang yang nyapa malah nggak
bales nyapa, dasar cowok aneh!” gumam Ify kesal namun pelan.
Gumaman Ify dapat didengar oleh Rio. Dan ketika mendengar gumaman
Ify, Rio spontan berhenti membaca komiknya. Ia membanting komiknya pelan
dan menatap Ify dengan mata yang di sipitkan. Jantung Rio tiba-tiba
berdebar begitu kecang. Ia kaget mendengar kata-kata Ify. Kembali lagi,
ingatannya kembali ke Sebelas tahun yang lalu.
FLASHBACK : ON
“Aduh, sakit…” seorang anak perempuan kecil yang cantik merintih
kesakitan sambil memegangi lututnya yang luka. Anak perempuan itu habis
jatuh dari sepedanya yang membuat lututnya sampai berdarah seperti itu.
Anak perempuan itu hammpir saja menangis karena takut melihat banyak
darah yang keluar dari lututnya.
Tiba-tiba seorang anak laki-laki lewat di depan gadis itu dengan menggunakan sepedanya.
“Hey…” anak perempuan yang cantik itu menyapa si anak laki-laki.
Namun,anak laki-laki itu tampaknya cuek dan sama sekali nggak menoleh
ataupun membalas panggilan dari anak perempuan itu. Ia tetap asyik
bermain dengan sepedanya.
Anak perempuan kecil yang cantik itu nampaknya begitu sangat kesal
karena dicuekin sama temen kecilnya yang baik itu. “Ih! Kamu kok jadi
cowok cuek banget sih? Ntar kamu nggak punya temen lho, tau rasa ntar…
Aku kan manggil kamu tadi kamunya malah nggak mau bales, dasar aneh!”
kata anak perempuan itu. “Aduh, sakit… Mama…” teriak anak perempuan itu
yang kini manangis.
anak laki-laki itu menoleh kearah anak perempuan yang cantik itu.
Anak perempuan itu kini menangis, melihat perempuan itu menangis, si
anak laki-laki itu langsung menghampiri anak perempuan itu. “Lysa, udah
jangan nangis. Ayo, sini aku anterin kamu pulang…” kata anak laki-laki
itu ketika sudah berdiri di depan anak perempuan yang disebut dengan
nama Lysa itu.
Lysa menganggukkan kepalanya. Anak laki-laki itu pun membantu Lysa
berdiri dan mengantarkan anak perempuan yang cantik itu pulang
kerumahnya untuk segera diobati luka di lututnya.
FLASHBACK : OFF
Rio masih tetap menatap Ify yang berjalan pelan keluar kelas. Dadanya
semakin menyesak. Gadis itu mengingatkannya dengan anak perempuan cinta
pertamanya. Apalagi kata-kata yang Ify ucapkan tadi, tidak jauh berbeda
dengan ucapan anak perempuan di masa lalunya itu. Tanpa sadar, Rio
tersenyum dan membuka mulutnya. “Lysa…” panggil Rio lirih.
Ify berhenti melangkah, ia merasa aneh ketika Rio menyebut nama Lysa.
Ia membalikkan badannya dan mendapati Rio sedang menatapnya lekat, Ify
mendadak gugup di tatap seperti oleh Rio. Buru-buru Ify membalikkan
badannya lagi dan berjalan cepat keluar dari kelasnya. Ify langsung
melangkahkan kakinya dengan capet menuju toilet.
—
Di toilet. Ify membasuh mukanya dengan air. Ia menatap dirinya dari
cermin besar yang ada di toilet itu. Dadanya masih berdebar-debar begitu
kencang. Ia menggingit bibir bawahnya. Menatap tajam bayangan dirinya
di cermin.
“Lysa?” gumam Ify pelan.
Nama itu… Bukankah nama itu adalah nama semasa kecilnya? Saat dimana
ia masih bersama dengan seorang anak laki-laki yang lucu dan cuek yang
menjadi sahabatnya itu. Namun, tiba-tiba Ify langsung pindah ke Bandung
secara mendadak karena Papa Ify harus pindah kerja. Otaknya kembali
memutar masa kecilnya, waktu dimana saat dia pertama kalinya berteman
dengan anak laki-laki dan pertama kalinya dimana ia berteman dengan anak
laki-laki yang cuek.
“Adit…” gumam Ify lagi pelan.
Ify mengeluarkan kalung yang tersembunyi dibalik kemeja seregam
sekolahnya dan melepasnya. Ify mengamati kalung itu. Kalung berbandul
tulisan “Lysa” yang pernah Adit berikan kepadanya sewaktu kecil. Bibir
Ify tertarik kesamping, bibirnya kembali membentuk seulas senyum.
—
Sore hari, setelah Ify selesai mandi ia memutuskan turun ke lantai
satu untuk menonton TV bareng dengan Acha —adik perempuan Ify— tetapi
saat baru saja mau keluar kamar, Ify merasa ada sesuat yang hilang atau
kurang. Perasaan Ify mulai tidak enak. Ia mengamati dirinya dari bawah
sampai atas. Tapi ia merasa tidak ada yang kurang sama sekali, ketika
tangannya mengangkat untuk menggeruk pelan bagian belakang telinganya
yang agak gatal, tangannya sama sekali tidak menyentuh… Kalung. Kalung
itu. Kemana kalung itu?
“Kalungku?” jerit Ify histeris.
Ia langsung mencari-cari kalungnya di sekitar lehernya. Namun, ia
sama sekali tak menemukannya. Ify kembali masuk ke dalam kamarnya,
menuju kamar mandi dan melihat isi ruangannya untuk mencari kalung itu.
Tapi Ify juga tidak menemukannya. Ify berlari keluar dari kamar mandi
menuju tempat tidurnya dan mencari lagi, tetapi masih sama. Ia tak
menemukan kalung itu. Kini Ify beralih ke belakang pintu kamarnya,
dimana ia nyentelin (?) baju seragam sekolahnya. Ia mencari di setiap
saku seregam sekolahnya berharap kalung itu terselip disana. Tetapi sama
saja, Ify tidak menemukannya. Mata Ify memerah dan hampir saja ia mau
menangis. Dadanya berdebar-debar ia taku7t sekali kehilangan benda yang
bagtinya sangat berharga itu.
Tiba-tiba Ify berhenti melakukan aktivitasnya mencari kalung itu. Ia
kembali teringat oleh kejadian tadi pagi. Saat ia di toilet sekolah. Ify
melepaskan kalungnya dan mengamati kalung itu. Kemudian saat Ify ingin
membasuh wajahnya lagi, Ify menaruh kalungnya di sebelahnya.
Ify menepuk jidatnya keras-keras. “Kalung gue ketinggalan! Arghh, sialan! Kenapa bisa lupa?” jerit Ify kesal.
Tiba-tiba Acha nyelonong masuk ke dalam kamar kakak perempuannya yang
cantik itu yang sedari tadi mengganggunya yang sedang asyik menonton
Televisi. “Aduh, Kak Ify, loe kenapa sih? Teriak-teriak mulu dari tadi.
Gue keganggu btauk nonton tv nya…” kata Acha kesal yang langsung duduk
di ranjang Ify sambil menatap heran kakaknya itu.
“Ah, iya maaf deh…” kata Ify lesu.
“Lo kenapa kak?” tanya Acha.
“Kalung gue, Cha?” ujar Ify lirih. Air matanya kini jatuh. “Kalung
gue hilang… Bukan hilang! Tapi ketinggalan di toilet sekolah, yang gue
kawatirin gimana kalo kalung itu hilang?” lanjut Ify.
“Yaelah, Kak, Kak, cuman masalah kalung loe jadi teriak-teriak nggak
jelas kayak tadi gitu? Sampe nangis gini?” kata Acha heran sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya menatap bingung kakaknya yang baginya
aneh itu.
“Loe nggak tau seberapa berartinya kalung itu buat gue, Cha! Kalung itu pemberian Adit, Cha…” curhat Ify.
“Adit? Anak laki-laki yang sombong itu?” tanya Acha.
Ify menganggukkan kepalanya. Ia diam.
“Masih aja loe ngarepin bakalan ketemu dia lagi, Kak?” tanya Acha heran.
“Gue yakin kok, Cha, gue bisa ketemu lagi sama dia…” jawab Ify yakin. Suara tegas.
“Ya, terserah loe aja…” gumam Acha.
—
Saat yang sama di rumah Rio.
Rio sedang tiduran nggak jelas diatas ranjang tidur di kamarnya
sambil memandang lekat-lekat photo masa kecilnya bersama seorang gadis
cantik bernama “Lysa”.
“Kok gue nemuin semua yang ada pada Lysa di dirinya si Ify yah?
Apalagi, cara perkataannya pagi pagi? Kata-katanya hampir sama, itu yang
membuat Rio merasa aneh ketika pertama kalinya melihat Ify.
“Ini aneh! Bener-bener aneh!” gumam Rio pelan.
“Apa Ify itu Lysa?” gumam Rio bertanya dalam dirinya sendiri.
“Nggak! Nggak mungkin banget kalo Ify itu Lysa! Rio, jangan samain
Ify dengan Lysa! Mereka berdua berbeda. Mungkin kata-kata Ify tadi pagi
hanyalah sebuah kebetulan saja yang ucapannya mungkin memang sama dengan
ucapan Lysa sewaktu kecil dulu. Ingat Rio, Ify dan Lysa berbeda! Mereka
tidak mirip sama sekali, itu semua hanya sebuah kebetulan saja!” gumam
Rio tegas.
—
Keesokan paginya.
Rio setiap hari berangkat pagi, sama seperti hari ini. Hari ini hari
sabtu dan dia seperti biasanya, Rio selalu berangkat pagi dan ketika
sampai di sekolah, Rio pun membaca komik yang ia bawa dari rumah.
Sekolah masih sepi, tapi Rio masih santai-santai saja. Matanya
sebentar-sebentar melirik kearah pintu. Kemana gadis itu? Kenapa belum
datang-datang? Biasanya kan dia selalu berangkat pagi? Tapi, kenapa
sampai sekarang belum juga datang?
Rio melirik jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul 06.20 tapi kenapa
gadis itu belum juga datang? Ify. Gadis yang sedang di tunggu oleh Rio.
Tiba-tiba Rio menggelengkan kepalanya. “Apa-apaan ini? Kenapa gue
ngarepin dia cepet datang? Aneh!” gumam Rio.
Tiba-tiba ada seorang gadis cantik yang terkenal paling populer dan
banyak incerannya itu datang. Ia memasuki kelas dan kebetulan banget
duduknya di belakang Rio. Ia berjalan santai menuju bangkunya. Shilla.
Nama gadis itu. Namun, saat berada pada jarak yang tidak jauh dari Rio,
Shilla kesandung pelan. Untunglah ia tidak terjatuh.
“Arghh, sialan!” umpat Shilla kesal.
Rio menatap sekilas Shilla. Tapi matanya langsung tertuju pada kalung
yang di pakai oleh Shilla. Matanya seketika terbelalak lebar. Sangat
lebar. Dadanya berdebar-debar. Kalung itu… Bukankan kalung itu kalung
yang pernah ia berikan kepada Lysa? Kalung berbandul tulisan “Lysa” dan
bentuknya juga sangat mirip dengan kalung yang ia berikan pada Lysa.
Matanya kini berpindah menatap wajah cantik Shilla. Rio langsung berdiri
dan tanpa ba-bi-bu-be-bo lagi Rio langsung memeluk gadis itu. “Lysa…”
panggil Rio pelan dan lembut.
Shilla kaget, sangat kaget ketika tiba-tiba saja Rio langsung
memeluknya dan menyebutnya dengan nama Lysa. Lysa? Apa maksudnya? Kenapa
Rio tiba-tiba langsung memeluknya? Shilla tiba-tiba teringat oleh
kalung yang ia pakai, kalung berbandul tulisan “Lysa”. Apa maksudnya?
Rio mengenal Lysa? Lysa? Siapa Lysa?
“Lysa? Loe Lysa kan?” tanya Rio saat melepas pelukannya. Ia
mencengkram kedua lengan Shilla dengan tangannya sambil menatap Shilla
tajam banget.
JDEER… Shilla merasa sesuatu banget (?) Rio mengajaknya berbicara.
Shilla ini sebenarnya dari awal menyukai Rio tapi perasaan itu tiba-tiba
memudar ketika tahu sikap dan sifat Rio saat Shilla mengenalnya. Tapi,
kini perasaan itu tumbuh kembali. Dengan ucapan seadanya Shilla
menjawab. “Ya, gue Lysa…” ucap Shilla berbohong. Shilla yakin, Rio pasti
mempunyai hubungan sesuatu dengan orang bernama “Lysa” itu yang
samapai-sampai membuat Rio begitu tampak senang.
Mata Rio berbinar. Sungguh, Rio hampir tidak percaya dengan apa yang
ada di depannya ini. Cewek ini, ternyata dia adalah Lysa. Anak perempuan
yang menjadi cinta pertamanya itu. Ia benar-benar tidak menyangka.
Apalagi ia satu kelas dengan cewek cantik itu. Namun Rio merasa aneh dan
curiga. Untuk menguatkan keyakinannya, ia kembali bertanya. “Dapet dari
mana kalung itu?” tanya Rio memastikan.
Shilla manaikkan alisnya. Heran. Kenapa Rio bertanya seperti itu?
Shilla berpikir sebentar, memikirkan apa yang harus ia katakan. Shilla
menatap Rio dan ia mendapati Rio sedang menatapnya dengan pandangan :
Ayo-cepat-jawab-aku-tidak-suka-berlama-lama-menunggu. Dengan kenyataan
yang sebenarnya, Shilla menjawab apa adanya. “Gue dapet dari temen kecil
gue…” jawab Shilla.
Mata Rio melebar lagi untuk ke dua kalinya. Kenyakinannya semakin
kuat kalau Shilla, gadis cantik di depannya ini adalah Lysa. Teman
kecilnya sekaligus cinta pertamanya. Rio kembali memeluk gads cantik
itu. “Lysa…” gumam Rio senang. “Akhirnya, setelah sebelas tahun gue
nyariin elo sekarang akhirnya gue ketemu lagi sama loe…” gumam Rio.
Shilla dengan perasaan aneh dan kesenengen di peluk Rio hanya berkata tidak jelas. “Maksud loe apaan sih? Gue nggak ngerti…”
Rio melepaskan pelukannya. “Gue Adit! Loe masih inget kan? Temen kecil loe yang ngasih kalung itu sama loe…” jawab Rio cepat.
Shilla cuman tersenyum dan pura-pura mengerti. “Oh, jadi loe Adit?
Ah, Adit… Gue kangen sama loe…” kata Shilla. Kini berganti Shilla yang
memeluk Adit.
Adit dengan senang membalas pelukan Shilla. “Gue sayang loe, gue kangen elo, Shilla…” ucap Rio.
“Gue juga sayang elo dan juga kangen sama elo, Rio…” ucap Shilla.
Tepat pada saat Shilla mengatakan perkataan itu, Ify masuk ke dalam
kelas dan ia sungguh sangat terkejut melihat Rio dan Shilla yang sedang
berpelukan mesra di dalam kelas itu.
Melihat kedatangan Ify, Rio melepaskan pelukannya, begitupun juga
dengan Shilla. Rio dan Shilla sama-sama menatap Ify. Wajah keduanya
sama-sama memerah karena malu, malu karena tertangkap basah oleh teman
sekelasnya sendiri karena dirinya sedang berpelukan.
“Oh, Eh… Gu, Gue ngeganggu kalian yah? Em, Ma, Maaf deh. Ka, Kalo
gitu gue… Gue Ke, Keluar dulu…” ucap Ify terbata. Ify langsung keluar
dari kelasnya tanpa menaruh tasnya. Wajahnya juga memerah menahan marah
dan kesal. Dadanya sesak. Ify memegangi dadanya yang sakit itu. Sungguh,
Ify kini benar-benar sangat cemburu melihat Rio dan Shilla berpelukan
di kelas.
“Jadi… Jadi, cewek yang Rio maksud itu… Shilla? Jadi cewek itu…” gumam Ify. Ia tersenyum pahit.
—
Dua bulan kemudian…
Semenjak kejadian itu, Rio dan Shilla semakin dekat. Sikap dan Sifat
Rio yang cuek mulai mencair dan Rio sendiri sudah mulai bersikap terbuka
dengan teman-temannya. Banyak teman-teman Rio dan Shilla yang mengagumi
Shilla. Karena Shilla, sikap dan sifat Rio menjadi berubah. Hebat
sekali Shilla. Oh iya, kabarnya ini, Rio dan Shilla pacaran.
Saat ini, Rio mengajak Shilla ke Bandung. Rio sengaja mengajak Shilla
ke bukit taman di mana saat pertama kalinya Rio bertemu dengan Lysa.
Tetapi Rio kecewa ketika mendengar jawaban Shilla ketika Rio bertanya
apakah Shilla masih mengingat tempat itu atau tidak tetapi Shilla malah
mengatakan kalau Shilla sama sekali tak tahu tempat itu. Jujur, Rio
bener-bener sangat kecewa.
“Jadi, loe beneran udah lupa?” tanya Rio sedih.
Shilla berpura-pura berpikir. “Aduh, Rio. Maaf deh, gue bener-bener udah lupa…” jawab Shilla.
“Oh, yaudah deh, nggak apa-apa yang penting sekarang gue udah ketemu
lagi sama loe… Lysa Adit sahabat selamanya…” gumam Rio. Walaupun ia
sedikit kecewa tapi ia merasa tetap senang, karena bagaimana pun juga
wajar saja jika gadis cantik itu lupa dengan bukit taman itu, sudah
sebelas tahunan lah kira-kira gadis itu tidak lagi mengunjungi tempat
itu. Tempat bermain Rio dengan Lysa. Apalagi umur Rio dan Lysa saat itu
masih enam tahun.
Disisi lain, Ify yang memang sengaja datang ke bukit taman dimana Rio
dan Shilla juga berada disana, Ify merasa kaget. Apalagi mendengar
ucapan Rio. Apalagi kata-kata yang Rio ucapkan di akhir kalimat itu. “Lysa Adit sahabat selamanya” Ify
bener-bener SHOCK! Kekagetan Ify semakin bertambah ketika melihat
kalung miliknya dipakai oleh Shilla. Tidak! Ify yakin, Rio adalah Adit!
Dan Rio salah menyangka. Lysa itu seharusnya adalah dirinya bukan
Shilla. Ya Tuhan. Jadi benar perasaan Ify selama ini? Perasaan Ify yang
mengatakan bahwa ia merasa kenal lama dengan Rio? Dan ternyata… Rio
adalah, pangeran kecilnya. Sungguh, Ify benar-benar tak menyangka.
—
Sore hari…
Setelah mengantarkan Shilla pulang ke Jakarta, Rio kembali lagi ke
Bandung. Lebih tepatnya di bukit taman itu. Sebenarnya, Rio benar-benar
sangat kecewa karena Shilla sama sekali tak ingat tempat itu. Bukit
taman itu suasananya juga sama sekali tak berubah, membuat otak Rio
kembali memutar masa-masa kecilnya.
Tetapi, sesampainya di bukit taman itu, Rio melihat ada seorang gadis
berambut hitam panjang bergelombang sedang berdiri di depan pohon
sambil meraba-raba tubuh (?) pohon itu *nggak tau namanya, makanya pake nama tubuh pogon :p*.
Gadis itu sedang membelakangi Rio sehingga Rio tidak tahu jelas siapa
gadis itu. Jujur, Rio sebenarnya Rio marah karena gadis itu sedang
meraba-raba pohon yang di sana ada ukiran nama “Lysa Adit Sahabat
Selamanya”. Dengan langkah cepat Rio menghampiri gadis itu.
“Hei, siapa loe?” sapa Rio judes sambil memegang bahu gadis itu.
Gadis itu menoleh dan membalikkan badannya. Matanya seketika terbelalak ketika tahu bahwa Rio yang mengagetkannya itu.
“Rio”
“Ify”
Kedua cowok dan cewek itu mengucapkan nama lawannya secara bersamaan.
Mata keduanya sama-sama terbelalak karena kaget. Namun, perasaan kaget
Rio berubah menjadi perasaan marah. Sedangkan Ify, ia hanya dapat
menundukkan kepalanya.
“Loe ngapain disini? Pake nyentuh-nyentuh ukiran nama itu?” bentak Rio.
Ify menunduk, menahan air matanya agar tidak tumpah. Tiba-tiba ia
bergumam pelan. “Adit…” gumamnya memanggil nama kecil cowok yang ada di
depannya itu.
Mendengar nama kecilnya disebut, kemarahan Rio memudar. Ia merasa
aneh, apalagi saat melihat gadis di depannya ini mulai menangis. Ia jadi
teringat ketika Lysa jatuh dari sepedanya dan menangis. “Maksud loe
apa? Kenapa loe nyebut-nyebut nama kecil gue? Kok loe bisa tau? Perasaan
yang tahu nama kecil gue cuman Shilla doang aja deh…” tanya Rio.
Ify memberanikan diri menatap wajah tampan Rio. “Adit, gue Lysa. Lysa
temen semasa kecil loe…” kata Ify mencoba meyakinkan cowok tampan yang
sedang berdiri di depannya ini.
Mendengar perkataan Ify, Rio spontan langsung tertawa. “Hahaha,
maksud loe apaan sih? Jelas-jelas Lysa itu si Shilla… Jangan ngaco deh
loe…” kata Rio mengejek.
Ify semakin kesal. “Adit, gue beneran Lysa!” kata Ify dengan nada keras.
Rio menghentikan tawanya dan menatap Ify tajam. “Loe punya bukti apa
kalo loe itu beneran Lysa? Jelas-jelas Lysa itu adalah Shilla. Dia make
kalung yang pernah gue kasih sewaktu kecil… Dan itu sudah terbukti jelas
kalo Shilla adalah Lysa! Bukan elo…” bentak Rio.
“Gue bisa buktiin kalo gue beneran Lysa, Adit…” tegas Ify.
“Apa yang bisa loe buktiin sama gue?” tanya Rio meremehkan.
Ify menghela napas panjang, menghembuskannya secara perlahan. Ia
menatap wajah tampan Rio dan mulai berbicara. “Di bukit taman ini,
tempat dimana pertama kalinya Lysa dan Adit bertemu. Lysa dan Adit
adalah sepasang shabat kecil yang hanya bisa bersama selama dua bulan
saja. Kemudian Lysa pergi mendadak tanpa pamit kepada Adit. Dan tiga
hari sebelum Lysa hilang mendadak, Adit memberi kalung kepada Lysa.
Kalung yang sama persis dengan kalung yang di pakai oleh Shilla. Dulu,
saat di Kota Bandung ini, Adit tidak tinggal bersama orang tuanya,
tetapi sama Nenek dan Kakeknya. Kalau Lysa sendiri tinggal bersama kedua
orang tuanya. Rumah Lysa dan Adit bersebelahan di depan sana yang
sekarang sudah ditempati oleh orang lain…” jelas Ify panjang lebar.
Kemudian ia menghela napas lagi dan menghemuskannya setelah selesai
menjelaskan.
Rio tertegun mendengar penjelasan Ify. Penjelsan Ify semua benar.
Tidak ada yang salah. Apalagi Ify mengatakannya dengan lancar. Nggak tau
kenapa pikiran Rio terbagi menjadi dua. Antara Ify dengan Shilla. Jadi,
siapa Lysa yang sebenarnya? Rio kembali menatap Ify. “Tapi, kenapa loe
nggak make kalung yang pernah Adit kasih?” tanya Rio heran.
Ify tersenyum tipis. “Itu karena Lysa ceroboh. Ia melepas kalungnya
di toilet sekolah dan lupa tidak mengambilnya lagi. Apa Adit masih ingat
waktu di kelas Lysa menyapa Adit dan Adit sama sekali tidak membalas
sapaan Lysa tapi kemudian Adit malah meyebut nama Lysa? Nah, karena itu
Lysa langsung ke toilet dan kalung itu pun hilang. Nggak taunya ternyata
Shilla yang menemukannya namun Shilla tak memberikan kalung itu kepada
pemilik sebenarnya…” jelas Ify.
“Tapi…” kata Rio masih agak ragu.
“Ukiran nama di pohon ini yang mengukir pertamanya adalah Lysa,
kemudian Adit melanjutkan. Dulu Adit juga cuek banget, Lysa yang jatuh
dari sepeda aja Adit sampe nggak peduli…” lanjut Ify.
Rio tertegun untuk kedua kalinya. “Jadi, siapa Lysa yang sebenarnya? Loe atau Shilla?” tanya Rio bego.
Ify kembali tersenyum. “Loe bisa temui orang tua gue…” kata Ify.
“Maksud loe?” tanya Rio nggak ngerti.
“Loe lihat wajah orang tua gue, sama atau nggak dengan wajah orang tua Lysa!” kata Ify.
Rio terdiam.
“Oh iya, gue juga punya ini…” kata Ify sambil merogoh saku celanan
jeansnya dan mengeluarkan photo yang photonya sama persis dengan photo
yang Rio punya. Bedanya, photo yang Ify bawa lebih mendingan dari pada
punya Rio.
Rio menggelengkan kepalanya tak percaya. Jadi, Ify lah Lysa yang
sebenarnya. Berarti perasaan aneh yang ia rasakan pada Ify kini telah
terbukti semuanya. Perasaan yang ia rasakan pada Ify saat pertama kali
bertemu di SMA Pertiwi adalah perasaan Rindu. Jujur, Rio sendiri saat
tahu kalau Shilla adalah Lysa agak aneh. Sikap-sikap Shilla sangat tidak
menunjukkan bahwa Shilla adalah Lysa yang sesungguhnya. Kini, Lysa yang
benar-benar adalah Lysa sudah berdiri di depannya. Dan sedang
menatapnya. Rio langsung memeluk gadis itu.
“Sekarang loe percaya?” tanya Ify.
“Ya, gue percaya…”
—
Keesokan paginya…
“Kita putus…” kata Rio kepada Shilla saat keduanya berada di taman sekolah.
Shilla nampak kaget mendengar perkataan Rio. Shilla langsung menatap
Rio. “Hah? Putus? Lho, kenapa? Adit udah nggak sayang lagi sama Lysa?
Gitu?” tanya Shilla shock.
“Berhentilah bersandiwara, Shilla! Gue udah tau semuanya…” kata Rio dingin.
“Maksud loe?”
“Loe bukan Lysa! Kalung itu, kalung itu milik Ify. Dan loe cuman nemuin tuh kalung di toilet…” kata Rio.
“Hah? Gue nggak ngerti…”
“Gue yakin yang ngasihin tuh kalung pasti Zahra, dia kan sahabat loe
sejak kecil. Mungkin Zahra nemuin tuh kalung terus dia kasihin ke elo…”
ujar Rio.
“Aduh, Rio. Loe kenapa sih? Nggak ngerti gue…”
“Udah deh, nggak usah bersandiwara lagi, semuanya sudah terbongkar.
Dan mulai sekarang, kita resmi putus… Dan gue minta kalung itu…” kata
Rio sambil mengadahkan tangannya ,e,imta kalung itu kepada Shilla.
Shilla diam tak bereaksi.
“Kalo loe nggak mau, bakalan gue tarik kalung itu yang akan ngebuat leher loe lecet…” ancam Rio.
Dengan kesal Shilla menarik kalungnya dan melempar kalung itu ke arah
Rio tanpa sopan santun kemudian langsung pergi ninggalin Rio di taman
itu.
—
“Ini…” kata Rio sambil menyerahkan kalung yang selama dua bulan ini
di pakai Shilla kepada Ify. Rio mengembalikan kalung itu kepada si
pemilik yang punya.
Mata Ify berbinar. “Aa, kalungku…” jerit Ify senang.
Rio ikut tersenyum.
“Makasih banget ya, Rio. Akhirnya kalung ini kembali juga ke gue…” kata Ify begitu sangat senang.
“Iya, sama-sama…” jawab Rio.
Ify tersenyum.
“Fy…” panggil Rio pelan.
“Ya?” sahut Ify sambil menatap Rio yang sedang berdiri di depannya.
“Gue, Gue sayang loe…” kata Rio.
“Eh?”
“Jadi, selama ini. Lysa itu adalah cinta pertama gue. Ketika gue tahu
kalo waktu itu Shilla adalah Lysa gue langsung aja nembak dia. Tapi,
sekarang semuanya sudah kebongkar. Asli dan gue tahu sekarang yang
sebenernya. Kalo Lysa adalah elo. Gue cinta sama Lysa dan gue cinta sama
Loe…” kata Rio.
Ify melongo mendengar kata-kata Rio.
“Fy, gue mau loe jadi cewek gue…” pinta Rio berlutut di depan Ify.
Sebelumnya ia mengambil dua buah balon yang ia bawa sebelum datang
kerumah Ify. Balon yang satu berbentuk Hati sedangkan yang satu
berbentuk Bulat. “Kalo loe terima gue, loe terbangin balon yang bentuk
Hati itu tapi kalo loe nolak loe terbangin balon yang bulat…” kata Rio
sambil memejamkan matanya.
Ify menggigit bibir bawahnya. “Loe, serius, Yo? Cinta sama gue?” tanya Ify ragu.
“Sejak pertama kali gue ngeliat loe di SMA Pertiwi, gue ngerasa ada
yang aneh sama perasaan gue ke elo. Ternyata perasaan gue itu perasaan
Rindu. Gue sering ngarepin loe berangkat pagi bahkan tgue juga sering
nunggu loe datang ke sekolah. Udah deh, sekarang langsung jawab aja…”
kata Rio kembali memejamkan matanya.
Ify tersenyum, ia menatap wajah tampan Rio. Kemudian mendekatkan
tangannya kearah dua balon yang sedang Rio pegang. Ify mengambil kedua
balon itu kiemudian menerbangkan salah satu balon antara dua balon itu.
“Ya, gue udah ngejawab. Balonnya udah terbang…” kata Ify.
Rio membuka matanya dan melihat ke atas. Matanya berbinar-binar
karena Ify menerbangkan balon yang berbentuk Hati. “Ify, jadi loe nerima
gue?” kata Rio nggak percaya.
“Iyah…” jawab Ify sambil tersenyum.
“Ify…” kata Rio langsung memeluk Ify.
Ify membalas pelukan Rio. Sampai akhirnya keduanya saling melepaskan
pelukan, Ify mengambil jarum dan mendekatkannya pada balon bulat yang
tersisa.
Balonnya terpecah. “Ini pembuktian kalo balon hati yang terbang itu
gue nerima elo dan balon yang gue pecahin ini gue nggak terima kalo
balon ini sampe terbang. Kalo balon bulat ini sampe terbang itu kan
berarti gue nolak loe, jadi gue sama sekali nggak bisa nolak loe karena
sejak pertama ngeliat loe gue emang juga udah cinta sama loe, makanya
gue pecahin balon ini…” jelas Ify.
“Ify…” Rio semakin senang. Ia kembali memeluk Ify lagi. Ify pun membalasnya. “Aku mencintaimu, Lysa…”
“Aku juga mencintaimu, Adit…”
THE END
0 komentar:
Posting Komentar