Title : Unfinished! This Story Will Begin.. | Author : Nurzaita (@AiYmm257_)
Genre : Romance, Angst, Drama
Length : Chaptered | Rate : PG-15
Main Cast : Mario Stevano Aditya Haling | Alvin Jonathan Sindunata | Alyssa Saufika Umari | Sivia Azizah
—oOo—
“TEASER”
[Rio’s Love Story]
Lelaki yang memiliki marga Haling ini mempunyai kehidupan yang begitu tragis. Apalagi kisah percintaannya yang sangat menyakitkan hati, ia ditinggalkan oleh sosok gadis yang sangat ia sayangi, ia percayai dan tentunya sangat ia cintai. Gadis itu memutuskannya secara sepihak lalu meninggalkannya. Sejak itulah Rio mulai membenci seseorang yang selalu membuat hidupnya berantakan. Seseorang yang mengganggu kehidupannya, mulai dari mantan kekasihnya, saudaranya sampai dirinya sendiri. Semua orang yang tidak tahu apa-apa selalu menjadi pelampiasan kemarahan Rio. Hingga pada akhirnya sosok gadis yang tidak pernah ia lihat dengan jalas memberi penerangan dalam hidupnya. Dan sejak saat itulah semangat Rio yang awalnya menghilang kembali muncul dan disaat yang bersamaan kisah cinta Rio yang sebenarnya baru akan dimulai...
---
[Alvin’s Love Story]
Dendam. Hanya satu kata itulah yang mewakili cintanya. Semenjak dendam itu tumbuh dan berkembang dalam hatinya, tidak ada lagi kata ‘cinta’ dalam kamus hidupnya. Alvin telah dibutakan oleh yang namanya dendam, sebelum dendam itu berhasil ia balaskan ia bersumpah tidak akan mengenal dulu apa itu cinta. Beribu dendam yang ia punya hanya ditunjukkan pada orang yang sama. Orang yang membuat keluarganya hancur berantakan, juga membuat perilakunya berubah seratus delapan puluh derajat. Meskipun rasa cinta itu masih tinggal didalam hatinya, sebisa mungkin Alvin menepis rasa itu, ia sudah berjanji untuk melupakan yang namanya cinta dan menggantinya dengan sebuah dendam. Tanpa ia sadari, semua perilakunya yang diluar batas membuat orang-orang yang menyayanginya menjadi kecewa. Disaat itulah kisah cinta Alvin yang sebenarnya baru akan dimulai...
—oOo—
“PROLOG”
Rio
memejamkan matanya dengan napas tertahan. Gadis didepannya mulai
berjalan peri meninggalkannya ketika tangan Rio meraih pergelangan gadis
itu untuk menahan gerakan. “Jangan pergi.” pinta Rio dengan suara
lirih.“Maaf, Yo, tapi kita harus putus. Aku nggak mau nyakitin perasaanmu lebih lama.” tidak beda jauh dengan Rio, si gadis yang sedang bersama Rio berkata dengan suara lirih.
Hati Rio kembali mencelos. “Bilang sama aku kenapa kamu putusin aku! Aku ada salah sama kamu?”
Gadis itu menggeleng pelan. “Nggak, Yo, kamu sama sekali nggak punya salah sama aku. Justru aku yang punya banyak salah sama kamu.” jawab gadis itu. Tangan mungilnya berusaha melepaskan tangan Rio yang masih menggenggam erat pergelangan tangannya.
“Shilla.” ucap Rio dengan suara bergetar.
“Maaf, Yo, kita nggak bisa bersama lagi. Aku bukan gadis yang baik untukmu.”
---
“APA?!”
Alvin membelalakkan matanya begitu mendengar sebuah pernyataan dari seseorang disebrang telepon. Tubuhnya mendadak menjadi kaku.
“Alvin.”
“...”
“Alvin, loe masih disana?”
“...”
“Vin?”
Alvin menghela napas tertahan. “Nyokap gue keracunan? Kenapa semuanya bisa kayak gitu?”
Orang diujung sana —yang sedang berbicara dengan Alvin melalui ponsel— menghela napas berat. “Gue denger-denger sih katanya, pelakunya itu Tante Rina.” jawabnya gugup.
Alvin mulai mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat. Matanya memanas, pandangannya mulai kabur. “Kasih tahu gue alamatnya dan loe harus jelasin ke gue gimana kejadian sebenernya, oke?”
---
Gabriel tersenyum getir. “Jadi, loe nolak gue?”
“Sorry, Kak.”
“Karena adek gue?”
“...”
Gabriel kembali tersenyum getir. “Gue janji bakalan ngebuat loe deket sama adek gue. Gue janji.”
Gadis yang bersama Gabriel mendongakkan wajahnya dan menatap Gabriel terkejut seolah tidak percaya. “Nggak usah, Kak, gue—”
Gabriel meraih tangan Ify lalu menggenggamnya lembut. “Karena gue sayang sama elo, Fy, apapun yang ngebuat loe bahagia pasti gue lakuin.” kata Gabriel dengan penuh ketulusan.
Ify tersenyum. “Makasih, Kak.”
---
Seseorang bertubuh tinggi dan sedikit berisi menatap sahabatnya dengan mulut ternganga. Perkataan sahabatnya barusan suksesk membuatnya nyaris jantungan. “Vin! Loe jangan gila! Gimana kalo semua orang tahu? Loe bisa masuk penjara!” hardiknya pada sahabatnya.
Alvin tersenyum meremehkan. “Gue nggak peduli! Yang penting mereka mati, baru gue puas!”
“Tapi pelakunya kan cuma Tante Rina, kenapa Om Anto loe ikut-ikutin juga?” marah sahabatnya. Ia benar-benar tidak habis pikir tentang sikap Alvin yang mulai berubah drastis.
“Kalo aja Om Anto nggak ada dalam kehidupan nyokap gue, nggak mungkin Tante Rina ngebunuh nyokap gue! Ya kan? Mikir dong!” bentak Alvin.
“Nyokap loe sama Om Anto itu cuma kisah masa lalu mereka. Om Anto nggak ada hubungannya sama kematian nyokap loe! Yang ada cuma Tante Rina doang, Vin! Harusnya loe yang mikir!”
“Terserah loe, deh! Yang pasti gue harus ngebunuh mereka! Hidup gue nggak bakal tenang sebelum dendam gue terlaksana!”balas Alvin.
“Vin! Loe gila!”
“IYA! GUE GILA!”
Temannya mengepalkan tangannya erat, dengan gerakan kilat ia mendekati Alvin dan BUGH! Satu pukulan keras sukses mendarat pada pipi Alvin. “Loe nggak mikir apa gimana nasibnya Sivia kalo loe ngebunuh Tante Rina sama Om Anto? Hah?”
Alvin memegang pipinya yang nyeri. Untuk beberapa saat, ia terteun. “Sivia?” dan ia bergumam lirih.
“Sivia Azizah!”
Alvin tersenyum sinis. “Oke, gue punya rencana lain!”
Temannya melototkan matanya dengan lebar. “Heh! Apa lagi rencana loe? Ha? Loe mau ngebunuh Sivia juga? Jangan gila loe, Vin!”
“Loe bakalan tau sendiri ntar.” ujarnya sambil memamerkan seringainya yang terlihat menakutkan.
---
“Thanks, Kak, gue janji bakalan nyatain perasaan gue secepatnya.” Rio menepuk pundak seorang lelaki yang lebih tua darinya. Senyum manis berkembang menghiasi wajahnya yang tampan.
Lelaki yang bersama Rio terpana. “Rio? Loe senyum? Gue nggak salah lihat kan?” lelaki itu membelalakkan matanya lebar. “Coba loe ulangin lagi.”
Rio terkekeh. “Lebay deh loe, Kak!”
“Yeah! Adek gue yang hebat ini akhirnya kembali kayak dulu. Gimana? Gampang kan ngelupain Shilla? Apa gue bilang, cewek yang bisa ngebahagiain elo pasti ada kok. Orang yang naksir sama loe banyak banget, gue aja kalah.”
Rio kembali terkekeh. “Soalnya gue nggak mau dikalahin sama elo biarpun elo kakak gue sendiri.” gurau Rio. “Thanks for all. You’re the best! Kalo bukan karena loe, gue nggak akan bisa kayak sekarang.”
Lelaki itu tersenyum.
“Kak, tapi loe nggak marah kan?”
“Untuk?”
Rio menghela napas tertahan. “Karena.. Cewek loe udah gue rebut.” jawabnya dengan nada penuh penyesalan. Raut wajahnya berubah menjadi sedih.
“Dia bukan cewek gue. Dia sahabat gue.”
Rio melirik kearah kakaknya dengan kesal. “Tapi loe suka sama dia!” ujar Rio.
“Itu dulu! Sekarang udah nggak!” bantah sang kakak.
Rio kembali menghela napas. “Loe rela kan cewek loe gue ambil?”
“...”
“Jangan rebut dia dari gue setelah dia jadi milik gue, please.”
Sang kakak tersenyum. “Gue nggak mungkin ngelakuin itu semua.”
Rio tersenyum lebar. “Janji?”
“Iya, gue janji!”
“Thanks, Kak Gabriel.”
---
Sivia menahan tangisnya. Tangannya meremas ujung kaosnya. Dengan suara bergetar ia mencoba membalas ucapan lelaki dihadapannya. Namun ia tidak bisa, ia tidak punya tenaga. Semua tenaganya habis karena ia pakai untuk menangis selama seharian.
“MULAI SEKARANG LOE HARUS TINGGAL SAMA GUE! TURUTIN SEMUA PERINTAH GUE ATAU NASIB LOE BAKALAN LEBIH BURUK DARI ORANGTUA LOE!”
Sivia menundukkan wajahnya. Bentakan dari seorang lelaki dihadapannya langsung membuat dadanya semakin sesak.
“DASAR ANAK PEMBUNUH!”
Sekuat tenaga Sivia mencoba untuk menahan tangisnya.
“CEWEK BODOH! LOE DENGER NGGAK SIH APA YANG GUE BILANG? HAH?!”
“...”
PLAK!
“Auw..” Sivia merintih kesakitan begitu mendapat sebuah tamparan cukup keras dari lelaki yang sedang berdiri dihadapannya itu.
“MULAI SEKARANG, JANGAN SEKALI-KALI LOE NGEBANTAH APA YANG GUE SURUH! NGERTI LOE?!”
“...”
“IKUT GUE!”
Dengan gerakan memaksa, lelaki itu menyeret lengan Sivia dan membawanya masuk kedalam rumah gadis itu. Ya, memang saat ini keduanya memang berada dirumah Sivia. Lelaki itu datang kerumah Sivia dengan maksud yang buruk. Akal sehatnya hilang.
Lelaki itu terus menarik Sivia secara paksa menuju kamar Sivia yang terletak dilantai dua. Setelah sampai disana, lelaki itu langsung mendorong tubuh Sivia dengan keras sehingga membuat Sivia terjatuh. “Loe kemasin barang-barang loe! Mulai hari ini loe tinggal dirumah gue dan loe jadi babu gue!” kata sang lelaki diiringi dengan seringai khasnya.
“...”
“HEH, BODOH! LOE DENGER NGGAK SIH TADI GUE NGOMONG APAAN? HAH? DASAR ANAK PEMBUNUH!” bentak si lelaki dengan geram.
Tangan Sivia terkepal kuat. Dengan berani ia mulai menatap lelaki yang membuatnya kacau berantakan. Baik secara fisik maupun batin. Emosinya sudah tidak bisa ia tahan lagi. “ORANG TUA GUE BUKAN PEMBUNUH, VIN!! ORANG TUA GUE BUKAN PEMBUNUH!! JAGA OMONGAN LOE!”
Si lelaki terkesiap kaget mendengat Sivia membentaknya. Ditatapnya mata Sivia dengan tajam. Ia mulai berjalan mendekati Sivia dan PLAK! Lagi-lagi sebuah tamparan kembali mendarat dipipi gadis itu. “DIEM LOE! JELAS-JELAS NYOKAP LOE YANG NGERACUNIN NYOKAP GUE!” balas lelaki itu, Alvin.
“NGGAK! SEMUANYA NGGAK BENER, VIN!” balas Sivia.
PLAK! Lagi-lagi Alvin menampar Sivia. “JANGAN NGELAWAN! NYOKAP LOE UDAH MATI DITANGAN GUE! LOE MAU BOKAP LOE NYUSUL NYOKAP LOE? HAH?”
Sivia menggelengkan kepalanya dan ia langsung berlutut didepan Alvin. Dipeluknya kedua kaki Alvin sambil menangis. “Jangan, Vin, gue mohon. Jangan lakuin itu semua.”
Alvin tersenyum licik. “Panggil gue Tuan! Loe harus mau jadi babu gue dan tinggal dirumah gue kalo loe nggak mau bokap loe gue laporin ke polisi terus gue nuntut ke pengadilan biar bokap loe dibunuh juga!”
“Vin..”
“TUAN!” potong Alvin sambil menendang tubuh Sivia.
“Iya, Tuan.”
“Bagus!” Alvin tersenyum penuh kemenangan.
---
Ify memandang temannya bingung. Alisnya terangkat sebelah. “Jadi? Loe bawa berita apaan?” tanyanya heran sekaligus penasaran.
Teman Ify —Oh, mungkin sahabat lebih cocok— itu tersenyum gembira. “Katanya sih Rio suka sama elo, gimana? Cinta loe nggak bertepuk sebelah tangan kan?” goda sahabatya itu.
Ify terkekeh. “Jangan bercanca, Agni!”
“Gue nggak bercanda! Tanya aja sama Aren kalo loe nggak percaya.” sahabatnya yang bernama Agni itu berusaha menyakinkan Ify agar mempercayai apa yang ia katakan.
“Terus?”
Agni berdecak. “Kok terus sih? Ya harusnya loe deketin Rio dong! Katanya loe suka.” jawab Agni gemas.
“...”
“Fy?”
“...”
“Ify, jangan diem kek!”
Ify menghela napas. “Emang loe mau gue kayak gimana?” tanya Ify bingung.
“Gue bantuin elo deh biar cepet-cepet jadian sama Rio. Oke?”
Ify melototkan matanya. “Apa?”
Agni tersenyum puas.
—oOo—
0 komentar:
Posting Komentar