Title : In the Rain
Author :
Nurzaita (@AiYmm257_) | Genre : Romance, Drama
Length : Vignette
| Rate : PG-15
Main Cast :
Mario Stevano Aditya Haling (IC2) | Alyssa Saufika Umari (BLINK)
—oOo—
“VIGNETTE : IN THE RAIN”
Normal POV
Ify mendonggakkan kepalanya menatap
langit. Senyum lebar langsung terukir diwajahnya begitu melihat langit yang
awalnya cerah berwarna biru kini menjadi gelap karena tertutupi oleh gumpalan
awan berwarna keabuan yang begitu banyak.
Hujan. Ya, sepertinya dalam hitungan
detik hujan sudah mengguyur daerah tersebut. Lihatlah, angin sudah bertiup kencang kesana-kemari menerpa suatu
benda yang dilaluinya, rintikan hujan sudah mulai turun walaupun hanya sedikit.
Untunglah tidak ada petir dan hal itu membuat Ify semaki tersenyum lebar.
Ify yang awalnya sedang menunggu bus di
halte dekat sekolahnya, mendadak mempunyai kesibukan sendiri tanpa menghiraukan
pandangan orang-orang disekitarnya yang menatapnya heran seolah didunia ini
hanya ada dirinya saja. Bermain dengan hujan telah menjadi hobi Ify baru-baru
ini.
Aneh? Memang. Tapi itulah yang terjadi
pada Ify saat ini. Hanya dengan bermain dengan hujan, Ify dapat menyalurkan
perasaan yang selama ini ia pendam dalam-dalam. Hujanlah yang membuat perasaannya
menjadi sedikit lebih baik.
Orang itu. Karena orang itulah Ify
menyukai hujan.
—oOo—
Flashback
: ON
Dua
tahun yang lalu...
Sampai sore ini bumi tidak
henti-hentinya mengguyur bumi, membuat beberapa orang yang mempunyai kesibukan
lain harus menundanya karena hujan kali ini cukup deras. Mungkin yang dapat
dilakukan saat itu hanyalah berdiam diri dirumah sambil menyesap secangkir teh
hangat hanya untuk sekedar menghangatkan tubuh.
Seorang gadis bernama lengkap Alyssa
Saufika Umari tengah menatap kesal butiran-butiran air yang mengguyur bumi
tanpa henti. Berkali-kali matanya melirik kearah jam tangan yang bertengger
manis dipergelangan tangan kirinya. Setelah meliriknya, hal pertama yang
dilakukan adalah berdecak kesal. Bagaimana tidak? Sudah hampir —kurang lebih
sekitar— tiga jam lamanya Ify hanya duduk di halte bus dekat sekolahnya yang
tampak sepi dengan baju yang —setengahnya— sudah basah kuyup. Hal itu membuat
Ify kesal, tentu saja.
“Sial.” gadis manis itu mengumpat dan
menendang kerikil yang menghalangi jalannya.
Ify terdiam ditempatnya, otaknya sedang
berputar cepat. Bagaimana caranya agar dirinya bisa cepat pulang? Ia terus
berpikir dan berpikir. Nihil. Tidak ada satupun yang terlintas dalam otaknya.
Baiklah, mungkin tidak ada cara lain selain membiarkan dirinya berjalan kaki
menuju rumah dengan hujan yang mengguyur tubuhnya. Nekat? Biarkan saja,
daripada terus-menerus mengharap dan menunggu agar bus cepat datang lalu
membuatnya mati kedinginan. Benar bukan?
Ify mulai melangkahkan kakinya berlari
menembus hujan yang semakin deras. Baru beberapa langkah, perhatiannya langsung
tersita pada sosok lelaki yang sedang bermain air ditengah derasnya hujan yang
tak kunjung berhenti mengguyur bumi.
Entah mendapatkan dorongan dari mana,
tiba-tiba Ify menghampiri lelaki itu. Ia terkejut begitu mendapati dirinya kini
tengah berdiri dibelakang si lelaki.
“Hei, kenapa kamu hujan-hujanan?”
pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Ify tanpa diproses. Ia meruntuki
dirinya sendiri dengan apa yang baru saja dilakukannya. Apakah setelah ini lelaki
itu akan menganggapnya sok kenal sok dekat?
Si lelaki yang disapa oleh Ify
membalikkan tubuhnya begitu merasa seseorang tengah menegurnya. Beberapa saat
ia hanya terdiam menatap Ify, namun setelahnya ia tersenyum lebar. “Karena aku
menyukai hujan.” ia membalas sambil merentangkan tangannya dan merasakan
butiran-butiran air hujan yang mengguyur tubuhnya.
Sebelah alis Ify terangkat. Heran. “Kamu
suka hujan? Kenapa?”
“Karena Ayah dan Ibuku bersatu karena
hujan. Aku berharap aku bisa seperti orangtuaku.” jawab lelaki itu dengan wajah
polosnya.
Ify terkekeh mendengar jawaban si
lelaki.
“Hei, jangan menertawakanku.” sahut
lelaki itu kesal. Ia memutar bolanya dengan cepat. “Kamu sendiri kenapa
hujan-hujanan?”
Ify menepuk jidatnya cukup keras.
Astaga, apa yang ia lakukan sekarang? Bukankah seharusnya ia sedang berlari
ditengah derasnya hujan menuju rumah? Kenapa ia bisa bersama lelaki itu?
Diliriknya pandangan sekitarnya. Hei,
bukankah ini adalah taman kota yang berada didepan halte yang Ify tunggu? Aish...
Lelaki itu bingung melihat ekspresi
wajah Ify yang mulai berubah. Namun yang
bisa dilakukannya hanya diam, menunggu si gadis merespon perkaannya. Karena tak
kunjung mendapat respon dari Ify, lelaki
itu akhirnya memutuskan untuk membuka suara. “Hei, kamu belum menjawab
pertanyaanku.”
Ify menoleh. “Ah, maafkan aku.” kata Ify
salah tingkah. “Sudah tiga jam aku menunggu hujan reda di halte depan sana dan
tidak ada satupun bus yang datang lalu akhirnya aku memutuskan untuk menembus
hujan ini.”
“Kamu gadis yang kuat! Kamu hebat!”
Ify kembali terkekeh dibuatnya. “Ah,
bukan begitu. Aku hanya tidak ingin diriku mati kedinginan disana.”
“Berlebihan!” kata si lelaki memberi
komentar. “Siapa namamu? Aku Mario.”
“Ify, Alyssa Saufika Umari.”
Lelaki bernama Mario itu tersenyum. “Namamu
bagus. Mmm, bolehkah aku meminta satu hal padamu?”
“Katakan.”
“Apa kamu mau menemaniku ketika hujan
mulai mengguyur bumi? Kamu hanya perlu datang ketempat ini dan aku pasti akan
selalu menunggumu disini. Bagaimana?”
“Bukan hal buruk. Baik, aku mau.” jawab
Ify.
“Terima kasih, sebagai gantinya mari
kuantarkan kamu pulang.”
Semenjak pertemuan singkat itu, Ify
selalu datang ketaman kota begitu hujan mengguyur bumi. Namun tak pernah ia
menemukan sosok lelaki bernama ‘Mario’ itu disana. Dua tahun lamanya ia
menunggu kehadiran Mario disana. Mario sang pecinta hujan yang meminta pada
dirinya untuk menemani lelaki itu ketika bumi tengah menangis. Tapi sosok itu
tidak pernah ia temukan.
Flashback
: OFF
—oOo—
Itulah pertemuan singkat yang manis dan
memiliki tempat khusus dalam memori Ify. Orang itu yang ia maksud adalah Mario. Bahkan
walaupun selama dua tahun ini Ify merasa putus
asa karena sama sekali belum bertemu dengan Mario, ia tetap datang ke
taman kota tersebut. Hatinya selalu berkata bahwa Mario pasti akan datang dan menemuinya
sekarang.
Sama seperti yang dilakukannya saat ini.
Ia tengah berdiri di taman kota ditengah derasnya hujan. Namun kali ini
hujannya jauh lebih deras daripada hujan-hujan sebelumnya. Hal itu sama sekali
tidak membuat Ify untuk membatalkan niatnya mengunjungi taman kota ini.
Ify duduk disalah satu bangku taman
begitu merasa tenaganya habis karena terlalu lama bermain air. Ia menundukkan
wajahnya dalam. Perasaan itu tiba-tiba muncul dalam benaknya.
Kecewa.
Ya, ia merasa kecewa karena sampai saat
ini ia belum bertemu dengan sosok lelaki yang sangat mencintai hujan. Kemana
perginya? Apakah lelaki itu melupakan permintaannya dulu? Bagaimana keadaannya
sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia semakin tampan? Huh, bahkan Ify
hampir lupa bagaimana wajah lelaki itu.
Padahal, Ify mulai tertarik dengan
lelaki itu.
Ditengah perasaannya yang gelisah,
tiba-tiba sebuah tangan melingkar dilehernya membuat Ify terlonjak kaget dan memukul
tangan itu secara refleks. Ia berdiri dan membalikkan badan. Rasa takut
menyelimuti perasaannya saat itu juga.
Rasa takut itu memudar dan digantikan
oleh rasa terkejut.
“Mario?” Ify memicingkan matanya mencoba
untuk memastikan apa yang dilihatnya saat ini.
Lelaki yang dipanggil dengan nama ‘Mario’
melempar senyum manis pada Ify. “Apa kabar? Lama tidak bertemu denganmu.”
Suatu benda yang hidup didalam dada Ify
mulai berkeja diluar kontrol, berdetak berpuluh-puluh kali lipat dari biasanya.
Wajahnya bersemu merah menahan rasa malu dan hatinya sama sekali tidak menentu.
Yang pasti ia merasa sangat bahagia, tentu saja. Bahkan saking bahagianya ia
sama sekali tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa bahagia yang
dirasakannya.
Dengan satu gerakan cepat, Mario menarik
Ify dalam pelukannya. Sebelah tangannya mengelus rambut Ify dengan lembut dan
penuh kasih sayang. “Panggil aku Rio saja. Kata ‘Mario’ terlalu aneh untukku.”
“Ya.”
“Terimakasih.”
Ify melepaska pelukannya dari Rio dan menatap
lelaki itu dengan bingung. “Terimakasih? Untuk apa?”
“Telah setia mengunjungi taman ini
ketika hujan datang.”
“Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Seseorang telah memberitahuku.”
Ify menganggukkan kepalanya tanda
mengerti. “Lalu, selama dua tahun ini kamu pergi kemana?” tanya Ify penasaran.
“Maafkan aku. Setelah pertemuan singkat
kita, besoknya aku harus pergi ke Paris karena Ayahku mendapatkan pekerjaan
yang harus diselesaikan disana.”
“Oh.”
“Maafkan aku.”
“Kamu tidak salah.”
Rio menghela napas panjang. Ia meraih
kedua tangan Ify, mengangkatnya lalu menciumnya. “Jadilah kekasihku.”
Mata Ify membulat dengan sempurna. “Apa?”
“Aku tahu ini terlalu cepat. Bahkan kita
bertemu hanya dua kali saja. Tapi percayalah, aku sangat mencintaimu.” Rio
menjelaskan dengan memasang raut wajah bersungguh-sungguh.
Ify dapat melihat keseriusan yang
terpancar dari mata Rio yang tengah menatapnya dalam. “Aku—”
“Aku tidak akan memaksamu. Kamu bisa menjawabnya dilain
waktu dan aku pasti akan menunggu.” ujar Rio menyela.
Ify tersenyum penuh arti. “Dan aku telah
menemukan jawabannya.”
“Benarkah? Jadi, apa jawabanmu?”
“Aku menerimanya.”
Rio tersenyum. Sekali lagi, ia menarik
Ify kedalam pelukannya. Menyalurkan rasa rindu yang ia pendam selama dua tahun.
Perlahan-lahan hujan mulai reda karena butiran-butiran air hujan perlahan-lahan
mulai berhenti dan pelangi muncul dari balik langit biru.
Hujan. Karena hujanlah mereka menemukan
cintanya. Rio sudah bertekad dalam hatinya, beberapa tahun kedepan ia berjanji
akan melamar Ify secepatnya. Ia hanya perlu menunggu Ify lulus dari SMA dan
kuliahnya setelah itu mereka akan hidup bahagia selamanya dengan hati yang
sudah terikat dengan erat.
“END”
—oOo—
0 komentar:
Posting Komentar