Kamis, 07 Februari 2013

[Vignette] In The Rain


Title : In the Rain
Author : Nurzaita (@AiYmm257_) | Genre : Romance, Drama
Length : Vignette | Rate : PG-15
Main Cast : Mario Stevano Aditya Haling (IC2) | Alyssa Saufika Umari (BLINK)

—oOo—

“VIGNETTE : IN THE RAIN”


Normal POV

Ify mendonggakkan kepalanya menatap langit. Senyum lebar langsung terukir diwajahnya begitu melihat langit yang awalnya cerah berwarna biru kini menjadi gelap karena tertutupi oleh gumpalan awan berwarna keabuan yang begitu banyak.

Hujan. Ya, sepertinya dalam hitungan detik hujan sudah mengguyur daerah tersebut. Lihatlah, angin sudah  bertiup kencang kesana-kemari menerpa suatu benda yang dilaluinya, rintikan hujan sudah mulai turun walaupun hanya sedikit. Untunglah tidak ada petir dan hal itu membuat Ify semaki tersenyum lebar.

Ify yang awalnya sedang menunggu bus di halte dekat sekolahnya, mendadak mempunyai kesibukan sendiri tanpa menghiraukan pandangan orang-orang disekitarnya yang menatapnya heran seolah didunia ini hanya ada dirinya saja. Bermain dengan hujan telah menjadi hobi Ify baru-baru ini.

Aneh? Memang. Tapi itulah yang terjadi pada Ify saat ini. Hanya dengan bermain dengan hujan, Ify dapat menyalurkan perasaan yang selama ini ia pendam dalam-dalam. Hujanlah yang membuat perasaannya menjadi sedikit lebih baik.

Orang itu. Karena orang itulah Ify menyukai hujan.

—oOo—

Flashback : ON

Dua tahun yang lalu...

Sampai sore ini bumi tidak henti-hentinya mengguyur bumi, membuat beberapa orang yang mempunyai kesibukan lain harus menundanya karena hujan kali ini cukup deras. Mungkin yang dapat dilakukan saat itu hanyalah berdiam diri dirumah sambil menyesap secangkir teh hangat hanya untuk sekedar menghangatkan tubuh.

Seorang gadis bernama lengkap Alyssa Saufika Umari tengah menatap kesal butiran-butiran air yang mengguyur bumi tanpa henti. Berkali-kali matanya melirik kearah jam tangan yang bertengger manis dipergelangan tangan kirinya. Setelah meliriknya, hal pertama yang dilakukan adalah berdecak kesal. Bagaimana tidak? Sudah hampir —kurang lebih sekitar— tiga jam lamanya Ify hanya duduk di halte bus dekat sekolahnya yang tampak sepi dengan baju yang —setengahnya— sudah basah kuyup. Hal itu membuat Ify kesal, tentu saja.

“Sial.” gadis manis itu mengumpat dan menendang kerikil yang menghalangi jalannya.

Ify terdiam ditempatnya, otaknya sedang berputar cepat. Bagaimana caranya agar dirinya bisa cepat pulang? Ia terus berpikir dan berpikir. Nihil. Tidak ada satupun yang terlintas dalam otaknya. Baiklah, mungkin tidak ada cara lain selain membiarkan dirinya berjalan kaki menuju rumah dengan hujan yang mengguyur tubuhnya. Nekat? Biarkan saja, daripada terus-menerus mengharap dan menunggu agar bus cepat datang lalu membuatnya mati kedinginan. Benar bukan?

Ify mulai melangkahkan kakinya berlari menembus hujan yang semakin deras. Baru beberapa langkah, perhatiannya langsung tersita pada sosok lelaki yang sedang bermain air ditengah derasnya hujan yang tak kunjung berhenti mengguyur bumi.

Entah mendapatkan dorongan dari mana, tiba-tiba Ify menghampiri lelaki itu. Ia terkejut begitu mendapati dirinya kini tengah berdiri dibelakang si lelaki.

“Hei, kenapa kamu hujan-hujanan?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Ify tanpa diproses. Ia meruntuki dirinya sendiri dengan apa yang baru saja dilakukannya. Apakah setelah ini lelaki itu akan menganggapnya sok kenal sok dekat?

Si lelaki yang disapa oleh Ify membalikkan tubuhnya begitu merasa seseorang tengah menegurnya. Beberapa saat ia hanya terdiam menatap Ify, namun setelahnya ia tersenyum lebar. “Karena aku menyukai hujan.” ia membalas sambil merentangkan tangannya dan merasakan butiran-butiran air hujan yang mengguyur tubuhnya.

Sebelah alis Ify terangkat. Heran. “Kamu suka hujan? Kenapa?”

“Karena Ayah dan Ibuku bersatu karena hujan. Aku berharap aku bisa seperti orangtuaku.” jawab lelaki itu dengan wajah polosnya.

Ify terkekeh mendengar jawaban si lelaki.

“Hei, jangan menertawakanku.” sahut lelaki itu kesal. Ia memutar bolanya dengan cepat. “Kamu sendiri kenapa hujan-hujanan?”

Ify menepuk jidatnya cukup keras. Astaga, apa yang ia lakukan sekarang? Bukankah seharusnya ia sedang berlari ditengah derasnya hujan menuju rumah? Kenapa ia bisa bersama lelaki itu? Diliriknya pandangan  sekitarnya. Hei, bukankah ini adalah taman kota yang berada didepan halte yang Ify tunggu? Aish...

Lelaki itu bingung melihat ekspresi wajah Ify  yang mulai berubah. Namun yang bisa dilakukannya hanya diam, menunggu si gadis merespon perkaannya. Karena tak kunjung mendapat respon dari Ify, lelaki  itu akhirnya memutuskan untuk membuka suara. “Hei, kamu belum menjawab pertanyaanku.”

Ify menoleh. “Ah, maafkan aku.” kata Ify salah tingkah. “Sudah tiga jam aku menunggu hujan reda di halte depan sana dan tidak ada satupun bus yang datang lalu akhirnya aku memutuskan untuk menembus hujan ini.”

“Kamu gadis yang kuat! Kamu hebat!”

Ify kembali terkekeh dibuatnya. “Ah, bukan begitu. Aku hanya tidak ingin diriku mati kedinginan disana.”

“Berlebihan!” kata si lelaki memberi komentar. “Siapa namamu? Aku Mario.”

“Ify, Alyssa Saufika Umari.”

Lelaki bernama Mario itu tersenyum. “Namamu bagus. Mmm, bolehkah aku meminta satu hal padamu?”

“Katakan.”

“Apa kamu mau menemaniku ketika hujan mulai mengguyur bumi? Kamu hanya perlu datang ketempat ini dan aku pasti akan selalu menunggumu disini. Bagaimana?”

“Bukan hal buruk. Baik, aku mau.” jawab Ify.

“Terima kasih, sebagai gantinya mari kuantarkan kamu pulang.”

Semenjak pertemuan singkat itu, Ify selalu datang ketaman kota begitu hujan mengguyur bumi. Namun tak pernah ia menemukan sosok lelaki bernama ‘Mario’ itu disana. Dua tahun lamanya ia menunggu kehadiran Mario disana. Mario sang pecinta hujan yang meminta pada dirinya untuk menemani lelaki itu ketika bumi tengah menangis. Tapi sosok itu tidak pernah ia temukan.

Flashback : OFF

—oOo—

Itulah pertemuan singkat yang manis dan memiliki tempat khusus dalam memori Ify.  Orang itu yang ia maksud adalah Mario. Bahkan walaupun selama dua tahun ini Ify merasa putus  asa karena sama sekali belum bertemu dengan Mario, ia tetap datang ke taman kota tersebut. Hatinya selalu berkata bahwa  Mario pasti akan datang dan menemuinya sekarang.

Sama seperti yang dilakukannya saat ini. Ia tengah berdiri di taman kota ditengah derasnya hujan. Namun kali ini hujannya jauh lebih deras daripada hujan-hujan sebelumnya. Hal itu sama sekali tidak membuat Ify untuk membatalkan niatnya mengunjungi taman kota ini.

Ify duduk disalah satu bangku taman begitu merasa tenaganya habis karena terlalu lama bermain air. Ia menundukkan wajahnya dalam. Perasaan itu tiba-tiba muncul dalam benaknya.

Kecewa.

Ya, ia merasa kecewa karena sampai saat ini ia belum bertemu dengan sosok lelaki yang sangat mencintai hujan. Kemana perginya? Apakah lelaki itu melupakan permintaannya dulu? Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia semakin tampan? Huh, bahkan Ify hampir lupa bagaimana wajah lelaki itu.

Padahal, Ify mulai tertarik dengan lelaki itu.

Ditengah perasaannya yang gelisah, tiba-tiba sebuah tangan melingkar dilehernya membuat Ify terlonjak kaget dan memukul tangan itu secara refleks. Ia berdiri dan membalikkan badan. Rasa takut menyelimuti perasaannya saat itu juga.

Rasa takut itu memudar dan digantikan oleh rasa terkejut.

“Mario?” Ify memicingkan matanya mencoba untuk memastikan apa yang dilihatnya saat ini.

Lelaki yang dipanggil dengan nama ‘Mario’ melempar senyum manis pada Ify. “Apa kabar? Lama tidak bertemu denganmu.”

Suatu benda yang hidup didalam dada Ify mulai berkeja diluar kontrol, berdetak berpuluh-puluh kali lipat dari biasanya. Wajahnya bersemu merah menahan rasa malu dan hatinya sama sekali tidak menentu. Yang pasti ia merasa sangat bahagia, tentu saja. Bahkan saking bahagianya ia sama sekali tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa bahagia yang dirasakannya.

Dengan satu gerakan cepat, Mario menarik Ify dalam pelukannya. Sebelah tangannya mengelus rambut Ify dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Panggil aku Rio saja. Kata ‘Mario’ terlalu aneh untukku.”

“Ya.”

“Terimakasih.”

Ify melepaska pelukannya dari Rio dan menatap lelaki itu dengan bingung. “Terimakasih? Untuk apa?”

“Telah setia mengunjungi taman ini ketika hujan datang.”

“Bagaimana kamu bisa tahu?”

“Seseorang telah memberitahuku.”

Ify menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “Lalu, selama dua tahun ini kamu pergi kemana?” tanya Ify penasaran.

“Maafkan aku. Setelah pertemuan singkat kita, besoknya aku harus pergi ke Paris karena Ayahku mendapatkan pekerjaan yang harus diselesaikan disana.”

“Oh.”

“Maafkan aku.”

“Kamu tidak salah.”

Rio menghela napas panjang. Ia meraih kedua tangan Ify, mengangkatnya lalu menciumnya. “Jadilah kekasihku.”

Mata Ify membulat dengan sempurna. “Apa?”

“Aku tahu ini terlalu cepat. Bahkan kita bertemu hanya dua kali saja. Tapi percayalah, aku sangat mencintaimu.” Rio menjelaskan dengan memasang raut wajah bersungguh-sungguh.

Ify dapat melihat keseriusan yang terpancar dari mata Rio yang tengah menatapnya dalam. “Aku—”

“Aku tidak  akan memaksamu. Kamu bisa menjawabnya dilain waktu dan aku pasti akan menunggu.” ujar Rio menyela.

Ify tersenyum penuh arti. “Dan aku telah menemukan jawabannya.”

“Benarkah? Jadi, apa jawabanmu?”

“Aku menerimanya.”

Rio tersenyum. Sekali lagi, ia menarik Ify kedalam pelukannya. Menyalurkan rasa rindu yang ia pendam selama dua tahun. Perlahan-lahan hujan mulai reda karena butiran-butiran air hujan perlahan-lahan mulai berhenti dan pelangi muncul dari balik langit biru.

Hujan. Karena hujanlah mereka menemukan cintanya. Rio sudah bertekad dalam hatinya, beberapa tahun kedepan ia berjanji akan melamar Ify secepatnya. Ia hanya perlu menunggu Ify lulus dari SMA dan kuliahnya setelah itu mereka akan hidup bahagia selamanya dengan hati yang sudah terikat dengan erat.

“END”

—oOo—


0 komentar:

Posting Komentar

 
~ 신혜린 ~ Blogger Template by Ipietoon Blogger Template